YANG UTAMA; BEKAL SABAR LIMA KOPER Salah satu pertanyaan dari orang yang mau berangkat haji adalah: bekal apa yang harus saya siapkan saat berangkat nanti? Hal yang sama juga menjadi pertanyaan kami sekeluarga dalam musim haji tahun 2010 ini. Alhamdulillah, Alloh mengqodar kami berempat berangkat ke tanah suci tahun ini.kembali pada pertanyaan diatas, jawabannya dapat bervariasi tergantung pada siapa yang ditanya. mungkin ada yang menjawab “Bawa bahan makanan yang banyak, karena di Saudi sulit ketemu makanan yang cocok dengan lidah orang Indonesia;” atau “Bawa alat masak seperti rice cooker, wajan, dan lain-lain karena harga bahan makanan mentah jauh lebih murah dari yang sudah masak;” atau mungkin jawaban yang lebih pragmatis adalah “Bawa uang aja yang banyak, nanti kalau perlu apa-apa tinggal beli aja.
Toh di Saudi hampir semua tersedia dan dapat dibeli.” Kira-kira dari ketiga contoh tersebut, mana yang paling pas ya?Satu hal yang dapat kami petik di hari pemberangkatan menuju Medinah pada tanggal 11 Oktober 2010 yang lalu, ternyata bekal utama yang perlu disiapkan dan dibawa oleh Jama’ah Calon Haji
(JCH) dalam jumlah yang banyak adalah bekal kesabaran. diibaratkan jika bawaan baju, alat masak, makanan, dan lain-lain yang dapat dibawa maksimum satu koper (32 kg) dan bawaan berupa uang maksimum satu tas jinjing (cabin) penuh (karena hanya boleh bawa satu tas jinjing ke cabin pesawat), maka bekal sabar yang harus dibawa tidak boleh kurang dari LIMA KOPER PENUH!
itupun kalau bisa isi kopernya harus bisa Di-RECHARGE (diisi ulang) secara terus-menerus jika sudah habis isi kopernya.Mengapa begitu? ternyata sejak dari pemberangkatan yang dimulai pada malam sebelumnya mengepak bekal, dini harinya dari rumah menuju ke Masjid Raya Bogor (kami masuk kloter Kota Bogor), dan menunggu keberangkatan ke Asrama Haji di Bekasi telah menghabiskan setidaknya dua koper bekal kesabaran yang disiapkan karena harus menunggu berbagai proses, antri giliran dan terutama menghadapi orang yang tidak sabaran menunggu giliran serta main serobot atau untuk meredakan emosi yang tersulut oleh tingkah laku sesama JCH yang seenaknya sendiri dan tidak mempunyai rasa toleransi, dan lain-lain. benar-benar melelahkan dan menghabiskan bekal kesabaran.
Alhamdulillah sudah menyiap lima koper, sehingga masih sisa tiga.Ternyata, sisa tiga koper bekal kesabaran yang tersisa pun dengan tepat habis ketika sampai di Asrama Haji Bekasi. Proses penyelesaian administrasi keberangkatan, pembagian kamar – bisa jadi sekamar dengan CJH yang sikap toleransinya rendah, dan macam-macam cobaan lainnya betul-betul menguras kesabaran yang kita punya. Berbagai hal tersebut harus disikapi dengan sabar untuk mencegah diri kita menjadi emosi dan dalam rangka menjaga kerukunan antar JCH.Itu semua baru pemberangkatan dan masih di Indonesia – sudah perlu setidaknya lima koper beka kesabaran. Bagaimana jika sudah di Mekah nanti? Pastilah akan memerlukan bekal kesabaran yang lebih banyak lagi karena cobaan yang dihadapi akan lebih banyak kuantitas dan bentuknya.Kembali ke pertanyaan yang diposting di awal tulisan, bekal apa yang musti disiapkan JCH 2010? Well… sepertinya bekal kesabaran seharusnya menempati urutan pertama yang perlu disiapkan oleh JCH dalam jumlah yang lebih banyak lagi dari yang kami persiapkan. Kalau perlu, bekal kesabaran tersebut harus bisa di-recharge kembali jika habis. Bukan berarti bekal yang lain tidak perlu, tetap perlu! Tapi semua bekal yang lain dapat menjadi sia-sia kalau bekal kesabarn yang kita siapkan tidak mencukupi.
