Oleh: Faizunal A. Abdillah
Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Berikut ini bukanlah ayat, ia hanya sebuah puisi. Izinkanlah hadir untuk menjadi bahan bertumbuh. Sebagai jembatan pemahaman, materi pendalaman atau apalah yang intinya membantu memperluas cakrawala dalam mengarungi hidup ini. Sebab kadang banyak hal tidak seperti yang terlihat, sebagaimana firman Allah;
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Maka sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, melainkan yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj:46) Melengkapi ayat ini, mari kita simak puisi ini dengan teliti.
Jangan kau seperti iblis.
Hanya melihat air dan lumpur, ketika memandang Adam.
Lihatlah di balik lumpur.
Ada beratus-ratus ribu taman yang indah.
(Jalaludin Rumi, Lihatlah yang Terdalam)
Sebait puisi indah itu mengajarkan banyak hal akan kekurangan hidup ini. Sudah beribu kali kita membaca dan dibacakan cerita Iblis yang menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam, rasanya masih sepi makna. Padahal masih banyak yang bisa kita cari dan gali, untuk dijadikan pelajaran berharga darinya. Sombong, arogan, besar kepala, sok jagoan, merasa pol sendiri adalah makna yang sering mengemuka. Tidak taat, membangkang, songong adalah stempel yang melekat padanya. Dan itu tidak salah. Jangankan manusia biasa, Nabi Musa pun masih protes kepada Nabi Adam kenapa sampai tergoda dan terusir dari surga. Gara-gara Iblis. Namun atas izin-Nya, segala kejadian bisa diolah menjadi bahan yang bermanfaat bagi diri ini; jauh melebihi apa yang kalayak pahami selama ini. Dengan satu catatan; mengubah sudut pandang atau cara memandang untuk menemukan beratus ribu taman yang indah.
Salah satunya ibrah penolakan sujud Iblis ialah mengajarkan kepada kita bagaimana cara melihat setiap hal dengan benar, yaitu melihat selapis demi selapis. Bukan hanya lapisan pertama yang tertangkap oleh mata, tetapi melihat irisan lain di sebalik yang tidak tampak oleh mata. Pastinya tidak mudah memang, dan perlu terus berlatih menggunakan metode itu untuk sebuah rahasia indah di dalamnya. Sang Guru Bijak sering mengingatkan dalam hal ini seperti membuka kado. Jangan hanya dilihat bungkusnya, tetapi lihat dan temukanlah isi kadonya yang indah. Sebab Allah tidak akan memberi, kecuali yang terbaik buat hambaNya, walau terkadang kado indah itu terbungkus kertas usang. Atau seperti membaca buku. Jangan dilihat dari sampulnya saja. Sebab kadang sampulnya tidak menarik bahkan jelek. Tapi belum tentu isinya. Allah berfirman;
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ (28) فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ (29) فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ (30) إِلا إِبْلِيسَ أَبَى أَنْ يَكُونَ مَعَ السَّاجِدِينَ (31) قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا لَكَ أَلا تَكُونَ مَعَ السَّاجِدِينَ (32) قَالَ لَمْ أَكُنْ لأسْجُدَ لِبَشَرٍ خَلَقْتَهُ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ(33)
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Ku, maka tun¬duklah kalian kepadanya dengan bersujud.” Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali iblis. Ia enggan ikut bersama-sama (malaikat) yang sujud itu. Allah berfirman, “Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka yang sujud itu?” Berkata iblis, “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” (QS Al-Hijr : 28-33)
Di beberapa tempat, dalam lembaran kitab-Nya, Allah mengajarkan dengan indahnya bagaimana cara “melihat” setiap kejadian dengan benar. Kadang Allah mengatakan afala ta’qilun – maka apakah tidak berpikir-pikir kamu sekalian. Di lain tempat Allah menyebut afala tasma’un – maka apakah tidak mendengarkan kamu sekalian. Juga memakai sentilan ungkapan afala tadzakkarun – maka apakah tidak mengambil peringatan kamu sekalian. Bahkan terkadang terang-terangan berfirman afala tubshirun – maka apakah tidak melihat kamu sekalian.
Serangkaian petunjuk ini memberikan arahan dengan jelas, bahwa memang benar mata sebagai indera untuk melihat, namun ada juga yang tidak bisa dilihat dengan dan hanya oleh kedua mata saja. Ia hanya bisa ditangkap dengan jernihnya pendengaran. Ia hanya bisa dirasakan oleh kelembutan hati nurani. Ia baru bisa ditemukan dalam tenangnya pemahaman dan pengertian. Ada kalanya baru muncul karena kebijakan dan kesejukan olah fikiran atau kebersamaan. Tentu semua dengan izin, petunjuk dan pertolongan Yang Kuasa. Dan jika itu yang terjadi, artinya Allah memberi anugerah istimewa kepada kita sebagai hadiah terindah dalam bentuk menemukan dan memetik makna tersembunyi dari semua kejadian yang Allah bungkus dalam berbagai macam peristiwa kepada manusia di bumi ini. Ada yang bilang itu ilmu laduni, sebagian lagi menyebut ilmu hikmah, atau apalah yang menunjukkan sebuah keutamaan dan kelebihan. Yang jelas tidak mudah memang, karena semua itu akan menuntun kita semakin bijak, peduli dan harmoni seiring hari. Allah berfirman;
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
“Allah menganugerahkan al hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS Al-Baqarah 269)
Semoga tulisan singkat ini menjadi bekal menjemput hikmah dari setiap peristiwa yang telah, akan dan sedang terjadi di kehidupan ini. Amin.
Sebuah inspirasi yg membuat kita bisa lebih dalam melihat sesuatu.
Banyak orang melihat tetapi tidak tahu apa yg dia lihat.
Alhamdulillah… menambah tekun sabar kami
Alhamdulillah… Ajzkch