DPP LDII mengajak seluruh rakyat Indonesia menghormati para guru. Guru di sini tak sebatas pengajar di sekolah, tapi juga orangtua, para kyai, mubaligh, dan mereka yang berjasa dalam mendidik anak bangsa.
“Walaupun para ulama tidak mengajarkan pendidikan formal, namun pendidikan pesantren telah menelurkan para tokoh-tokoh nasional yang tidak perlu diragukan kompetensinya,” ujar Ustadz Ari Sriyanto Sekretaris MUI Provinsi Bangka Belitung, sekaligus Ketua DPW LDII Bangka Belitung.
Ari menyontohkan Jepang yang kalah perang pada Perang Dunia II, membuat Kaisar Hirohito mencari guru sebagai kebijakan pertama. Ia mengabaikan militer atau pengusaha, agar anak-anak Jepang memperoleh pendidikan terbaik. Jepang betul-betul konsentrasi mencari guru bukan mencari tentara, jenderal atau pengusaha.
LDII pada Munas VIII 2016 mengampanyekan #AyoHormatiGuru. Tema ini menjadi sangat penting sebagai bentuk apresiasi kepada para guru yang telah mendarmakan dirinya untuk bangsa dan negara tercinta ini. Gerakan ini menjadi penting, menurut Ari, karena tidak sedikit guru yang dikriminalkan oleh oknum anak didik sendiri maupun oleh orang tuanya akibat kesalahpahaman atau informasi sepihak yang tidak utuh.
Menurut Ari, pergeseran moral anak bangsa menggejala pada kurang ta’dzim/takzim atawa menghormat kepada guru, yang ditandai dengan maraknya kasus tindak kekerasan dan kriminalisasi terhadap guru, dengan berbagai alasan dan pembenaran emosional yang semestinya tak perlu terjadi.
Ia mengingatkan, kemajuan kolektif tidak hanya bersifat fisik dan material, melainkan tumbuh suburnya nilai dan pranata keimanan, serta semakin menipisnya nilai dan pranata keburukan dan kemungkaran. Kemajuan budaya bagi suatu bangsa berarti bangsa ini menyadari kembali jati dirinya yang telah lama tererosi.
“Jati diri bangsa Indonesia itu antara lain sebagai bangsa pejuang yang membenci segala bentuk penindasan, bangsa yang mandiri dan menolak segala format ketergantungan, serta bangsa yang terbuka terhadap perubahan dan menolak eksklusifisme atau fanatisme sempit,” ujar Ari.
Bangsa yang maju tak selalu berarti meninggalkan nilai-nilai religius, tradisional dan lokal, sepanjang itu masih mencerminkan substansi kebaikan dan kebenaran universal. Namun, bangsa yang mau adalah bangsa, yang mampu memadukan nilai-nilai modern yang lebih baik dengan warisan tradisional yang sesuai tuntutan zaman, yang berbasis keimanan.
Di sinilah pentingnya peran guru dalam membangun karakter bangsa. Menurutnya kesalehan individual semestinya mewujud menjadi kesalehan sosial. Maka, mata pelajaran atau matakuliah yang menggarap aspek kepribadian seperti pendidikan agama dan pendidikan Pancasila dapat difungsikan sebagai medium untuk membangun manusia sehat. Sehat jasmani, rohani dan sosial. Pada gilirannya, dengan kekuatan kolektif membangun lingkungan hidup kemanusiaan yang sehat pula. Bermuara pada terwujudnya peradaban nilai yang sehat, dan menggantikan peradaban materi yang menggejala.
Oleh karena itu, persiapan pembentukan generasi yang akan datang mutlak suatu keharusan yang tidak bisa dibantah lagi. Sehingga perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, baik yang berkaitan dengan akidahnya, pendidikannya, muamalahnya, juga yang berkaitan dengan akhlaknya, sehingga pergantian generasi menghasilkan generasi baru yang lebih baik daripada pendahulunya.
Tugas seorang guru bukanlah satu tugas yang mudah dan bukan boleh dilakukan oleh semua orang. Justeru itu, kerjaya sebagai seorang guru dianggap sebagai satu tugas yang sangat mulia dan istimewa.
Rasulullah sallallahualaihi wasallam bersabda; “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan pandangannya).”