Oleh Anton Kuswoyo, S.Si., M.T, Wakil Direktur Bidang Kemahasiswaan dan Sistem Informasi, Politeknik Negeri Tanah Laut
Ketua DPD LDII Kabupaten Tanah Laut
Persediaan bahan makanan pokok, khususnya padi, sangat penting di suatu daerah. Hal ini karena kebutuhan makanan pokok adalah yang utama dan tidak bisa ditunda-tunda. Bahkan sulit digantikan dengan jenis bahan makanan lainnya. Ketersediaaan yang dimaksud meliputi ketercukupan dari segi jumlah, kemudahan akses untuk memperolehnya, dan keberlanjutan dalam jangka waktu tertentu.
Kita saat ini dihadapkan pada ketidakpastian situasi dan kondisi. Bencana alam yang dapat menimpa kapan saja cukup mengancam konsisi persawahan sebagai sumber produksi tanaman padi. Belum lagi berbagai jenis hama yang juga bisa menggagalkan panen kapan saja.
Sementara pandemi Covid-19 juga belum tahu kapan akan berakhir. Adanya pandemi ini juga menyulitkan impor beras dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Apalagi selama ini negara kita sudah terbiasa impor beras dari luar negeri. Oleh sebab itu, guna mengantisipasi krisis pangan, Pemerintah Daerah sangat perlu segera memiliki lumbung padi di masing-masing kecamatan. Hal ini agar padi dari daerah, tidak dijual keluar daerah. Ketersediaan padi perlu ditampung dalam lumbung-lumbung padi sebagai persediaan disaat paceklik nanti.
Dimungkinkan daerah-daerah lain juga akan mengalami kekurangan padi akibat banjir yang melanda hampir seluruh wilayah di Kalimantan Selatan awal tahun tadi. Juga melanda provinsi lainnya sehingga banyak area persawahan yang rusak dan gagal panen.
Pemerintah daerah perlu segera berkoordinasi dengan para camat agar realisasi lumbung padi dapat segera diwujudkan. Hal ini karena jika lumbung padi tidak diwujudkan, maka para petani akan menjual padi ke tengkulak untuk kemudian dijual lagi keluar daerah. Lambat laun padi dari dalam daerah akan didistribusikan ke daerah-daerah lainnya.
Lumbung padi ini ibarat tandon air di sebuah rumah. Tatkala air PDAM tidak mengalir dalam waktu tertentu, penghuni rumah masih punya persediaan air yang bisa digunakan setiap saat. Semakin besar tandon air, akan semakin lama air dapat digunakan. Demikian pula halnya dengan lumbung padi.
Tentunya secara teknis, padi dari petani dibeli oleh pengelola lumbung padi untuk disimpan dan dijual kembali saat krisis pangan melanda. Pengelola lumbung padi bisa dibentuk dari kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan). Bisa juga dari koperasi, BUMDes, maupun lembaga lain yang dibentuk oleh pemerintah setempat. Poin penting dari lumbung padi ini ialah untuk melindungai masyarakat dari krisis pangan terutama disaat terjadi puso, gagal panen, bencana alam, dan lain sebagainya.
Hal lain yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi krisis pangan ialah dengan melakukan gerakan diversifikasi pangan nonberas. Diversifikasi pangan ialah program yang dimaksudkan agar masyarakat tidak terpaku pada satu jenis makanan pokok saja dan terdorong untuk juga mengonsumsi bahan pangan lainnya sebagai pengganti makanan pokok yang selama ini dikonsumsinya.
Sebenarnya Indonesia cukup kaya dengan pangan lokal pengganti beras. Indonesia memiliki 77 jenis pangan sumber karbohidrat, 75 jenis pangan sumber protein, 110 jenis rempah dan bumbu, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 26 jenis kacang-kacangan, dan 40 jenis bahan minuman, (Dirjen Tanaman Pangan, 2020).
Beberapa bahan pangan lokal Indonesia yang memiliki potensi cukup tinggi diantaranya ialah singkong atau ubi kayu, ubi jalar, pisang, kentang, sukun, jagung, sorgum, keladi, ganyong, gadung, gembili, garut, porang, hanjeli, dan hotong.
Selain berbagai jenis pangan lokal tersebut banyak di berbagai daerah, juga memiliki keunggulan dari sisi kandungan gizi antara lain: singkong memiliki kandungan serat tinggi dan angka indeks glikemik rendah, ubi jalar kaya akan vitamin dan antioksidan, pisang kaya akan vitamin dan mineral, serta talas memiliki kandungan kalsium yang tinggi (Badan Ketahanan Pangan, 2020). Fakta tersebut menunjukkan bahwa konsumsi pangan yang beragam merupakan aspek penting untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.
Diversifikasi pangan lokal merupakan sebuah keniscayaan bagi 267 juta rakyat Indonesia, agar terhindar dari krisis pangan. Hal ini karena selain ribuan hektare sawah di berbagai daerah terendam banjir awal tahun 2021. Sementara fakta lainnya ialah luasan sawah sebagai sumber produksi padi, tiap tahun kian menyusut luasannya.
Penyusutan luasan sawah paling besar disebabkan oleh meluasnya daerah pemukiman dan proyek infrastruktur. Direktur Jenderal Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang dan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada tahun 2018, mengatakan bahwa setiap tahun luas area pertanian yang hilang mencapai 150.000 hingga 200.000 hektar. Berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan akan berdampak pada semakin melebarnya impor bahan pangan beras.
Menyusutnya luasan sawah yang berarti bahwa produksi padi juga kian berkurang, harus diimbangi dengan program diversifikasi pangan lokal nonberas. Pemerintah perlu segera mengkampanyekan program ini, agar masyarakat pun mulai terbiasa dengan pangan lokal dan terhindar dari krisis pangan. (Artikel ini dimuat di Koran Banjarmasin Post edisi 5 Maret 2021)
Menambah ilmu pengetahuan smoga bisa menerapkan, Ajkro pa