Jakarta (14/11). Visi Indonesia Emas 2045 adalah cita-cita luhur untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju dengan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan bermartabat. Untuk mencapai visi tersebut, salah satu faktor kunci yang tidak dapat diabaikan adalah kualitas Sumberdaya Manusia (SDM).
“Pendidikan dan pelatihan menjadi pondasi yang kuat dalam membangun SDM unggul yang mampu bersaing di tingkat global,” ujar Guru Besar Sejarah, Universitas Diponegoro, Singgih Tri Sulistiyono dalam Podcast Lines Talk LDII TV beberapa waktu yang lalu.
Singgih mengungkapkan, menurut konstitusi, negara bertanggung jawab menyelenggarakan sistem pendidikan. Tanpa pendidikan dan pelatihan yang baik, serta pengembangan karakter yang unggul, maka Indonesia Emas 2045 akan sulit dicapai. “Kita masih menghadapi tantangan yang besar, oleh sebab itu negara harus mengutamkan pendidikan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk menyongsong Indonesia Emas 2045 harus mengesampingkan kegiatan lain yang memiliki produktivitas rendah. Pendidikan harus menjadi fokus utama jika tidak menginginkan bonus demografi menjadi bencana demografi. Kesadaran ini juga perlu dikembangkan dalam masyarakat.
“Pendidikan itu sebuah investasi yang penting untuk masa depan Indonesia. Pendidikan dapat mencerahkan, artinya pendidikan dapat membangkitkan kesadaran mengenai apa yang sekarang sedang dialami dan bagaimana seharusnya melangkah ke masa depan,” ungkap Ketua DPW LDII Jawa Tengah tersebut.
Selanjutnya, Singgih bercerita tentang sejarah pendidikan masa kolonial. Saat itu, generasi tahun 1908 harus belajar dengan suasana yang diskriminatif dan rasis, hanya sebagian kecil generasi elit masa itu mengenyam pendidikan barat. Generasi lainnya lahir dari lingkungan pesantren yang belum memiliki akses pendidikan yang berkualitas, tidak seperti pendidikan di Eropa atau Jepang. Tetapi dengan kondisi tersebut dapat melahirkan tokoh-tokoh yang dapat meletakkan dasar berdirinya negara kesatuan Indonesia.
“Mereka tercerahkan bukan hanya dari pendidikan saja, tapi juga dari lingkungan yang bisa membangkitkan kesadaran, yaitu kesadaran akan keterjajahan. Belajar dari pengalaman yang lalu, kita harus bisa mengembangkan pendidikan, terutama pendidikan karakter, agar menghasilkan generasi yang mampu mencapai tujuan berbangsa dan bernegara,” tegas Singgih.
Singgih menerangkan, pendidikan karakter tersebut sudah diprogramkan oleh LDII dengan moto “Profesional Religius”, melalui penanaman 29 karakter luhur. Hal tersebut menjadi modal utama untuk membangun kesadaran yang mencerahkan untuk melangkah menyongsong terwujudnya Indonesia Emas 2045.
“Pembangunan karakter ini, melalui jalur pendidikan dan pelatihan yang didasari atas ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju, yang inovatif dan yang inventif, sehingga tidak ketinggalan zaman dengan negara-negara lain. Kalau perlu kita lari yang paling depan dengan semangat invensi yaitu menemukan sesuatu yang baru, atau dengan inovasi yaitu dengan menyempurnakan apa-apa yang sudah ada,” tutup Singgih. (Nabil)