Jakarta (21/5). Hari ini, tepat 26 tahun silam, pada 21 Mei 1988, terjadi peristiwa reformasi yang ditandai dengan pengunduran diri Presiden Suharto dari tampuk kekuasaan Republik Indonesia. Ia menyatakan mundur setelah berkuasa selama 32 tahun, terhitung sejak ia mendapat mandat dari Surat Perintah 11 Maret 1966.
Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Dipenogoro, Singgih Tri Sulistiyono mengungkapkan krisis ekonomi dan sejumlah tuntutan rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang, terutama permintaan pergantian kepemimpinan nasional menjadi alasan utama mundurnya Suharto.
“Reformasi terjadi sebagai sebuah peristiwa sejarah yang bersifat sangat complicated, yang didorong oleh banyak faktor baik itu sosial, ekonomi, budaya, dan kekuatan-kekuatan lain baik dalam maupun luar negeri,” ungkapnya.
Selama 32 tahun memimpin Indonesia, Presiden yang dijuluki sebagai ‘Bapak Pembangunan’ itu dianggap mampu menjaga stabilitas negaranya. Kendati demikian, stabilitas yang selalu terjaga itu akhirnya goyah juga. Dalam buku ‘Sejarah Pergerakan Nasional’ yang ditulis Fajriudin Muttaqin dkk mengungkap, kegoyahan ekonomi adalah bagian dari akibat krisis finansial di kawasan Asia. Krisis ini membuat kepercayaan masyarakat merosot. Suharto dianggap tidak mampu lagi mengatasi krisis berkepanjangan itu.
Mahasiswa kemudian bergerak menuntut Suharto agar lekas turun dari tampuk kekuasaan. Namun Suharto tetap pada pendiriannya untuk melakukan reformasi. Protes para mahasiswa makin tak terbendung lantaran reformasi tak kunjung terlaksana. Aksi demonstrasi bermunculan kembali di sejumlah daerah, antara lain Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Makasar, dan daerah lain.
Kemudian dampak dari peristiwa demonstrasi pun semakin membara. Apalagi setelah disiram oleh kenaikan harga bensin, dari Rp700 menjadi Rp1.200. Meledaklah peristiwa 12 Mei, yang dikenal dengan ‘Tragedi Trisakti’. Kekacauan pecah saat mahasiswa Trisakti dihalangi saat hendak menuju gedung DPR dan terjadi penembakan terhadap empat mahasiswa oleh aparat.
Reformasi sebagai Gerakan Perubahan untuk Perbaikan
Singgih melanjutkan, kala itu masyarakat memandang reformasi merupakan jalan keluar atas segala permasalahan dan ketidakstabilan negara. Reformasi dipandang akan memberi dampak nyata untuk kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia.
”Jangan sampai kita memandang peristiwa reformasi itu hanya sebagai semata-mata peristiwa yang didorong oleh keinginin untuk mengganti penguasa lama menjadi penguasa baru, tetapi tidak mempengaruhi substansi dari kehidupan berbangsa dan bernegara,” ungkapnya.
Ia menekankan reformasi tidak hanya mencakup pergantian kekuasaan, atau perubahan kelembagaan. Tetapi juga transformasi budaya politik yang mendorong akuntabilitas dan transparansi untuk mencapai cita-cita bangsa.
“Hendaknya reformasi itu tidak hanya sekadar kebebasan untuk saling berebut kekuasaan melalui cara-cara tertentu yang dilegalkan sesuai aturan, tetapi hendaknya sebagai upaya bagaimana hak-hak kesejahteraan publik, dan hak-hak ekonomi publik itu juga didistribusikan secara merata,” lanjut Singgih.
Singgih melanjutkan meskipun telah berlalu lebih dari dua dekade sejak gerakan reformasi dimulai, perjalanan ini belum mencapai puncaknya. Pria yang juga Ketua DPP LDII itu, mengajak generasi muda menjadikan Reformasi sebagai bagian dari sejarah untuk memperbaiki sistem demokrasi di Indonesia.
“Peristiwa reformasi ini memberikan inspirasi untuk generasi kita sekarang bahwa apapun perubahan-perubahan yang dilakukan oleh banyak pihak mestinya tetap berorientasi untuk mewujudkan cita-cita kita,” ungkapnya.
Dengan demikian peringatan Reformasi bukalah hanya sekadar kenangan sejarah untuk bernostalgia belaka, namun menjadi momentum untuk memahami Reformasi sebagai sebuah spirit dan gagasan untuk mendorong masa depan Indonesia yang lebih baik sesuai dengan cita-cita bangsa.
“Bagaimana kita memandang Reformasi dari sisi semangat untuk melakukan pembebasan terhadap segala macam bentuk penindasan dan ketidakadilan untuk mencapai masyarakat Indonesia yang lebih adil, lebih merata, lebih maju, lebih demokratis, dan lebih beradab,” tutup Singgih.
S3moga semua generus: berguna utk agama, bangsa & negara
Pentingnya penanaman akhlakulkarimah bagi generasi muda …
Semoga barokah