Kediri (17/3). DPW LDII Jawa Timur menggelar “Diklat Dai Angkatan VIII” di Ponpes Wali Barokah, Kediri, Jawa Timur pada Selasa (14/3). Program dari Biro Pendidikan Keagamaan dan Dakwah (PKD) itu, bertujuan untuk mencetak juru dakwah LDII yang andal di tengah masyarakat.
Ketua DPW LDII Jawa Timur Moch. Amrodji Konawi mengatakan peserta yang dikirim adalah juru dakwah yang kerap mengisi ceramah di berbagai tempat. “Supaya lebih mempertajam kemampuan dan ilmu agama para dai, agar yang mereka sampaikan bisa lebih mengena pada hati masyarakat. Sebab, DPW LDII Jawa Timur berkewajiban untuk mencetak para juru dakwah yang andal,” ujarnya.
Dalam diklat tersebut para juru dakwah mempelajari pola dakwah yang bisa diterima oleh masyarakat, dengan teknik dan cara penyampaian yang baik dan santun.
“Kita tahu kebenaran Alquran dan Assunah Rasulullah SAW adalah mutlak hukumnya. Akan tetapi, ketika cara mendialektikan dan cara dakwahnya tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh masyarakat, maka kebenaran itu akan ditolak oleh masyarakat. Oleh karenanya butuh teknik yang bisa diterima masyarakat dan sesuai dengan budaya masyarakat,” imbuhnya.
Amrodji menegaskan Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, agama yang menerapkan kasih sayang terhadap sesama manusia dan alam semesta. Maka, sikap toleransi terus dibangun. Ia juga menolak keras paham radikalisme yang dapat merusak rumah kebangsaan Indonesia.
“Harapan kami semuanya, umat Islam terhindar dari faham-faham radikal yang dikaitkan dengan Islam. Justru bukan mengangkat Islam, namun malah merusak nama besar Islam. Kita tahu di Indonesia adalah multisuku, multibahasa, multietnik, multibudaya, dan multiagama,” tegasnya.
Sementara itu, pengasuh Ponpes Al Ubaidah Kertosono, Nganjuk, Habib Ubaidillah Al Hasany selaku narasumber diklat, mengatakan muballigh-muballighoh atau juru dakwah harus menguasai materi yang disampaikan dan mengikuti selera audiens saat berdakwah.
“Setinggi apapun penguasaan materinya tetapi kalau cara penyajiannya tidak sesuai dengan selera dari audiens, maka tidak menarik materi itu. Nilainya mungkin tidak seperti keagagungan ilmu yang dimilikinya,” ujarnya.
Habib Ubaid berharap keilmuan para muballigh-muballighoh tersampaikan sampai di hati masyarakat tidak hanya di telinga, tapi juga di hati dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi jariyah mereka. Maka yang ditekankan dalam diklat dai ini adalah menyangkut teknik, etika, seni.
“Ibarat ketika pesawat ketika take off dan landing harus smooth dan landai, tidak langsung menukik. Dengan demikian akan bisa dinikmati oleh penumpangnya,” terangnya.
Habib Ubaid berpesan para muballigh-muballighoh agar tak mempunyai niatan bersaing dengan juru dakwah lain. Ia menegaskan urusan agama diniati mencari pahala dan jariyah, sehingga mendapat suatu kebahagiaan di akhirat yaitu surga.
“Jangan sekali-kali merasa terkalahkan oleh yang lain, karena agama tidak ada persaingan. Di dalam agama tidak ada kontes, tidak ada mussabaqah, tapi yang ada adalah bersama-sama ballighu anni walau ayah. Melaksanakan perintah Allah dan Rasulullah SAW untuk menyampaikan pesan-pesan agama ini kepada umat,” tutupnya.
Semoga LDII terus bisa berkontribusi terhadap pembinaan karakter kepada masyarakat utamanya generasi penerus ( Generus) melalui juru dakwah yang berkualitas profesional, amiiinn