Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan
Dalam sarasehan panjang malam itu, seorang kawan dekat bercerita tentang cahaya. Seolah membuka aura jiwa, penuturannya pun menyingkap tabir makna. Pelan dan pasti, menunjukkan tubuh telanjang kebenaran di antara berjuta-juta kebaikan. Dengan pesan jelas; awas sepertinya.
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Apakah kamu menyuruh manusia untuk berbuat baik dan engkau lupakan dirimu sendiri, padahal engkau telah membaca Al Kitab, apakah kamu tidak berfikir?” (QS Al-Baqarah : 44)
Kisah dimulai dari sini. Seorang buta, yang berkunjung ke rumah temannya suatu malam, ditawarkan sebuah lentera untuk dibawa pulang bersamanya. “Saya tidak butuh lentera,” katanya. “Gelap atau terang adalah sama saja bagi saya.”
“Saya tahu bahwa anda tidak memerlukan lentera untuk melihat jalan,” jawab temannya, “Tetapi jika anda tidak membawanya, orang lain mungkin akan menabrak anda. Jadi, anda harus membawanya.”
Orang buta itu mulai berjalan dengan lenteranya dan sebelum ia berjalan terlalu jauh, seseorang menabrak dirinya. “Lihatlah jalan yang akan anda tuju!” ia berteriak kepada orang asing itu, “Tidak bisakah kamu melihat lentera ini?”
“Lilin anda telah habis, Saudara,” jawab orang asing itu.
Bisa jadi kita adalah orang buta itu, walau kedua mata kita bisa melihat. Atau serupa dengan nasib lilin tersebut. Yang habis dan mati, dengan membakar diri sendiri.
عَنْ جُنْدُبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْعَالِمِ الَّذِي يُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ وَيَنْسَى نَفْسَهُ كَمَثَلِ السِّرَاجِ يُضِيءُ لِلنَّاسِ وَيَحْرِقُ نَفْسَهُ
Dari Jundub bin Abdullah dia berkata, Rosulullah ﷺ bersabda; “Permisalan seorang alim yang mengajarkan manusia dengan kebaikan dan melupakan dirinya sendiri adalah seperti lilin yang menyinari manusia dan membakar dirinya sendiri.” (HR. Ath-Thabrani di Al-Mu’jam Al-Kabir)
Di dalam gelap, cahaya adalah mahkota. Ia sangat berharga. Ketika lilin menyala, harapan mulai tersebar bersamanya. Senang, ceria dan bahagia mengiringinya. Tetapi dari sumbunya, secara pelan tapi pasti, batang lilin berurai air mata meleleh bersedih. Meluruh, melepuh, mencair, seiring dengan nyala api menerangi segala penjuru. Ketika batang lilin habis, api pun padam. Tak ada bekas. Hanya gumpalan-gumpalan putih tak beraturan. Lilin itu memberikan manfaat kepada kita, namun dia menghancurkan diri sendiri sebagai taruhannya. Lilin adalah sebuah fenomena, yang acap kita jumpai dalam kehidupan ini. Dengan berbagai dinamikanya, mungkin kita ingat apa itu dayuts, al-mannan dan muflis? Itulah contoh-contoh yang tergolong sebagai fenomena lilin.
