MADINATU AL-MUNAWAROH – DAY 4: KETIKA KEPEPET MENCARI TEMPAT SHOLAT DI MASJID NABAWI
Catatan: info ini lebih cocok bagi JCH laki-laki. It dosent work this way for women
Banyaknya jama’ah calon haji (JCH) yang ingin menunaikan ibadah sholat wajib lima waktu setiap hari di masjid Nabawi membawa satu kesulitan tersendiri bagi JCH. Meskipun masjid Nabawi sudah dipugar dan mempunyai daya tampung yang besar, kesulitan mencari shof atau tempat sholat yang kosong selalu dihadapi JCH ketika akan menunaikan sholat berjama’ah. Hal ini tidak hanya dialami oleh JCH dari Indonesia saja, tapi juga bagi JCH dari berbagai negara lainnya.
Di satu sisi, sejumlah JCH mengambil jalan pintas untuk mengatasi hal ini, yaitu: sholat berjama’ah di halaman masjid saja – pasti dapat tempat. Di sisi lain, untuk memastikan memperoleh tempat sholat, sejumlah JCH berangkat ke masjid dan mencari lokasi sholat 1 – 1.5 jam sebelum waktu sholat yang ditentukan.
Bagi JCH yang menginginkan mendapatkan tempat di dalam masjid karena ingin mendapatkan kefadholan sholat di masjid Nabawi dan tidak mempunyai kesabaran untuk menunggu selama 1-1.5 jam sebelum sholat, maka kedua opsi tersebut bukanlah merupakan alternatif yang diinginkan. Pertanyaannya, bagaimana caranya memastikan agar kita mendapatkan tempat sholat di dalam masjid Nabawi tetapi tidak harus menunggu 1-1.5 jam sebelum waktu sholat? Atau, bagaimana caranya memastikan agar mendapat tempat sholat lagi, ketika menjelang waktu sholat ternyata kita kentut dan harus keluar untuk wudhu dan meninggalkan tempat yang sudah kita pilih? Barangkali informasi berikut dapat bermanfaat bagi JCH yang memerlukan.
Sebelumnya mungkin perlu digambarkan berbagai kebiasaan JCH yang sholat di masjid Nabawi. Tanpa memandang asal negara, alasan JCH memilih lokasi tertentu sebagai tempat sholat antara lain: (1) Ada di dalam masjid dan shof sholatnya sebisa mungkin ada di barisan depan, (2) Ada di dalam masjid dan shofnya ada di dekat Roudhoh, (3) Ada di dalam masjid dan shof sholatnya dekat dengan pintu keluar, atau (4) Sholat di luar masjid.
Akibat ingin berada di shof depan atau di Roudhoh, biasanya lokasi bangunan masjid di sekitar pengimaman atau Roudhoh selalu penuh dengan JCH. Jika menginginkan mendapatkan tempat sholat di sini, tidak bisa tidak harus mengambil tempat 1-1.5 jam sebelum sholat.
Jika ingin tempat yang dekat akses keluar, tetap tidak bisa mendadak datang karena akan kesulitan mendapatkan tempat sholat. Selain itu, di sejumlah pintu masuk masjid juga dijadikan sebagai shof untuk sholat sehingga menghalangi orang yang akan masuk masjid melalui pintu tersebut ketika terlambat datang.
Yang paling mudah adalah sholat di halaman masjid. Jika ini yang diinginkan maka kita bisa ke masjid kapan saja dan megambil tempat di mana saja. Tetapi ada kefahaman bahwa kefadholan sholat di Masjid Nabawi akan kita dapatkan jika kita sholat di dalam masjid, bukan di halaman masjid. Oleh karena itu, meskipun mudah dilakukan disarankan untuk tidak memilih opsi ini.
Kembali ke pertanyaan awal, bagaimana kalau kita datang ke masjid terlambat atau pas sudah qomat, tapi masih ingin dapat tempat sholat di dalam masjid? Berdasarkan pola pemilihan tempat sholat oleh JCH ternyata meberi peluang bagian tengah masjid selalu tersedia tempat kosong.
