TAMAN MIMBA: Pohon mimba dan mindi yang dipangkas rapi menghiasi Taman Sissah di Makah, hijau dan artistik.
JUTAAN tahun lalu, hingga sekitar awal tahun 1960-an, Arab Saudi adalah salah satu negara paling gersang di dunia. Negeri itu didominasi oleh gurun pasir nan luas dan pegunungan batu gersang yang terbentuk sejak masa Palaeozoic atau Pra-Kambrium, saat di mana kehidupan mulai muncul sekitar 700 juta sampai 542 juta tahun silam.Di negeri berluas 2.217.949 km2 itu, terdapat gurun pasir paling besar di dunia, yakni Rub Al Khali atau ”Kawasan Kosong” seluas 647.000 km2. Di gurun pasir ini nyaris tak ada satu pun kehidupan sehingga disebut Kawasan Kosong.
Sejak minyak bumi ditemukan di Saudi tahun 1938, kehidupan negara itu berangsur berubah. Perlahan namun pasti, rakyat makmur. Kini, Saudi adalah negara kelima terkaya di dunia dengan pendapatan per kapita lebih dari 25 ribu dolar AS per tahun, atau nyaris delapan kali lipat perkapita Indonesia yang sebenarnya lebih subur dan kaya sumber daya alam. Selain rakyatnya kian makmur, tanah Saudi yang dulu gersang pun kini telah berubah. Jalanan di kota-kota menjadi rindang. Pepohonan banyak ditemukan di sudut-sudut kota, bahkan hingga ke kawasan terpencil. Namun bukan pohon khas Timur Tengah, yakni kurma, yang membuat Arab –khususnya Tanah Suci Makah dan Madinah– menjadi ijo royo-royo, melainkan pohon Soekarno. Pohon Soekarno? Iya, pohon sekarno. Nama asli pohon itu sebenarnya mindi (melia azedarach) dan mimba (azadirachta indica), namun generasi tua Saudi lebih mengenalnya dengan nama Syajarah Karno atau Pohon Karno (Soekarno), mengacu pada sang penyumbang benih: Presiden I Indonesia Ir Soekarno.
”Pemerintah Arab Saudi memanfaatkan betul bibit mimba dan mindi yang disumbangkan oleh Pak Karno pada akhir 1950-an. Sekarang, dua jenis pohon itu menjadi peneduh utama di Saudi,” ujar Kol (TNI) Abu Harist, Kepala Operasional Arafah-Muzdalifah-Mina (Armina) Misi Haji Indonesia di Arab Saudi, kemarin.
Pak Karno naik haji tahun 1955. Ketika itu, Arab Saudi amat gersang. Sang presiden -yang saat itu memang punya pengaruh kuat di dunia– kemudian menawarkan bibit pohon ke Pemerintah Arab untuk dijadikan peneduh. Tawaran tersebut mendapat sambutan positif. Tak diketahui tahun pastinya, yang jelas pada awal 1960-an program penghijauan di Saudi mulai dilakukan memanfaatkan bibit mindi dan mimba sumbangan Soekarno.
Kawasan Arafah -tempat jamaah haji melaksanakan wukuf– sekarang ini sudah amat hijau. Ribuan pohon mindi dan mimba bertinggi sekitar 7-10 meter tumbuh subur. Arafah bahkan tak pantas lagi jika disebut padang. Lebih cocok jika ceruk kecil yang diapit pegunungan batu itu disebut Taman Arafah karena saking hijaunya dibanding kawasan padang pasir di sekitarnya.
”Ide Pak Karno memang berawal dari saat wukuf di Arafah. Ketika naik haji itu, beliau merasakan Arafah sangat terik. Padahal tiap tahun jutaan Muslim berkumpul di situ. Dengan suhu rata-rata 40 derajat celcius, tiadanya pohon peneduh jelas sebuah masalah,” tambah Abu Harist.Pemerintah Arab sangat serius merawat dan mengembangkan Syajarah Karno tersebut. Mereka membuat pipa-pipa air bawah tanah khusus untuk menyiram mindi dan mimba. Maklum, hujan hanya sesekali turun di Arab, sehingga tanaman yang bukan asli kawasan itu membutuhkan ”doping” air tambahan. Tak hanya di perkotaan. Di Arafah –yang berjarak sekitar 25 km dari Makah dan hanya dihuni setahun sekali tiap musim haji– pipa air bawah tanah juga dibuat.
Keseriusan pemerintah Saudi benar-benar membuahkan hasil. Arafah hijau. Makah dan Madinah pun penuh mindi dan mimba. Di kawasan Syariq Mansyur Makah misalnya, puluhan pohon mimba tumbuh kokoh dengan tinggi sekitar 10 meter.Tetapi tahukan Anda bahwa ternyata di Indonesia sekarang ini pohon mimba ternyata sudah termasuk langka? Aneh memang. Di Saudi, yang hanya menerima bibit sumbangan, mimba menjadi tanaman yang gampang ditemukan. Sementara di Indonesia yang menjadi asal tanaman, pohon itu justru telah masuk kategori 10 tanaman langka, selangka raflesia arnoldi, balam suntai (Palaquium walsurifolium), bayur (Pterospermum sp), ulin (Eusiderxylon zwageri), cendana (Santalum album), damar atau kopal keruling (Agathis labillardieri), enau (Arenga pinnata), tembesu (Fagraea fragrans), dan jelutung (Dyera costulata).Selain itu, yang lebih menyedihkan, sari dari kulit, daun, dan getah mimba yang memang berkhasiat obat, ternyata diolah oleh warga Arab Saudi dan sebagian dijual ke Indonesia…(Dep. KIM DPP LDII)