Alhamdulillah, di Bekasi bekal kesabaran kami yang sudah habis, dapat direcharge penuh kembali setelah sempat tidur semalaman (Bekasi, 11 Oktober 2010)
DI AIRPORT SOETTA: AIR MINUM DALAM KEMASAN DILARANG
Setelah menyelesaikan berbagai urusan administrasi keberangkatan, pengecekan kesehatan dan menginap semalam di Asrama Haji Bekasi, akhirnya tiba juga saatnya berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Pemberangkatan dilakukan dengan 10 bus, beserta rombongan terdapat 20 orang Jamaah Calon Haji (JCH) warga LDII dari Bogor. Perjalanan ke Soeta ditempuh hingga pk. 10.00 WIB, dengan berbagai cobaan kesabaran (lihat entry # 1 tentang 5 Koper kesabaran).
Ada satu hal menarik yang dialami JCH Kloter kami yaitu saat mau masuk ruang tunggu (RT) Bandara Soetta, semua air minum dalam kemasan diminta untuk diminum sebelum masuk RT atau ditinggal diluar. Maka bergegaslah sebagian JCH meminum bekal minumannya sebelum dibuang dan sebagian yang lain malah membuangnya tanpa menyentuhnya lagi. Padahal berbagai macam bekal minuman tersebut ada yang baru saja dibeli di Bekasi atau dipersiapkan dari rumah masing-masing. Sungguh sayang dan mubadzir, semuanya harus ditinggal dan dibuang di Soetta.
Kami termasuk yang membandel terhadap perintah petugas yang tidak manusiawi untuk membuang minuman sebelum masuk RT karena sayang jika minuman kotak yang telah kami persiapkan harus dibuang. Kebetulan minuman tersebut kami bungkus rapi dan dimasukkan ke dalam tas jinjing sehingga tidak terlihat mencolok serta tidak ketahuan petugas di luar RT. Selanjutnya dengan tas jinjing berisi minuman kami masuk ke bagian pemeriksaan X-Ray, ternyata tidak ada masalah dan petugas pemeriksa tidak meminta untuk membuang minumannya.
Di dalam RT ternyata terdapat sejumlah warung kaget yang menjual berbagai jenis minuman panas atau dingin dan makanan. Jelas saja JCH yang belum sempat minum sebelumnya sebagian menyerbu penjaja minuman tersebut, apalagi waktu masih panjang sebelum boarding ke pesawat yang mengudara pukul 12.00.
Sebagai masukan bagi JCH, yang berangkat belakangan, bawalah bekal minuman apa saja secukupnya tetapi bungkuslah yang rapi dan simpanlah di dalam tas jinjing masing-masing dan usahakan tidak mencolok bagi petugas bandara yang ada di luar RT. InsyaAlloh tidak akan menjadi masalah bagi JCH dan dapat dibarokahkan di ruang tunggu untuk menghilangkan haus masing-masing atau untuk sodaqoh minuman bagi JCH lainnya yang kehausan. Bahkan jika jumlahnya memadai, dapat dimanfaatkan di Airport Madinah atau Jeddah sambil menunggu proses imigrasi. Semoga ada manfaatnya (Bandara Soetta, 12 Oktober 2010).
PERJALANAN MENUJU MADINATU AL-MUNAWAROH
Sekitar pukul 11.30 WIB, jama’ah calon haji (JCH) yang tergabung dalam Kloter 02/JKS dipanggil untuk boarding ke pesawat Boeing 747-486 dengan urutan sesuai nomor rombongannya. Warga LDII dari Bogor (20 orang) berada dalam Rombongan X, Regu 39 dan Regu 40. Alhamdulillah, berkat pertolongan Alloh, seluruh JCH warga LDII dari Bogor yang berada dalam Rombongan X mendapatkan tempat duduk di kelas BISNIS.
Sekali-kalinya naik pesawat di kelas bisnis, kalau tidak karena Hajian 2010 barangkali tidak akan pernah terjangkau. Nyaman sekali untuk perjalanan panjang yang berkisar antara 8-9 jam penerbangan.
Satu catatan yang perlu diperhatikan bagi para JCH adalah potensi terjadinya “JET LAG” akibat penerbangan jarak jauh menyongsong matahari dan ke waktu yang lebih awal dibandingkan waktu di Indonesia. Selama diperjalanan suasana di luar cabin pesawat rasa-rasanya masih siang terus. Padahal jika dilihat waktu di Indonesia sudah berjalan menuju malam hari.
