Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Entah kenapa, sering kali bayangan itu seolah nyata. Hadir bersama, ketika membaca riwayatnya. Entah sebab apa, selalu gemetar diri ini, kala mengangkat gelas untuk meneguknya. Entah bagaimana, setiap kali mengulang narasinya bergemuruh di dada. Entah apa yang terjadi, kadang tak kuasa menahannya. Bahkan bibir pun bergetar mengikutinya. Dengan getar-getar yang menjalar ke sekujur tubuh. Kesombongan pun runtuh.
Banyak hal yang belum bisa dioptimalkan. Banyak kemudahan yang telah Allah berikan. Ujung-ujungnya terbengkelai. Dulu memang beda dengan sekarang. Namun, nilai keimanan tetaplah standar. Orang-orang salaf – para pendahulu dan pembela agama Allah, tetaplah menjadi tuntunan. Dan diri inipun sadar penuh hakikat dari kebenaran wasiat indah ini.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu ‘ahnu, beliau berkata: Rasulullah (ﷺ) bersabda,”Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti Gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya.” (Muttafaqun alaihi).
Subhanallah…!
Mungkin ada resonansi jiwa dari perasaan yang mirip, merasa senasib sepenanggungan. Pernah miskin dan kelaparan. Mungkin empati mendalam dan sebentuk pengagungan. Mengingat mereka adalah orang-orang hebat keimannya. Pun rasa keingintahuan dengan bumbu penasaran yang begitu besar. Apalagi kalau bukan khasanah ilmu. Bisa juga rasa minder yang sangat payah, hingga membuat tak berdaya. Karena kesadaran dan perkebangan zaman. Namun harus berani untuk mencoba dan membacanya untuk memperoleh hikmahnya. Inilah kisahnya.
Dari Abu Huroiroh ra., dia mengatakan, ‘Demi Allah yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain-Nya, sungguh aku pernah menempelkan perutku ke tanah karena lapar, dan pernah mengikatkan batu di perutku karena lapar. Suatu hari aku duduk di jalan yang biasa dilewati oleh para sahabat saat keluar, lalu Abu Bakar lewat dan aku bertanya kepadanya tentang suatu ayat, dan tidaklah aku bertanya kepadanya kecuali agar dia memberiku makan, namun dia lewat tanpa melakukan apa yang kuinginkan. Kemudian setelah itu lewat Umar, dan aku bertanya kepadanya tentang suatu ayat, dan tidaklah aku bertanya kepadanya kecuali agar dia memberiku makan, namun dia lewat tanpa melakukan apa yang kuinginkan. Kemudian setelah itu Abul Qosim (ﷺ) lewat dan beliau tersenyum saat melihatku. Beliau mengetahui apa yang tersirat diwajahku dan terbersit dalam jiwaku. Kemudian dia bersabda, “Wahai Abu Huroiroh!” Aku menjawab, ‘Labbaik, wahai Rasulullah.’ Beliau (ﷺ) bersabda, “Ikutlah denganku.” Kemudian beliau lewat dan aku mengikutinya. Lalu beliau hendak masuk rumah, beliau meminta izin dan setelah mendapatkan izin untuk masuk, beliau masuk dan mendapatkan susu dalam sebuah wadah (kendi), maka beliau bertanya, “Dari mana susu ini?” Penghuni rumah menjawab, ‘Fulan atau Fulanah menghadiahkannya kepadamu.’ Beliau (ﷺ) bersabda, “Wahai Abu Huroiroh!” Aku menjawab, ‘Labbaik, wahai Rasulullah.’ Beliau (ﷺ) bersabda, “Temuilah Ahlus Shuffah dan undanglah mereka ke sini.”
Abu Huroiroh mengatakan, Ahlus Shuffah adalah tamu islam, mereka tidak bernaung pada keluarga dan harta atau pada seseorang. Apabila Nabi mendapatkan sedekah, beliau mengirimkannya kepada Ahlus Shuffah, tanpa mengambil sedikitpun darinya. Sedangkan apabila beliau diberikan hadiah, maka beliau mengirimkannya kepada Ahlus Shuffah dan mengambilnya sedikit dan menikmatinya bersama mereka.
