Pertama saya terjatuh dari motor karena tidak sengaja. Ketika ada dua motor terjatuh dari arah belakang, saya dalam posisi berhenti menunggu antrian masuk ke sebuah gang. Akhirnya, as roda belakang saya kena hantaman 2 motor yang meluncur tak terbendung. Saya pun ikut terguling jatuh, setelah menjadi bantalan pemberhentian 2 korban tersebut. Tak ada yang cidera. Alhamdulillah. Namun akibatnya shock breaker belakang bengkok.
Berikutnya, ketika pulang malam habis badminton. Ketika asyik selip sana – selip sini, pas giliran di perempatan dekat jalan layang Veteran, saya mencoba mengurangi kecepatan. Rem pun ditarik. Sayang banyak kerikil di jalan tersebut, dan pengereman kurang pas. Duluan depan daripada belakang. Saya pun tak kuasa menguasai keseimbangan karena posisi yang salah. Akhirnya nyosrok – tergelincir sendirian. Tak ada cidera, tak ada luka. Hanya spion kanan patah, setelah beradu dengan aspal.
Kemudian ketika mengamati cara wudhunya, membuat hati ini tertegun tak karuan. Rupanya perlu terus bersabar, sabar dan banyak sabar untuk terus mengingatkan. Dari ilmu mungkin sudah dikaji habis. Dry run (contoh praktik gerakan wudhu kering tanpa air) sudah dilakukan. Wet drill pun (contoh praktik gerakan wudhu dengan air) sudah diberikan. Nyatanya, dalam episode pelaksanaan yang sebenarnya banyak yang belum pas. Terutama dalam hal membasuh. Maka, sembari menasehati dan membenarkan amalan dasar ini, lagi – lagi menjadi cambuk bagi diri ini untuk isbaghul wudhu (menyempurnakan wudhu) yang sebenarnya. Ternyata kesalahan yang dilakukan anak saya, masih saya lakukan juga. Dan tak menutup kemungkinan juga dilakukan oleh orang dewasa lainnya. Kesalahan itu adalah dalam hal membasuh kedua kaki. Sering sekali anak saya cuma membasahi kedua kaki saja. Membolak – balik kaki, di bawah derasnya pancuran air kran. Tanpa menggosoknya dengan jemari tangannya. Kenapa?
Dalam suatu kesempatan, Ustadz H. Abdurahman Ruziqiani dalam pengajian Shohih Bukhary Juz 1 – Bab Wudhu menjelaskan, “Al-ghuslu atawa membasuh kaki itu ya harus dengan air yang mengalir (sampai mengalir or mili-mili) dan digosok-gosok dengan jari-jari tangan. Tidak cukup hanya disiram tanpa dibasuh (digosok dengan tangan), walaupun sama-sama basahnya. Pun dengan air berlimpah dan mili-mili. Diguyur dengan gayung atau di bawah derasnya pancuran kran.”
Memang ada situasi yang mendukung kelakuan di atas. Yaitu letak kaki dan tangan yang berjauhan, sehingga membuat malas si empunya untuk membungkuk mendekatkan keduanya. Menggerakkan tangan membasuh kedua kaki. Pertama menyela – nyela jari – jari kaki. Dan kedua membasuh ujung tumit. Membungkuk ogah, mengangkat kaki takut basah, nyiprat ke mana – mana.
Penjelasan perihal di atas dilengkapi dengan sederat atsar yang mantap. Dari Abu Ayub al-Anshari ra dia berkata, Rasulullah SAW bersabda; “Alangkah baiknya orang – orang yang menyelang – nyeling jarinya dari umatku.” (Rowahu at-Thabrani Fi Mu’jam Al-Kabir dan Imam Ahmad)
Dari Abdullah bin Masud ra dia berkata, Rasulullah SAW bersabda; “Selang – selinglah jari –jari yang lima, jangan sampai Allah menyisipkan api neraka ke dalamnya.” (Rowahu at-Thabrani Fi Mu’jam Al-Kabir secara mauquf).
Dari Abdullah bin Masud ra dia berkata, Rasulullah SAW bersabda; “Basuhlah jari – jari dengan air secara mantap atau api yang akan membakarnya secara dahsyat.” (Rowahu at-Thabrani Fi Mu’jam Al-Ausath secara marfu’ dan Mu’jam Al-Kabir secara mauquf).
Dari Abdullah bin Amr ra. sesungguhnya Rasulullah SAW melihat suatu kaum yang berwudhu sementara tumitnya masih berwarna (karena tidak tersentuh air), maka Beliau SAW bersabda; “Celaka bagi tumit – tumit itu, ia akan dijilat oleh api neraka. Sempurnakanlah wudhu.” (Rowahu Muslim, Abu Dawud).
Nah, nasehat itu sangat menyentil sekali. Betapa saya masih sering mencuci kaki hanya dengan menyiramnya saja. Dan ini tidak termasuk katagori membasuh tentunya. Sebab sudah jelas tertulis di dalam nas-nya bahwa dalam wudhu itu disyariatkan membasuh kaki – ghuslu rijlaini. Kata yang dipakai adalah ghosala (membasuh) bukan yafsahu (fasaha) yang berarti mengusap, juga bukan yadhihu atau menyiram kaki. Sekarang saya melihat hal serupa pada diri anak – anak saya.
Jika memang cara membasuh kita benar, tentu tidak lagi terdengar cerita orang – orang yang mendapati kotoran masih menempel di kakinya. Biasanya sebagian orang baru sadar sehabis sholat, kalau ada kotoran di kakinya. Atau diingatkan oleh teman di belakangnya. Atau tumbuh jamur di lipatan jemari kakinya. Sebab kurang bersih membasuhnya. Tidak diselani dengan jari (tangan) ketemu jari (kaki). Ini (mungkin) bukti kalau cara wudhunya tidak sempurna. Padahal sempurnanya sholat ditentukan pula oleh sempurnanya wudhu. Maka tak heran, kalau saya agak cerewet terhadap anak saya dalam hal wudhu ini. Walau hasilnya masih kucing – kucingan. Asal kelewat, lupa ngomong, pasti business as usual. Mungkin anak – anak saya belum memahami arti pentingnya sebuah ritual wudhu sebagaimana hadits berikut atau yang semisal.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Apabila seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu lalu dia membasuh wajahnya, maka seluruh kesalahan yang dia lihat padanya dengan kedua matanya keluar dari wajahnya bersama air, atau bersama tetes air yang terakhir. Apabila dia membasuh kedua tangannya, maka seluruh kesalahan yang diperbuat oleh kedua tangannya keluar dari tangannya bersama air, atau bersama tetes air yang terakhir. Apabila dia membasuh kedua kakinya, maka seluruh kesalahan yang dia perbuat dengan kedua kakinya akan keluar bersama air, atau bersama tetes air yang terakhir, sehingga dia kluar dari dosa-dosa dalam keadaan bersih.”(Rowahu Malik, Muslim dan at-Tirmidzi)
Di sela waktu tersisa dan kesempatan yang ada, saya bersyukur masih bisa membimbing putra – putri kami seadanya. Semampunya. Andai kesibukan datang menerjang, menyita kebersamaan, tentu beban semakin membahana. Alhamdulillah Allah masih memberi waktu. Walau kali ini hanya bicara masalah yang mungkin orang menganggap remeh dan kecil, yaitu: membasuh.
Oleh : Faizunal Abdillah