Potensi terjadinya “JET LAG” dapat diminimalisir dengan cara menutup rapat-rapat jendela cabin pesawat agar sinar matahari tidak masuk ke ruang cabin dan mengesankan suasana hari sudah malam. Dalam kondisi demikian, tubuh kita dapat beristirahan dan biological clock dalam tubuh kita masing-masing akan dapat di-RESET menyesuaikan dengan waktu penerbangan dan waktu Saudi Arabia (WSA) nantinya. Yang merepotkan adalah ada JCH yang tidak mengerti mengapa jendela pesawat harus ditutup dan cabin pesawat dibuat gelap? Akibat dari ketidakmengertian tersebut sejumlah JCH sengaja membuka jendela dan membiarkan sinar natahari masuk cabin yang mengganggu proses intirahat bagi JCH lainnya.
Dengan berbagai cobaan-cobaan kecil selama penerbangan dan sejumlah guncangan ketika melewati Colombo, akhirnya pada pukul 16.55 WSA (suasana masih terang benderang di Madinah) atau pukul 21.15 WIB (mestinya sudah gelap gulita), Kloter 02/JKS akhirnya mendarat dengan selamat di Bandara Prince Muhammad bin Abdul Aziz, Madinatu al-Munawaroh.
Temperatur di Madinah pada saat kami datang sekitar 38 C. Meskipun demikian, udara dan sinar matahari terasa cukup menyengat. Bagi JCH yang datang ke Madinah disarankan memakai baju lengan panjang dan atau UV protector (krim pelindung sinar UV) untuk melindungi kulit dari sengatan matahari.
Meskipun telah mendarat, JCH tidak dapat langsung turun dari pesawat karena terminal bandara penuh dengan JCH yang telah mendarat sebelumnya. Kegiatan menunggu di dalam pesawat Boeing 747-468 berlangsung selama sekitar satu jam. Di sini kembali JCH harus menghadapi cobaan kesabaran. Minuman dan bekal makanan yang dibawa dan disiapkan dari Indonesia sungguh sangat menolong sekali karena rasa lapar dan haus setelah perjalanan panjang mulai terasa.
Akhirnya ijin untuk turun ke teminal kedatangan diproleh juga dan JCH dibawa ke ruang tunggu untuk menyelesaikan dokumen keimigrasian. Namun demikian karena proses pemeriksaan dokumen imigrasi dari JCH untuk kloter yang telah mendarat sebelumnya ternyata belum selesai maka JCH Kloter 02/JKS kembali diminta menunggu giliran. Secara total, sejak dari mendarat di bandara sampai dengan proses imigrasi, perjalanan menuju hotel, pencarian koper masing-masing JCH, menunggu pembagian kamar, hingga masuk ke kamar masing-masing – memakan waktu hingga sekitar 8 jam (Hm Hh…313 X, sudah tidak terhitung lagi berapa kali harus me-recharge bekal kesabaran yang dibawa!).
Kami sampai di hotel tempat menginap ternyata sudah lebih dari pk. 01.00 dini hari WSA (atau pk. 05.00 dini hari di Indonesia). Ketika di Bekasi besar kemungkinan ada sebagian dari JCH yang tidak cukup tidur karena satu dan lain hal serta sudah harus bangun sekitar pk. 04.30 dini hari untuk sholat Shubuh dan bersiap-siap menuju bandara. Selama penerbangan 8 jam, sebagian JCH juga sedikit saja yang dapat tidur dengan nyenyak. Ditambah lagi, setelah mendarat juga belum bisa tidur hingga lebih dari pk. 01.00 dini hari. Itupun harus sudah bangun kembali pada pukul 04.00 untuk memulai kegiatan Arba’in di Masjid Nabawi. Secara total, ada JCH yang barangkali tidak bisa tidur selama hampir dua hari, sejak dari Bekasi hingga masuk ke hotel di Madinah. Sungguh satu perjalanan panjang yang melelahkan dan penuh dengan cobaan kesabaran. InsyaAlloh memerlukan tubuh dan tekad yang kuat untuk bisa bertahan melewati perjalanan panjang tersebut dengan selamat.
Sebagai catatan bagi JCH yang berangkat belakangan, barangkali pengalaman kami tersebut dapat dijadilan sebagai bahan pembelajaran. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: (1) Perlu ditekankan kembali pentingnya membawa bekal kesabaran yang banyak sebelum dan selama perjalanan haji, (2) Pentingnya persiapan fisik dan stamina tubuh yang betul-betul prima, dan dipersiapkan jauh sebelum pemberangkatan ke tanah suci, (3) membiasakan diri untuk dapat tidur atau mengistirahatkan tubuh di mana saja, kapan saja, dan dalam keadaan yang bagaimana saja untuk mengantisipasi tidak bisa tidur sepanjang hari ketika melakukan perjalanan menuju Madinah hingga sampai di hotel/pemondokan, (4) Sebaiknya dipersiapkan bekal makanan dan minuman secukupnya di dalam tas jinjing sehingga dapat dimanfaatkan selama proses menunggu di berbagai kesempatan, seperti ketika di ruang tunggu Bandara Soetta hingga menunggu penyelesaian proses imigrasi serta pemondokan, dan (5) Catatan terakhir, perhatikan masalah menunaikan sholat wajib 5 waktunya, jangan sampai terlupakan. Manakala ada kesempatan untuk menunaikan sholat wajib 5 waktu, maka supaya disempatkan untuk sholat. Sediakanlah sajadah, perangkat sholat, dan ganti pakaian yang bersih (bisa untuk sholat) di dalam tas jinjing sebagai persiapan. Moga-moga ada manfaatnya. (Madinatu al-Munawaroh, 12 Oktober 2010).
MADIBATU AL-MUNAWAROH – DAY 1: KEGIATAN IBADAH DI MASJID NABAWI
Kedatangan di kota Madinah bagi jama’ah calon haji (JCH) asal Indonesia seakan telah menjadi keharusan. Bahkan ada ungkapan rasanya hajinya kurang pas jika tidak tinggal di Madinah selama paling tidak delapan hari untuk melakukan arba’in. Yang lebih ekstrim lagi, ada JCH yang lebih mempersungguh dalam melaksanakan arba’in dibandingkan dengan melaksanakan syarat dan rukun haji-nya.
Menurut saya, tentu saja hal tersebut kurang pas karena berapapun besarnya pahala dan kefadholan arba’in, hal ini tidak menjadi bagian dari syarat dan rukun haji. Harus diingat bahwa tujuan utama kedatangan para JCH ke tanah suci adalah untuk melaksanakan ibadah haji, sedangkan kegiatan ibadah yang lain sifatnya adalah sebagai pelengkap. Sehingga seandainya ada JCH yang saking mementingkan melakukan arba’in dan kegiatan ibadah sunnah lainnya di Masjid Nabawi sampai-sampai jatuh sakit karena kepayahan serta akhirnya tidak dapat menetapi rukun dan syarat hajinya, maka hal tersebut sungguh kurang pas. Hal seperti ini sangat mungkin terjadi kepada jama’ah haji kloter awal yang berangkat langsung ke Madinah dan menunggu lama sebelum mulai pelaksanaan haji.
Alhamdulillah, berkat penjelasan yang telah dilakukan baik yang berupa ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits serta pengalaman dari jama’ah haji sebelumnya melalui berbagai kegiatan pengajian rutin sebelum berangkat ke tanah suci, 20 orang JCH warga LDII yang tergabung dalam Kloter 02/JKS, Rombongan X, Regu 39 dan 40 sudah secara mandiri tahu apa saja yang harus dikerjakan selama delapan hari di Madinatu al-Munawaroh. Sebagaimana JCH umumnya, berbagai kegiatan untuk mengisi waktu di Madinah meliputi: (1) kegiatan ibadah, (2) kegiatan ziaroh, dan (3) kegiatan yang sifatnya non-religius, seperti belanja oleh-oleh.
Untuk hal-hal yang berkaitan dengan ibadah, kegiatannya berpusat di Masjid Nabawi. Setiap JCH warga LDII telah memprogramkan kegiatan ibadah sebagi berikut: (1) melaksanakan Arba’in – sholat wajib berjama’ah sebanyak 40 sholatan di Masjid Nabawi, (2) berusaha untuk menunaikan Sholat Tasbih setiap harinya, (3) menunaikan Sholat Dhuha setiap pagi – baik yang 2 roka’at, yang 4 roka’at, atau yang 12 roka’at, (4) menunaikan Sholat Hajad, Sholat Lail, serta sholat sunnah lainnya, dan (5) sholat sunnah dan berdoa di Roudhoh.
Salah satu kafadholan masjid Nabawi, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yaitu pahala sholat di masjid ini adalah 1000 kali pahala sholat di selainnya masjid Nabawi, kecuali di masjidil Harrom, Mekkah. Jadi, kalau kita sholat 1000x di Indonesia, pahalanya baru akan menyamai 1x sholat di masjid Nabawi. Oleh karena besarnya pahala yang dijanjikan Alloh, JCH warga LDII yang tergabung dalam Kloter 02/JKS selalu berusaha menunaikan sholat wajib di masjid Nabawi dan tidak meng-qoshor-nya di hotel/pondokan.
