Jakarta, (25/12). Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Saiful Umam mengungkapkan, ajaran agama mempengaruhi siswa atau mahasiswa untuk tidak mau bergaul atau berteman dengan teman sebaya yang menganut agama lain. Ia memaparkan hal itu di hadapan peserta focussed-group discussion (FGD) Kebangsaan Seri 1 DPP LDII, Sabtu (23/12) di Jakarta.
Pernyataannya tersebut merupakan kesimpulan penelitian Saiful dan timnya sejak 2017 hingga 2020 silam. Saiful yang juga Dewan Penasehat di PPIM UIN, mengatakan bahwa pada 2017, survei yang ia lakukan dalam rentang pengambilan data selama 37 hari.
“Salah satu poin yang kami dapat dalam survei tersebut, adalah toleransi internal, kepada sesama umat Islam tapi yang dianggap ‘berbeda’ atau ‘menyimpang’ yang ternyata menghasilkan presentase yang lebih kecil. Artinya, tingkat intoleran siswa dan mahasiswa pada sesama umat Islam yang ‘berbeda’ ini lebih tinggi. Sedangkan, toleransi terhadap penganut agama berbeda lebih besar.” paparnya.
Selanjutnya, pada 2018, Saiful dan timnya melakukan survei nasional tentang toleransi dan intoleransi dalam pendidikan di Indonesia yang berfokus pada guru. “Ternyata, opini intoleran pada hal yang sama seperti survei tahun sebelumnya pada siswa mencapai lebih dari 50 persen. Sedangkan, untuk intensi aksi, persentasenya lebih kecil, sekitar 35 persen,” jelas Saiful.
Ia juga mengatakan, faktor-faktor yang mendukung sikap intoleransi para guru dalam survei tersebut, dirangkum dalam tiga poin, yaitu faktor pandangan Islamis, demografis, dan afiliasi ormas.
Responden cenderung setuju bahwa semua ilmu sudah ada dalam Alquran, sehingga umat Islam tidak perlu mengambil ilmu dari Barat. Begitu pula dengan syariat-syariat agama yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, harus didukung penuh untuk ditegakkan.
“Namun, hal yang lain yang cenderung lebih ekstrim dari pandangan intoleran ini diantaranya adalah menganggap bahwa UUD 1945 dan Pancasila sebagai hukum dan pedoman hidup bangsa Indonesia dianggap sebagai thoghut, atau dalam kata lain mengambil hak Allah sebagai pembuat hukum. Selain itu, poin lain juga mengatakan bahwa non-Islam dilarang menjadi presiden di Indonesia,” ujarnya.
Dari segi demografis, Saiful memaparkan bahwa guru perempuan cenderung intoleran daripada guru laki-laki. Selain itu, guru madrasah atau sekolah swasta juga cenderung lebih intoleran pada pemeluk agama lain daripada guru sekolah negeri. Sedangkan pada faktor ketiga, afiliasi ormas yang diikuti juga sangat mempengaruhi sikap intoleransi seseorang.
Selanjutnya survei tahun 2020 melibatkan dosen dan mahasiswa. Ia memaparkan faktor yang berkolerasi positif dengan toleransi seperti sosial-ekonomi, iklim kampus, kegiatan keagamaan, rasa keterancaman, dan intensitas membaca artikel keagamaan online. “Dalam faktor sosial-ekonomi, semakin tinggi tingkat lintas agama dan suku, semakin tinggi sikap toleransinya,” ungkap Saiful.
“Selain itu, dalam faktor iklim kampus, perguruan tinggi yang rata-rata sikap toleransi dosennya tinggi dan memberi perhatian dan pengakuan pada kalangan minoritas, akan mempengaruhi sikap toleransi mahasiswanya,” lanjutnya.
Sebaliknya dalam faktor kegiatan keagamaan, kata Saiful, semakin aktif mahasiswa dalam kegiatan keagamaan di kampus, maka tingkat toleransi mahasiswanya semakin rendah. Sama dengan faktor keterancaman dan intensitas membaca artikel keagamaan online. “Yakni, semakin mahasiswa merasa terancam, secara sosial maupun ekonomi, dan semakin tinggi intensitas membaca artikel keagamaan online, maka semakin rendah pula sikap toleransinya,” ujar dia.
Menyikapi hasil survei tersebut kepada guru, dosen, maupun mahasiswa, ia berharap agar lebih bisa bersikap toleran terhadap sesama. Sebab, opini atau sikap, kedua hal tersebut bersifat konsepsional, yang mana penting untuk memberikan wawasan dan contoh perilaku toleran itu sendiri sejak bangku sekolah.
Perilaku intoleran yang malah justru banyak dilakukan oleh orang dewasa, menurutnya perlu adanya aturan hukum yang tegas membatasi, mengurangi, dan mengikis perilaku-perilaku intoleran demi terjaganya Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika. (AG/Lines)
Toleransi yang sudah diajarkan Nabi di Madinah sudah sangat cukup untuk mewujudkan toleransi antar umat beragama di Indonesia….
Semoga barokah