Ini (perintah mengundang Ahlus Shuffah) membuatku merasa tidak enak. Aku mengatakan dalam hatiku, ‘Apalah arti sekendi susu ini bagi ahlus Shuffah. Aku berhak mendapat seteguk susu ini agar aku mendapatkan kekuatan. Jika mereka sudah datang, pastilah Rasulullah (ﷺ) menyuruhku untuk memberikannya kepada mereka. Dan aku tidak tahu apakah susu ini akan sampai pada giliranku?’ Akan tetapi taat kepada Allah dan Rasulnya adalah suatu keharusan, maka akupun mendatangi mereka dan mengajak mereka. Mereka datang dan meminta izin untuk masuk. Rasulullah (ﷺ) mempersilahkan mereka masuk dan mereka duduk di dalam rumah. Beliau bersabda, “Wahai Abu Huroiroh!” Aku menjawab, ‘Labbaik, wahai Rasulullah.’ Beliau (ﷺ) bersabda, “Ambillah susu ini dan berikanlah kepada mereka.” Lalu aku mengambil kendi itu, lalu aku memberikannya kepada salah satu dari mereka, lalu mereka minum sampai puas. Setelah itu dia mengembalikan kepadaku (begitu seterusnya) sampai berakhir pada Rasulullah (ﷺ), sementara semua ahlus shuffah sudah kenyang. Beliau (ﷺ) mengambil kendi itu sambil tersenyum dan bersabda, “Wahai Abu Huroiroh!” Aku menjawab, ‘Labbaik, wahai Rasulullah.’ Beliau (ﷺ) bersabda, “Tinggal aku dan engkau.” Aku mengatakan, ‘Benar wahai Rasulullah.’ Beliau (ﷺ) bersabda, “Duduklah dan minumlah.” Lalu aku minum. Beliau (ﷺ) bersabda, “Minumlah!” Lalu aku minum sementara beliau terus saja mengatakan, ‘Minumlah!’ sampai aku mengatakan, ‘Tidak Demi dzat yang mengutusmu dengan haq, aku sudah tidak mendapatkan tempat lagi untuknya.’ Beliau bersabda, “Berikan kepadaku!’ lalu aku memberikan kendi itu kepada beliau, lalu beliau memuji kepada Allah, kemudian membaca bismillah dan meminum sisa susunya.” (HR Bukhari)
Masya Allah! Lahaula wala quwwata illa billah.
Mau melihat dari sisi ahli shuffah (penghuni emperan masjid), mau menengok posisi Abu Huroiroh, atau meneladani Rasulullah semua terasa nyata; berat, jauh dan agung. Berat perjuangan hidupnya untuk menegakkan kalimat Allah. Jauh dijangkau oleh umat sekarang maqam mereka. Dan agung kedudukannya dalam khasanah keilmuan, islam dan iman. Banyak pembelajaran, teladan, hikmah yang dapat diambil darinya. Paling sederhananya masalah antrian. Budaya antri yang belum terbentuk dengan apik di bumi ini. Ada teladan kesenangan berbagi makanan, walau sedikit. Dan sikap mengutamakan liyan melebihi diri sendiri. Ini adalah cerminan iman. Juga masalah taat terhadap perintah, sebuah mukjizat dan seonggok kesalihan pemimpin; ikhlas, mengerti dan melayani. Apalagi menyangkut perut, yang banyak orang bilang gak bisa ditunda. Gelap mata dan terabas saja. Yang penting kebagian. Dalam agama yang agung ini disajikan retorika dengan adi luhungnya.
Sekarang, dalam realita hidup ini, kita tak pernah berteman lapar. Bahkan sebelum datang, kita sudah mengusirnya. Tatkala ibadah terasa payah, bukan disebabkan kelaparan, tetapi karena kekenyangan. Jadi, tidak salah jika kita merasa gerah, tidak khusyu’, tergesa-gesa dalam hidup dan ibadah ini. Penawaran begitu gencar, sedangkan kita memasang nafsu terlalu longgar. Oleh karena itu, jika sedang menikmati segelas atau sekotak susu, ingatlah selalu hadits di atas. Dan jangan lupa berdoa untuk kebarokahannya, agar susu tetaplah susu (sana untung, sini untung).
Subhanallah, masya Allah, sesuatu yang patut kita teladani
Masyaallah
Alhamdulillahi jazaa kaullohu khoiro pak🙏. Sehat selalu🙏
subahanallah, masyaallah semoga ldii sehat selalu
subahanallah, masyaallah semoga ldii sehat selalu dan terus lancar dan ldii mantab joss