Meskipun tidak mampu menyelesaikan Arba’in karena sedang halangan misalnya bagi JCH perempuan, menunaikan sholat wajib di masjid Nabawi tetap dilakukan demi mengharap lipatan pahala 1000x sholatan. Adapun bagi yang mampu melaksanakan Arba’in, kefadholannya antara lain dirinya akan terbebas dari kemunafikan. Disamping itu, dia juga tetap mendapatkan pahala lipatan 1000x untuk masing-masing sholat wajibnya.
Menunaikan Sholat Tasbih, Sholat Dhuha, Sholat Hajad, Sholat Lail, dan Sholat-sholat sunnah lainnya selain masing-masing mempunyai kefadholan sendiri-sendiri, jika dilakukan di Masjid Nabawi juga akan mendapatkan lipatan pahala sebesar 1000x dibandingkan jika dilakukan di Indonesia. Sehingga bagi yang mampu, menunaikan berbagai sholat-sholat sunnah tersebut di Masjid Nabawi seolah-olah dijadikan sebagai rutinitas yang harus dikerjakan karena kefadholan dan lipatan pahala yang akan didapatkan.
Salah satu bagian dari Masjid Nabawi yang selalu menjadi rebutan adalah area yang dikenal dengan nama Roudhoh. Roudhoh adalah bagian dari Masjid Nabawi yang merupakan salah satu diantara tempat-tempat yang mustajab/makbul untuk berdoa dan tempat favorit untuk melakukan sholat-sholat sunnah seperti sholat hajad. Di dalam hadits disebutkan bahwa Roudhoh adalah “Kebun Syurga.”
Alhamdulillah, hari pertama melaksakan Arba’in berhasil diselesaikan dan semua JCH warga LDII telah mempersungguh sesuai dengan kemampuannya masing-masing untuk melakukan kegiatan ibadah yang diprogramkan di Masjid Nabawi. Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya (Madinatu al-Munawaroh, 13 Oktober 2010).
MADINATU AL-MUNAWAROH – DAY 2: ROUDHOH
Roudhoh adalah salah satu bagian dari Masjid Nabawi yang selalu menjadi rebutan jama’ah calon haji (JCH) dari Indonesia maupun dari berbagai negara lain. Roudhoh adalah bagian dari Masjid Nabawi yang merupakan salah satu diantara tempat-tempat yang mustajab/makbul untuk berdoa dan tempat favorit untuk melakukan sholat-sholat sunnah seperti sholat hajad. Di dalam hadits disebutkan bahwa Roudhoh adalah “Kebun Syurga.”
Posisi Roudhoh ada di bagian depan, di sisi sebelah kiri tempat pengimaman di Masjid Nabawi (jika kita menghadap ke pengimaman). Lebih tepatnya posisinya ada diantara mimbar masjid Nabawi dan pagar makam Rosulalloh SAW. Kalau diperhatikan lebih detil, ornamen dari tiang yang ada di Roudhoh berbeda dengan tiang-tiang lainnya yang ada di Masjid Nabawi (lihat video tiang di Roudhoh). Selain itu, warna karpet dari Roudhoh juga berbeda dibandingkan warna karpet di bagian masjid Nabawi yang lain. Karpet di Roudhoh berwarna hijau (lihat video karpet Roudhoh), sedangkan karpet di bagian masjid yang lain merah. Namun demikian, tidak semua yang berkarpet hijau adalah Roudhoh mengingat ada sebagian dari karpet tersebut yang berada di luar batas mimbar dan makam Rasulalloh SAW.
Dalam musim haji tahun 2010 ini di Masjid Nabawi diberlakukan sistem sekat antar satu bagian masjid dengan bagian yang lain. Hal ini dilakukan oleh pengelola masjid untuk membatasi menumpuknya JCH di satu bagian masjid tertentu. Disisi lain, penyekatan ini menyebabkan pergerakan JCH dari satu bagian ke bagian lain dari Masjid Nabawi menjadi agak sulit dilakukan. Hal yang sama juga dilakukan di sekitar Roudhoh yang dipasangi dengan kain sitroh sehingga tidak bisa diterobos tanpa melalui pintu masuk yang ditentukan. Jama’ah calon haji dari berbagai negara biasanya banyak bergerombol di area Roudhoh yang dipasangi sitroh tersebut untuk menunggu dibukanya pintu masuk Roudhoh.
