Salah satu warisan luhur, yang layak diajarkan terus-menerus dari generasi ke generasi, terlebih di zaman model sekarang ini adalah memaafkan. Di zaman ini terlalu banyak jiwa merasa bersalah dengan masa lalunya, sekaligus dendam dengan orang-orang yang tidak sejalan.
Meminjam penelitian di negara maju, sebagian besar penyakit manusia di zaman ini berkaitan dengan stres. Sebelum berbagai penyakit turunan dari stress berkunjung, indah sekali jikalau bisa memaafkan. Sebab tatkala memaafkan, sesungguhnya itu adalah tindakan mulia membawa jiwa keluar dari sebuah rumah yang sedang terbakar oleh amarah.
Kekuatan memaafkan adalah salah satu energi positif di dalam yang mempunyai kekuatan menyembuhkan yang dahsyat. Jiwa tidak saja sejuk dan lembut karena memaafkan, tapi juga bebas. Lepas. Tatkala memaafkan, bukan berarti ada pihak yang salah dan sebelah di posisi yang benar. Bukan. Pemahaman seperti ini sangat penting, sebab saat memaafkan, selain membawa jiwa keluar dari kawah dendam dan amarah, ia juga memercikkan air suci kedamaian pada jiwa yang ada di dalam. Ketenteraman pun datang.
Ada sebuah rahasia penting agar bisa benar-benar tulus memaafkan, tidak sekedar hiasan di mulut. Perlu diketahui bahwa biasanya kesulitan memaafkan tidak terletak pada besarnya kesalahan orang, melainkan karena besarnya ego di dalam. Untuk itu, kalau mau benar-benar bisa memaafkan, fokuskan energi tidak pada melihat kesalahan orang, tapi pada ego yang ada di dalam. Konkretnya, kapan saja Anda dihina sama orang, lihat gerakan api emosi di dalam. Lihat saja apinya sebagai api, tanpa judul negatif-positif.
Mirip dengan melihat kembang api yang dimainkan anak-anak, muncul sebentar kemudian hilang. Yang perlu diingat, jangan bereaksi baik dengan kata-kata maupun perbuatan. Karena reaksi apapun itu seperti menyiramkan bensin pada api yang sedang menyala. Jadi, asal tekun dan tulus berlatih seperti ini, suatu hari api ego di dalam mengecil. Di sanalah memaafkan itu tumbuh jadi lebih mudah.
عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ
“ مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullahi SAW, bersabda: “Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan, dan tiada seorang yang rendah hati (tawadhu) karena Allah kecuali Allah mengangkatnya.” (HR. Muslim)
Selanjutnya mulailah belajar memaafkan dari orang-orang yang kita cintai. Mereka adalah orang yang mempunyai hubungan emosi. Berilah mereka hadiah terindah yaitu dengan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka secara tulus. Mohon selalu diingat , tatkala kita memaafkan, kita juga sedang membuat beban-beban jiwa semakin ringan. Baik jiwa kita sendiri maupun mereka. Setelah memaafkan, terima mereka apa adanya. Sesederhana menerima bunga kamboja di tempat kering, bunga lotus di tempat yang basah. Anehnya, tatkala orang-orang yang dicintai dirawat seperti ini, yang pertama kali bunga jiwanya mekar adalah bunga jiwa orang yang memaafkan.
Tahap berikutnya, belajar memaafkan di tengah khalayak masyarakat. Semuanya berawal dari bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Lebih tinggi, setara atau lebih rendah. Di kedalaman keheningan pernah terdengar pesan seperti ini: “kehidupan hanya cermin Anda. Kalau Anda menyebut diri Anda bunga, maka Anda akan berjumpa bunga.”
Untuk itu, yakinkan diri dan setarakan dengan yang lain. Berpikir positif dan bersiap mekar menjadi bunga. Jika ada kekurangan dalam diri selalu lihat sisi-sisi berkah dari hidup Anda. Bila kulit Anda hitam, katakan ke orang di cermin hitam manis. Jika hidup Anda sederhana secara ekonomi, bilang ke orang di cermin untuk selalu belajar rendah hati. Dengan cara ini, pelan perlahan Anda bisa memaafkan diri dan orang lain.
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran: 134)
Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang.