Bangsa Yunani hampir bisa dikatakan memperoleh ilmu geometri dari bangsa Mesir, tetapi mereka mungkin telah mempelajari matematika yang jauh lebih unggul dari bangsa Babilonia. Kegiatan dagang mereka menyebar ke wilayah yang luas dan membuat mereka dapat terhubung dengan koloni-koloni dagang Yunani yang sudah berdiri di awal millennium pertama sebelum Masehi di sepanjang pantai Aegea di Anatolia dan pulau-pulau pesisirnya.
Bangsa Mesopotamia dan Mesir menunjukkan minatnya pada bidang astronomi yang berasal dari agama perbintangan mereka, dimana benda-benda di luar angkasa, matahari, bulan, planet dan bintang dipuja sebagai dewa. Matematika astronomi berkembang karena adanya kebutuhan untuk membuat koordinat benda-benda angkasa dalam obervasi mereka dan juga untuk membuat sitem penanggalan.
Istilah dewa-dewa langit ini muncul dalam karya epic Babilonia Enamu Elish, dimana versi lamanya diketahui berasal dari tahun 1800 SM. Enamu Elish ini menceritakan kejadian-kejadian mistik yang mengawali peristiwa penciptaan dunia dan lahirnya umat manusia . Tentu saja cerita ini hanyalah semacam legenda yang bukan mendasarkan fakta dalam kitab suci agama.
Para astronom Babilonia juga percaya bahwa ada hubungan sangat dekat antara langit dan bumi yang terbukti dari adanya kejadian-kejadian dalam lingkaran angkasa seperti gerhana matahari dan bulan, yang diartikan sebagai tanda-tanda akan terjadi nya sesuatu di bumi. Jadi studi mendalam mengenai benda-benda angkasa bisa dijadikan panduan untuk memprediksi kejadian-kejadian di masa depan bumi, kepercayaan yang melatarbelakangi lahirnya pseudo-sains bernama ilmu astrologi, yang menjadi salah satu alasan mengapa orang terus mengamati angkasa sejak zaman kuno sampai awal dimulainya zaman modern.
Contoh-contoh awal tulisan di Mesopotamia, juga di Mesir berasal dari tahun sekitar 3300 SM. Tulisan-tulisan Mesopotamia adalah tulisan kuno berbentuk pasak (cuneiform), atau berbetuk seperti irisan, yang ditulis di atas prasasti tanah liat yang cepat mengeras dan meninggalkan jejak goresan yang sifatnya permanen. Kebanyakan dari prasasti tulisan berbentuk pasak tersebut yang berisi catatan-catatan matematika berasal dari zaman Babilonia kuno sekitar tahun 1800 SM. Menurut Neugebauer, salah satu ahli yang mempelajari prasasti tersebut, tidak ada teks-teks astronomi yang signifikan dari sains yang berasal dari zaman ini, sementara naskah-naskah matematikanya adalah yang memiliki kualitas tertinggi dari semua yang pernah ada di Babilonia. (WD)