Jadi kalau JCH ada di masjid Nabawi, cobalah perhatikan bagian masjid dengan ciri-ciri sebagaimana diuraikan diatas. Sempatkanlah melakukan sholat-sholat sunnah disana dan berdoalah untuk kebaikan sesama muslim, untuk saudara-saudara, untuk orangtua, untuk putra-putri kita, dan untuk diri sendiri tentunya. Roudhoh adalah salah satu tempat yang makbul sehingga kita yakin doa kita akan diqabulkan oleh Alloh, insyaAlloh. Selain itu, hitung-hitung merasakan sholat atau berdoa di taman syurga selagi kita hidup di dunia.
Alhamdulillah, dalam delapan hari tinggal di Madinah semua JCH warga LDII dari Bogor insyaAlloh hampir semuanya berhasil beberapa kali mendapat kesempatan sholat dan berdoa di Roudhoh. Semua itu sebagai bentuk kesyukuran atas nikmat yang telah Alloh berikan – bisa pergi ke tanah suci untuk menjalankan ibadah haji pada tahun 2010 ini. Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya (Madinatu al-Munawaroh, 14 Oktober 2010).
MADIBATU AL-MUNAWAROH – DAY 3: MENGUJI TAJAMNYA DOA DI ROUDHOH
Sebagai tempat favorit di Masjid Nabawi, Roudhoh selalu menjadi rebutan bagi banyak jama’ah calon haji (JCH) dari Indonesia maupun dari berbagai negara lain. Setiap waktu jumlah JCH yang memperebutkan tempat di Roudhoh tidak pernah berkurang.
Bagi orang Indonesia yang ukuran tubuhnya relatif kecil tentu saja merupakan faktor yang kurang menguntungkan dalam berebut tempat di Roudhoh. Pada umumnya berebut masuk Roudhoh dengan orang-orang Turki, Pakistan, India dan lain-lain yang postur tubuhnya lebih besar dan kuat kita akan kalah.
Bagi ibu-ibu (kaum perempuan), berebut tempat di Roudhoh menurut penuturan JCH warga LDII yang menunaikan ibadah haji tahun 2010 ini jauh lebih berat dibandingkan dengan bapak-bapaknya. Meskipun telah disediakan bagian tersendiri bagi kaun perempuan untuk lokasi Roudhoh, ternyata mengatur ibu-ibu JCH dari berbagai negara yang mengantri di Roudhoh jauh lebih sulit. Asykar perempuan yang mengatur jama’ah perempuan untuk mengantri dengan tertib seringkali terlihat kewalahan menjalankan tugasnya.
Disinilah barangkali tempatnya menguji ketajaman doa perlindungan yang sudah diasah setiap waktu sejak di Indonesia. Seorang teman setiap waktu akan pergi ke Roudhoh, selalu menggumamkan doa perlindungan. Alhamdulillah, setiap kali ingin ke Roudhoh, teman tersebut selalu saja mendapatkan kesempatan. Ceritera teman tersebut, bermacam-macam dan selalu saja ada kesempatan yang dibukakan baginya sehingga dia bisa masuk dan melakukan apa yang diinginkan di Roudhoh.
InsyaAlloh teman tersebut barangkali tergolong pada orang yang selalu mengasah doanya setiap saat sehingga doanya ibarat pedang yang tajam dan selalu siap untuk digunakan. Pada saat dia memerlukan perlindungan dan jalan untuk bisa masuk Roudhoh dengan mengumamkan doa perlindungan, Alloh menolong dengan membukakan kesempatan masuk ke Roudhoh melalui berbagai cara.
Lesson learned dari ceritera diatas adalah bahwa doa dapat diibaratkan sebagai pedang. Semakin banyak kita berdoa baik pada saat longgar ataupun pada saat memerlukan pertolongan, diibaratkan mengasah pedang yang kita punya sehingga menjadi tajam. Manakala kita memerlukan pertolongan, dengan tajamnya doa yang selalu kita asah maka pertolongan yang diharapkanpun insyaAlloh langsung Alloh berikan.
Adakalanya kita dihadapkan pada situasi yang menurut akal pikiran kita sulit untuk kita atasi, sebagai contoh mencari jalan untuk masuk ke Roudhoh yang diperebutkan oleh sedemikian banyak orang dengan postur dan kekuatan tubuh jauh lebih besar dan kuat dari kita. Disaat-saat seperti itulah kita sebagai orang iman dan orang Islam meyakini adanya kekuatan doa. Dengan berdoa kepada Alloh-lah kita memohon keKuatan dan pertolongan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi. Dalam hal ini ketajaman doa kita menjadi faktor penentu apakah pertolongan yang kita gumamkan mendapat jawaban dari Alloh atau tidak.
