Klaten (14/2). DPD LDII Kabupaten Klaten menggelar workshop bertajuk “Sinkronisasi Penguatan Pendidikan 29 Karakter Luhur pada Sekolah Islam Terpadu di bawah Naungan DPD LDII Kabupaten Klaten”. Kegiatan ini berlangsung pada Rabu (29/1) di kantor Sekretariat DPD LDII Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Workshop tersebut diselanggarakan Bagian Pendidikan Umum dan Pelatihan (PUP) bekerja sama dengan Bagian Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga (PPKK) DPD LDII KLaten. Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Sri Sumarni. Ia memaparkan mengenai pentingnya pendidikan karakter dalam membangun peradaban bangsa.
Dalam sambutannya, Ketua DPD LDII Klaten, Sarjono menekankan keberhasilan suatu bangsa tidak hanya bergantung pada kecerdasan intelektual, tetapi juga pada karakter luhur yang kuat. Ia mencontohkan bagaimana negara-negara seperti Selandia Baru dan Finlandia sempat mengalami kemunduran akibat minimnya pendidikan karakter, hingga akhirnya berbenah dengan menempatkan pendidikan karakter sebagai prioritas utama.
“Pembangunan dan kesuksesan suatu bangsa tidak cukup hanya dengan kecerdasan, tapi harus dilandasi dengan karakter luhur yang kuat,” tegas Sarjono.
Ia menambahkan bahwa melalui workshop ini, peserta diharapkan dapat memahami dan mengimplementasikan 29 Karakter Luhur LDII di sekolah-sekolah Islam terpadu.
Sementara itu, dalam paparannya, Sri Sumarni menegaskan pendidikan karakter merupakan senjata utama dalam membangun peradaban. Ia mencontohkan kisah Nelson Mandela yang tetap memaafkan para penjaga penjara yang menyiksanya selama 27 tahun. Sikap tersebut mencerminkan kekuatan karakter yang luar biasa.
“Nelson Mandela mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah senjata dari perubahan peradaban suatu zaman, dan guru adalah ujung tombaknya. Generasi mendatang akan terbentuk sesuai dengan bagaimana karakter para gurunya,” ujar Prof. Sri Sumarni.
Ia juga mengutip ayat Al-Qur’an dalam Surah Al-Ahzab ayat 21 yang menyatakan bahwa salah satu misi utama kenabian adalah menyempurnakan akhlak manusia, serta hadis Rasulullah yang berbunyi Innama Buistu Liutammima Makarimal Akhlak” yang artinya “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.
Lebih lanjut, Sri Sumarni membandingkan sistem pendidikan di Jepang yang menanamkan pendidikan karakter sejak dini. Di Jepang, anak-anak hingga kelas 3 SD belum diajarkan mata pelajaran akademik secara formal, tetapi lebih difokuskan pada pendidikan karakter, kedisiplinan, dan tanggung jawab sosial.
“Karakter itu seperti ukiran di kayu, yang akan melekat dan membentuk seseorang hingga akhir hayatnya. Maka pendidikan karakter harus dimulai sejak usia emas, yaitu di tingkat TK dan SD,” jelasnya.
Saat sesi tanya jawab dan diskusi kelompok para peserta diberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman. Mereka juga dilibatkan dalam menyusun strategi penerapan pendidikan karakter di lingkungan masing-masing. (Rizal PM)
Mantab, lanjutken, semoga bermanfaat dan barokah…
Aamiin….