Gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi itu kini tak seindah kala kunjungan perdana saya di Hongkong setahun yang lalu. Entah mengapa, kunjungan kali kedua ini (20-21 Juli 2013) masih menyisakan beban pikiran yang mendalam, khususnya kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) muslim di sana.
Ada gula, ada semut. Saya kira itulah yang membawa kebanyakan TKI mengadu nasib di negeri seribu kisah perantau. Pastilah mereka berangkat dengan tekad baja guna perbaikan nasib di masa yang akan datang, seperti: mempunyai rumah dan kendaraan sendiri, membiayai pendidikan sekolah anak-anak, dll. Namun tahukah Sahabat, selain terkenal dengan surga belanjanya, Hongkong menyimpan banyak sekali kisah duka TKI. Sebagian di antaranya terkuak saat kami bersilaturohim di sebuah apartemen kecil di bulan Ramadhan 2013.
1. Majikan, Kebebasan Waktu dan Kewajiban Ibadah
Bagi TKI yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) mutlak adanya untuk mengikuti aturan main majikan di Hongkong. Pasca bekerja keras, banyak PRT yang mendapatkan hari libur hanya sekali seminggu, semisal di hari Sabtu atau Minggu saja. Itupun terkadang masih ada majikan yang me-wanti-wanti untuk pulang ke rumah sebelum petang menyelimuti alias pukul 18.00 sudah harus berada di rumah majikan. Namun ada juga yang membolehkan free sehari penuh. Di majikan lain, liburnya cukup 1 hari atau 2 hari dalam sebulan dengan standar gaji yang relatif sama. Sekali lagi majikanlah yang menentukannya.
a. Permasalahan mulai muncul, pertama manakala datang kewajiban mengaji di hari Minggu atau mengaji online pada malam hari di hari-hari bekerja. Libur yang tidak seragam dan sedikitnya hari libur tentu menjadi PR besar bagi pengurus untuk pandai-pandai mempertemukan semua jama’ah pengajian. Untuk itu, marilah bersama-sama mentaati semua aturan yang telah dimusyawarahkan sebisanya, sakpol mampunya. Semisal: datang tepat waktu (atau setidaknya menginformasikan apabila akan datang terlambat), tepat materi yang dikaji (membawa alat tulis, Al Qur’an, dan yang dibutuhkan, serta menghindari main HP atau keluar masuk/wira wiri saat mengaji), tepat beribadah (melaksanakan sholat wajib berjama’ah di sela-sela pengajian), dll. Walau kesulitan terus menghiasi hari demi hari, mari menjadilah jama’ah yang tidak manja, tidak mudah patah semangat, karena yang diperjuangkan adalah surga kita masing-masing.
Bagi pengurus, jangan lupa juga untuk terus melaksanakan monitor (kontrol) dan evaluasi. Semisal: presensi kehadiran, tindak lanjut bagi yang belum hadir, penyelesaian masalah secara personal, dll. Mencobalah untuk mendengarkan semua keluhan jama’ah, lalu memposisikanlah pada posisi jama’ah yang bermasalah (berempati). Mencobalah untuk memaklumi permasalahan jama’ah dengan tetap berusaha menjalankan kewajiban-kewajiban sejauh yang dapat diupayakan. Pembagian tempat pengajian menjadi beberapa lokasi mungkin dapat menjadi solusi atas kendala jarak dan biaya yang sering diutarakan oleh jama’ah.
b. Permasalah kedua adalah terkait menetapi kewajiban sholat 5 waktu di rumah majikan. Kasusnya sangatlah beragam. Sebagian majikan melarang beribadah di dalam rumah, sehingga harus keluar dari rumah terlebih dahulu atau sembunyi-sembunyi saat sholat ditunaikan. Ada pula majikan yang memiliki banyak anjing peliharaan yang tak terikat di dalam rumah. Gigitan anjing di badan dan najis yang bertebaran menjadi konsekuensi logisnya. Laporan lain menyebutkan juga adanya majikan yang melarang memakai jilbab saat berada di dalam rumah, bahkan saat menemani majikan saat berpergian di luar rumah.
Permasalah yang menumpuk tersebut seringkali berujung pada pengaduan dan permintaan ganti majikan. Hal ini masih dimungkinkan di Hongkong. Namun demikian, dalam rangka mendapatkan majikan baru, ratusan dolar Hongkong perlu dipersiapkan untuk melobi para agen-agen tenaga kerja di sana. Tentu akan semakin besar pulalah pengeluarannya, bahkan hutang yang semakin menumpuk yang akhirnya berujung semakin lamanya hidup di negeri seribu kisah perantau ini.
2. Beban Hutang
Pergi merantau ke Hongkong meninggalkan harapan yang begitu besar bagi keluarga yang ditinggalkan. Setidaknya guna merubah nasib keluarga. Tekanan ekonomi yang begitu berat di Indonesia, seringkali memaksa TKI untuk bekerja lebih keras lagi di Hongkong. Bahkan tanpa mengenal hari libur dan tempat bekerja. Selain di rumah majikan, juga mengambil part time saat liburan tiba. Akibatnya, bisa jadi, ibadah dan pengajian pun mudah diabaikan, tidak diprioritaskan, dinomorduakan, na’udzubillahi mindzalik.
Sebagian lagi, TKI jahat berusaha menipu TKI baik-baik yang masih lugu dan baru berlatih menapaki kehidupan di Hongkong. Guna melunasinya, tagihan bankpun datang menyergap dan mengurangi pendapatan TKI baik-baik setiap bulannya. Bahkan tak menyisakan sedikitpun dolar untuk ditabung (baca: seakan-akan bekerja tanpa penghasilan). Keterpaksaan lain juga terjadi akibat kebutuhan mendesak keluarga di Indonesia. Uang tunai untuk berobat, melunasi gadaian atau mencukupi kebutuh sekolah adalah tiga contoh di antaranya. Saat-saat pikiran bimbang seperti ini, Bank Hongkong seringkali menjadi jalan pintas yang sebenarnya kehalalannya banyak dipertanyakan.
Sahabat, bersabarlah di tengah musibah dan derita cobaanmu. Selalu ingatlah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar dan terus menyambung ibadah kepada-Nya. Semoga Allah memberikan kemudahan, kelancaran dan kebarokahan.
Oleh : Atus