Oleh karena itu kita masing-masing perlu bertanya dan megukur ketajaman doa kita. Apakah doa kita sudah selalu kita rutinkan sebagaimana mengasah sebilah pedang hingga tajam dan selalu siap untuk digunakan ataukah sebaliknya kita jarang berdoa dan hanya melakukannya disaat kita butuh pertolongan saja? Tentulah akan berbeda hasilnya antara orang yang setiap saat selalu berdoa meminta perlindungan dan pertolongan Alloh dari orang yang hanya berdoa meminta pertolongan ketika menghadapi kesulitan saja.
Bagi para jama’ah yang akan pergi haji, ingat-ingatlah untuk selalu mengasah doa perlindungan dan meminta pertolongan, paling tidak setiap sehabis sholat wajib lima kali sehari. Syukur-syukur bisa dirutinkan dan dilebih seringkan. Siapa tahu nanti di Medinah suatu saat diperlukan. Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya (Madinatu al-Munawaroh, 14 Oktober 2010).
MADINATU AL-MUNAWAROH – DAY 4: KIAT SUKSES MASUK KE ROUDHOH
Untuk bisa sukses masuk ke Roudhoh di Masjid Nabawi memerlukan suatu perjuangan yang tidak ringan mengingat banyaknya jama’ah calon haji (JCH) dari Indonesia maupun dari berbagai negara lain yang memperebutkan dan terbatasnya tempat yang tersedia. Bagi JCH yang ingin sukses berebut masuk ke dalamnya sebaiknya mempunyai strategi agar memperbesar kemungkinan keberhasilan usahanya.
Berikut ini dituliskan sejumlah kiat-kiat yang disarankan sejumlah JCH yang berhasil masuk ke Roudhoh. Barangkali dapat dijadikan sebagai pertimbangan jika ada keinginan untuk masuk ke Roudhoh ketika ada di Masjid Nabawi.
A. Sejak masih di Indonesia, jauh sebelum berangkat ke tanah suci:
(1) Ingatlah untuk selalu mengasah doa perlindungan dan meminta pertolongan agar siap untuk digunakan ketika berebut mencoba masuk Roudhoh.
(2) Persiapkan fisik dan stamina tubuh yang baik sehingga mampu berkompetisi dalam berebut tempat di Roudhoh.
(3) Latih dan tingkatkan kesabaran diri dalam menghadapi berbagai cobaan dan ujian yang membangkitkan emosi negatif dalam diri kita.
B. Ketika sudah ada di Madinah – Masjid Nabawi:
(1) Ikuti ziaroh pengenalan lokasi-lokasi di Masjid Nabawi dan sekitarnya yang dilakukan oleh hotel/pondokan (maktab – tidak ditarik bayaran). Lokasi yang dikunjungi dalam ziaroh ini antara lain: Roudhoh dan Makam Rosulalloh SAW.
(2) Kenali dan catat jam buka dan tutup serta lokasi berbagai sitroh yang menyekat bagian-bagian masjid Nabawi (termasuk yang menyekat Roudhoh) sehingga memudahkan manuver antar lokasi ketika akan ke Roudhoh.
(3) Khusus untuk Roudhoh, ada waktu-waktu tertentu yang cocok untuk doa, ada waktu lain yang lebih pas untuk sholat sunnah. Tentukan apa yang ingin dilakukan sebelum mencoba ke Roudhoh.
(4) Waktu antara sesudah Sholat Shubuh & sebelum Dhuha atau sesudah Sholat Ashr & sebelum Maghrib merupakan waktu larangan untuk sholat sunnah. Jangan ke Roudhoh untuk tujuan melaksanakan sholat sunnah. Tapi jika untuk memanjatkan doa dan membaca Al-Qur’an, biasanya Asykar yang menjaga di Roudhoh memberi banyak kesempatan (tidak akan diusir olehnya).
(5) Waktu Dhuha, sesudah sholat Dhuhur, atau sesudah sholat Isya – Roudhoh dibuka selebar-lebarnya bagi orang yang mau melaksanakan sholat sunnah. Pilih waktu ini jika ingin melakukan sholat sunnah di Roudhoh, tetapi jangan berdoa berlama-lama karena akan menghambat orang yang menunggu giliran sholat sunnah atau akan diusir sama Asykar yang menjaga (be considerate of others yang juga ingin sholat di Roudhoh).
