Mengenang saat itu …Selasa, 1 Juli 2008, Pk. 00.30
Tanggal tersebut masih saya ingat. Itu adalah hari dimana pengumuman SNMPTN 2008 dilakukan. Detik-detik penantian menjelang pukul 00.00 menjadi sangat menggairahkan, sekaligus mendebarkan. Akankah saya diterima di kampus itu, atau jalan lain yang harus saya tempuh. Menjelang tengah malam tersebut, hati mulai tak tenang, tidur pun tak bisa. Tak bisa menunggu keesokan harinya, malam itu juga saya putuskan untuk keluar rumah, mencari warnet yang masih buka. Berbekal kartu ujian SNMPTN di saku, saya mengayuh sepeda hitam yang sudah lama menemani perjuangan. Kususuri berbagai jalan, namun tak kunjung kutemui warnet yang masih beroperasi. Akhirnya ku tempuh juga jalanan di depan TMP Pahlawan. Sepi, dingin, dan penuh misteri. Alhamdulillah, masih ada warnet yang buka tak jauh dari Polsek. Dengan perasaan yang semakin menegang, kumasukkan nomor ID ujian ke web pengumuman SNMPTN. Loading kali ini terasa sangat lama walaupun koneksi internet seharusnya sedang berjaya di jam seperti ini. Sekali mencoba….tiba-tiba keluar informasi bahwa nomor tersebut tidak tercantum. Apakah artinya saya tidak lulus? Kucoba sekali lagi, dan sama. Untuk meyakinkan diri, kucoba memasukkan nomor random. Eh ternyata ada yang bisa, ada yang diterima di FMIPA suatu universitas, dan nama orang tersebut tercantum. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa memang saya tidak lulus. Jawaban atas hasil tersebut hanyalah istirja’.
Gerimis tipis menambah sendu suasana. Perjuangan dan kerja keras selama ini terbayang di angan. Tangisan menjelang kelulusan SMA terbayang kembali. Betapa saya menangis tersedu manakala dibangkitkan motivasi untuk memandang masa depan. Tangisan tersebut yang menjaga saya untuk tetap berjuang, bagaimanapun kondisinya. Tangisan tersebut yang menyadarkan saya, bahwa ada orang tua dan keluarga yang menanti kabar gembira dari saya. Tetesan air mata tersebut..hadir kembali malam itu. Hati terasa sesak, seolah belum bisa menerima. Tak mau terus terpuruk, saya segera mengambil air wudhu dan solat malam. Isakan tangis yang saya tahan sambil solat, mungkir terdengar oleh Mama, yang mungkin tak tega melihat saya susah. Doa malam itu, melebih khususnya doa di waktu biasa. Betapa saya berpasrah, menyerahkan semua pada Alloh. Biarlah Alloh yang Maha Mengetahui, memberikan apa yang terbaik untuk saya. Sepenuhnya saya menyerah. Alhamdulillah setelah itu, hati terasa begitu ringan, bebas dari beban dan angan-angan. Ketika ada kawan yang sms menanyakan hasil seleksi tersebut, saya jawab dengan enteng : seperti menggosok frutang “Coba Lagi”.
Semenjak itu, kegagalan adalah hal yang tak istimewa, dan paling sering saya jumpai terlebih dahulu. Nyaris tidak pernah ada kesuksesan yang saya raih dari percobaan pertama. Kegagalan menjadi hal wajar dan biasa. Namun di setiap kegagalan, saya coba untuk belajar. Sayang jika harga besar yang harus dibayar dengan kegagalan tidak diiringi dengan mengambil pembelajaran. Pembelajaran dari kegagalan ini mungkin tidak semuanya bisa diperoleh dari buku bacaan. Permasalahan dan kondisi yang bervariasi menjadi pembatasnya. Pesan-pesan orang yang pernah gagal belum tetntu berbekas di hati kita, karena setiap orang memiliki masalahnya masing-masing. Jadi tidak salah jika dikatakan bahwa pengalaman memang guru yang paling baik, karena pengalaman pribadi paling menggambarkan masalah diri.