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma dengan sanad marfu’ – sampai pada Nabi ﷺ di mana beliau bersabda: ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَالْعَاقُّ وَالْدَّيُّوثُ الَّذِى يُقِرُّ فِى أَهْلِهِ الْخُبْثَ
“Ada tiga orang yang Allah haramkan masuk surga yaitu: pecandu khamar, orang yang durhaka pada orang tua, dan orang yang dayuts – tidak memiliki sifat cemburu – yang menyetujui perkara keji pada keluarganya.” (HR. Ahmad)
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ، وَالدَّيُّوثُ، وَثَلَاثَةٌ لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمُدْمِنُ عَلَى الْخَمْرِ، وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى
Dari Sâlim bin Abdullah (bin Umar), dari bapaknya, dia (Abdullah) berkata, “Rasûlullâh ﷺ bersabda, ‘Tiga orang yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihat mereka pada hari kiamat: anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki, dan dayûts. Tiga orang yang tidak akan masuk sorga: anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, pecandu khmar (minuman keras), dan Al-Mannan – orang yang menyebut-nyebut apa yang dia berikan.” (HR. An-Nasai)
Dari Al ‘Ala`, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda: أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا : الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لا دِرْهَمَ لَهُ وَلا مَتَاعَ ، فَقَالَ : إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Tahukah kalian siapa orang yang pailit (bangkrut)? Para sahabat menjawab: “Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta.” Nabi ﷺ berkata: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa, dan zakat; akan tetapi dia datang (dengan membawa dosa) telah mencaci si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini, menumpahkan darah si ini, dan memukul si itu; maka si ini (orang yang terzhalimi) akan diberikan (pahala) kebaikannya si ini (pelaku kezhaliman), dan si ini (orang yang terzhalimi lainnya) akan diberikan kebaikannya si ini (pelaku kezhaliman). Jika kebaikannya telah habis sebelum dituntaskan dosanya, maka (dosa) kesalahan mereka diambil lalu dilemparkan kepadanya kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
Semua orang bermaksud untuk memperbanyak amal sholeh. Mengisi pundi-pundi tabungan dengan kebaikan dan kebajikan. Namun, tidak terasa melakukan tindakan dan amalan yang kontraproduktif. Tidak menambah, malah mengurangi. Tidak menjaga, tetapi menghancur-leburkan. Bahkan sampai habis-habisan dan menghapus tuntas pahala baiknya. Alhasil merugi. Bangkrut dan minus.
Sebagai penggembala, jangan lirwa-kan keluarga dalam beramar-ma’ruf. Jangan lupakan kebutuhan pembinaan anak-anak kita. Jangan lupakan juga istri kita – keluarga dekat maupun jauh sebelum melangkah ke ranah yang lebih jauh lagi. Jangan kita bisa memberi nur – cahaya kepada orang lain, tetapi keluarga kita amburadul. Barangsiapa mengetahui ada keburukan pada keluarganya, istrinya atau anaknya, tetapi dia membiarkannya dengan alasan cinta atau lainnya, maka ia adalah dayûts. Dayûts termasuk orang yang tidak akan dilihat oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat.
Bersedekah itu baik. Sudah baik, juga hebat. Selain hebat juga bermanfaat. Barangsiapa bersedekah dan banyak, tapi tidak bisa menjaga lisan untuk tidak undat-undat atau mengungkit-ungkit itu bahaya. Itu adalah Al-Manan. Al-Manan termasuk orang yang tidak akan dilihat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat.
Juga jangan sampai muflis – alias bangkrut bin pailit. Dimana kita telah punya banyak tabungan amal menurut ukuran dunia – tetapi kita tidak bisa menjaga amal jelek kita. Akhirnya di akhirat amal baik kita habis untuk menebus amal jelek kita. Kita sholat, puasa, zakat, haji, membela dll, tapi kita juga mendholimi orang lain, kita ngrasani saudara kita, kita menjelekkan dulur sendiri dan perbuatan-perbuatan lain yang merusak amal kita. Inilah fenomena lilin; berbuat baik, tetapi sekaligus merusaknya sendiri dengan dahsyat.
Setiap saat kita selalu diingatkan, agar terhindar dari fenomena lilin ini. Jangan sampai salah niat, mal praktik dan menebar kejelekan tidak terasa. Keberhasilan kita tergantung pada kesiapan diri kita masing-masing. Melihat contoh kasus di atas, kita mafhum, bahwa mulut adalah sumber utamanya. Tidak mau nasehat akhirnya dayuts, berpangkal dari lisan. Muflis juga banyak disebabkan olehnya. Demikian juga dengan Al-Mannan dalam bersedekah. Jika kita tidak berhat-hati karenanya, maka tak ayal lagi mulut akan membakar semua itu seperti lilin yang sebenar-benarnya. Walau kita tetap siapkan lilin, kala mati lampu.
Atas amal sholih mengingatkan, kami syukuri
*الحمد لله جزاكم الله خيرا*
Alhamdulillah
Selalu ditunggu tulisan pak Faiz, karena punya pov yg unik
Jaza kumullohu khoiro