Pada saat kami di Masjid Nabawi, saat sesudah sholat Dhuha dan Sholat Dhuhur – InsyaAlloh dilakukan sistem buka-tutup pintu masuk Roudhoh. Jadi asal mau sabar, insyaAlloh pasti dapat giliran (JCH yang berebut masuk Roudhoh tetap banyak karena selalu berdatangan JCH baru!). Pada saat habis Maghrib dan habis Isya – tidak ada pengaturan, semua bebas berebut meskipun sitrah tetap dipasang di sekitar Roudhoh.
(6) Setiap kali selesai menunaikan sholat wajib 5 waktu, tidak usah mencoba menuju ke Roudhoh karena aksesnya ditutup sampai dengan mayoritas jama’ah yang ada di masjid telah keluar. Disarankan untuk menunggu paling tidak 30-60 menit, baru mencoba masuk ke lokasi Roudhoh.
(7) Dengan sistem sekat/sitroh dan buka tutup, seringkali akses masuk ke lokasi masjid dimana Roudhoh berada dibatasi hanya dapat dilakukan dari satu atau dua pintu saja. Perhatikan dan ingat pintu-pintu khusus tersebut jika ingin ke Roudhoh pada waktu-waktu tertentu tersebut.
C. Ketika Mengantri atau Sudah di Dalam Roudhoh
(1) Bacalah terus-menerus berbagai doa perlindungan dan pertolongan yang dihafal (seperti: Allohumastur ‘aurooti… atau Bismillahi la yadhurru…) sambil menuju ke Roudhoh, ketika mengantri masuk, dan ketika mengantri untuk mendapatkan giliran sholat sunnah di dalam Roudhoh.
(2) Ketika mengantri untuk masuk Roudhoh, usahakan untuk berada sedekat mungkin dengan pintu masuk Roudhoh. Bersabarlah dalam menunggu dibukanya pintu masuk Roudhoh, mengantri giliran masuk, dan menunggu giliran untuk sholat sunnah.
(3) Usahakan untuk tidak menyakiti JCH lain dalam mengantri atau berusaha untuk memasuki Roudhoh. Ingatlah bahwa sholat atau berdoa dalam Roudhoh sifatnya sunnah dan menyakiti orang lain adalah larangan yang harus dijauhi. Jangan sampai mengutamakan mengerjakan yang sunnah dengan cara melanggar larangan yang wajib ditinggalkan.
(4) Ketika telah berhasil masuk area Roudhoh posisikan diri anda pada area atau di tempat yang aman untuk sholat. Jangan memaksakan diri untuk sholat di tempat yang menjadi jalur lalu lintas orang yang keluar masuk. Jika memungkinkan pilihlah lokasi di dekat pagar makam Rosulalloh SAW atau dekat batas sitrah paling belakang (tergantung situasi saat itu!)
(5) Ketika sudah masuk tetapi belum dapat giliran untuk sholat (masih mengantri giliran untuk dapat tempat sholat), dapat juga diusahakan untuk mulai membaca doa-doa sesuai dengan kepentingannya, tidak usah menunggu dalam keadaan duduk atau sehabis sholat.
(6) Dekati orang yang (menurut ilham anda saat itu) akan mau membagi tempat sholatnya bagi anda dan tunggulah dengan sabar giliran anda sholat. Kadang-kadang kalau orang yang kita tunggui sudah sholat sunnah beberapa kali atau sudah duduk berdoa terlalu lama, mintalah ijinnya untuk berganti giliran tetapi tidak usah memaksa.
(7) Setelah dapat giliran sholat, lakukanlah sholat sunnah sebanyak yang memungkinkan. Jangan lupa untuk berdoa sebanyak yang memungkinkan karena Roudhoh merupakan salah satu tempat yang makbul untuk berdoa.
(8) Sekiranya sudah cukup melaksanakan hajad sholat atau doa yang diperlukan, berikan giliran pada orang lain yang menunggu. Jangan egois dan besarkan rasa toleransi, di belakang anda barangkali ada sejumlah orang yang sedang menunggu giliran sebagaimana yang anda lakukan sebelumnya.
(9) Disarankan untuk tidak memonopoli tempat sholat yang didapat, misalnya diduduki hanya untuk menunggu waktu sholat wajib berikutnya.
(10) Ingat waktu larangan sholat (antara sesudah shubuh hingga sebelum dhuha atau sesudah ashr sebelum maghrib), tetap berlaku meskipun Masjid Nabawi berada di Madinah yang merupakan tanah harom. Jika berhasil masuk Roudhoh pada waktu-waktu tersebut, gunakan untuk doa atau membaca Al-Qur’an sebanyak-banyaknya.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya (Madinatu al-Munawaroh, 15 Oktober 2010).
Oleh: Pak Dar
Bersambung….