Pokoke, ra bakal nyerah
Teringat dengan perkataan atlit lari 100 meter di youtube, Derek Reymond “ jika Anda tidak menyerah, Anda tidak akan gagal”, membuat saya terus terpacu. Ternyata salah satu kunci kesuksesan itu sederhana, yaitu tidak menyerah. Manakala hidup terasa berat, beban begitu hebat, pikiran telah penat, fisik hampir sekarat, namun satu jengkal didepan kita mungkin saja adalah kesuksesan. Yang membuat diri meyerah terkadang hanya masalah kesabaran. Seberapa sabar diri ini mampu menanggung beban dan penderitaan. Yah, ngomong sih memang gampang. Kenyataannya… saat masalah datang menghantam, euforia tentang pantang menyerah meluap begitu saja. Bukan sekali dua kali, namun seringkali. Berapa kali saya mengeluh dalam hidup ? berapa kali saya melarikan diri dari masalah ? berapa kali saya menghianati diri sendiri ?
Ternyata ada hal lain yang belum cukup saya miliki. Ada satu hal yang penting namun sering hilang dikala dibutuhkan. Itu adalah syukur. Rasa syukur mudah diucapkan dan diungkapkan manakala kebaikan dan kesenangan yang diterima. Padahal kita diperintahkan oleh Alloh untuk selalu bersyukur. “Barang siapa yang bersyukur, maka Alloh akan menambah nikmatnya, dan barang siapa yang kufur (tidak bersyukur), maka siksa Alloh pedih untuknya” (surat Ibrahim : 7). Cukup dengan bersyukur, maka insya Alloh kebaikan menanti setelah kegagalan/permasalahan yang dihadapi. Namun apa yang bisa disyukuri dari permasalahan dan kegagalan yang terjadi ?
Pertama, Alloh tidak mencoba hambaNya dengan sesuatu yang diluar kemampuan. Artinya tugas kita saat itu hanyalah yakin bahwa kita pasti mampu melaluinya. Selanjutnya adalah bersabar. Bentuknya sabar yaitu mencari jalan. Ketika tujuan A tidak menemui hasil, pilihannya ada dua, yaitu tetap melewati rute yang sama menuju A dengan cara yang berbeda, atau memilih rute yang lain yang menuju ke A. Ibarat berjalan di Gua Jepang yang gelap, meski menabrak-nabrak dinding gua, karena terus bergerak, suatu saat tampak pula secercah cahaya menuju pintu keluar. Kita tidak mengetahui apa yang ada dihadapan kita, hanya Alloh yang tau, maka bukan tugas kita untuk menentukan nasib kita. Tugas kita hanya berusaha dan berdoa, adapun hasilnya ya serahkan pada Sang Kuasa. Dari poin pertama ini, dapat disimpulkan bahwa kita perlu bersyukur karena dengan permasalahan atau kegagalan, Alloh telah memberikan kesempatan untuk berkembang, meningkatkan kapasitas diri, dan menjadi lebih dewasa.
Kedua, haru disyukuri bahwa permasalahan dan kegagalan yang sering menghampiri, membuat diri senantiasa ingat pada Sang Pencipta. Bahwa tidak ada zat yang boleh disembah kecuali Alloh SWT. Bahwa dengan permasalahan yang menimpa, membuktikan betapa kecilnya kita sebagai manusia. Betapa tak berdayanya manusia dengan apa yang telah Alloh qodarkan. Betapa hinanya manusia yang kadang sombong dengan pencapaiannya. Dengan usaha apapun yang telah dicurahkan, tidak ada artinya manakala Alloh tak berkehendak.
Doa mempeng, tirakat banter.
Ketiga, dengan permasalahan dan kegagalan yang menimpa, membuat kita berpeluang untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik daripada yang diharapkan sebelumnya. Seperti arti dari doa ketika mendapat musibah/ kesusahan “ Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Allohumma’jurni fii musibati wa akhlif li khoiron minha”: Sesungguhnya semua bagi Alloh, dan Alloh lah tempat kembali. Ya Alloh, berikanlah ganjaran/pahala atas musibah/kesulitan ku dan gantilah dengan yang lebih baik”. Maka sudah sepatutnya kita bersyukur karena Alloh telah menqodarkan sesuatu yang lebih indah. Selanjutnya maukah kita terus berusaha dan bersabar ?
Seberat apapun permasalahan, ternyata masih bisa kita syukuri jika kita mau menghayati. Bagaimanapun keadaanya, carilah jalannya syukur. Betapa ruginya dihidup yang singkat dan sekali ini, jika perasaan susah dan sedih yang mendominasi. Maka bukan lagi menjadi halangan, susah –senang, kaya –miskin , sehat – sakit, sempat – sempit, untuk selalu bersyukur.
sumber: http://whymashen.wordpress.com/2013/04/11/mensyukuri-kegagalan/
oleh: Hendra Haryansyah