Oleh karena itu, jika datang ke masjid Nabawi dalam waktu yang mepet dengan waktu sholat maka disarankan untuk mengambil pintu utama masjid Nabawi (Pintu No. 21) sebagai pintu masuk masjid yang sekaligus menjadi jalur utama masuk ke bagian tengah masjid dan selalu terbuka untuk akses masuk masjid (tidak boleh dijadikan sebagai shof sholat di depan pintunya!). Dari pintu tersebut, JCH disarankan untuk langsung menuju tengah masjid melalui jalur yang sudah ditentukan, jalur utama bercabang dua sehingga JCH bisa ambil jalur ke kanan atau ke kiri dahulu sebelum kembali menuju lurus ke depan ke arah pengimaman. Lokasi yang kita tuju adalah lokasi pertama yang ada payungnya – pas di belakang bangunan tertua masjid Nabawi atau alternatifnya lokasi kedua yang ada payungnya di belakang lokasi pertama tersebut.
Selama di Masjid Nabawi, di kedua lokasi tersebut biasanya selalu tersedia tempat sholat meskipun kita datang ke masjidnya terlambat. Bahkan suatu hari karena suatu halangan kami baru sampai di pintu masjid ketika menjelang rokaat kedua. Dengan strategi tersebut diatas, alhamdulillah masih bisa mendapatkan tempat sholat dan ikut sholat berjama’ah.
Pendekatan yang kami uraikan di atas sudah kita praktekkan setiap kali masuk ke Masjid Nabawi untuk sholat wajib dan alhamdulillah selalu berhasil. Namun demikian, informasi tersebut jangan sampai disalahgunakan sebagai alasan untuk pergi ke masjid selalu pas waktu sholat. Soalnya dengan pergi se-awal mungkin, memberi kesempatan untuk melakukan sholat-sholat sunnah, baca doa-doa, dan baca Al-Qur’an. Kalau digunakan untuk memastikan mendapat tempat sholat atau ketika emergensi ya dipersilakan.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.(Madinatu al-Munawaroh, 16 Oktober 2010).
MADINATU AL-MUNAWAROH – DAY 4: TEH SUSU KEBERSAMAAN
Di saat semangat beribadah meningkat dan berbeda-beda intensitas peningkatannya antar jama’ah calon haji (JCH) maka tidak dapat dihindari terjadinya peningkatan semangat individualisme diantara para jama’ah. Hal yang sama juga dialami oleh JCH warga LDII dari Bogor setelah beberapa hari berada di Madinatu al-Munawaroh.
Oleh karena itu sungguh merupakan suatu kenikmatan yang tidak terkira untuk sekali-sekali berkumpul dalam kebersamaan sambil mendengarkan siraman rohani dari ustadz yang menyertai rombongan. Lebih nikmat lagi jika kebersamaan tersebut dilakukan di pagi hari sesudah sholat Shubuh sambil menunggu waktu sholat Dhuha.
Apalagi jika dilakukan sambil menikmati secangkir teh moci (teh kental arab dengan campuran susu kental manis) dan gorengan kentang atau kebab Turki. Hm… pasti sanggup menggugah mata yang masih setengah terkantuk-kantuk karena kurangnya waktu tidur yang dialami hampir setiap hari.
Salah satu lokasi yang strategis untuk melakukan kebersamaan semacam itu adalah di dekat pintu masuk atau toilet laki-laki No. 2A. Lokasinya ada di belakang dan di sebelah kanan pengimaman (jika kita membelakangi pengimaman). Mengapa tempat itu dipilih? Kebetulan lokasi tersebut merupakan halaman terbuka yang luas sehingga digaransi akan dapat tempat meskipun untuk 50 orang.
Dari tempat itu kita juga bisa menikmati dengan jelas secara bertahap bagaimana mekanisme terbukanya payung masjid Nabawi. Kebetulan sejumlah payung yang ada di lokasi tersebut tidak terbuka bersamaan. Menikmati terbitnya matahari di pagi hari di kota Madinah juga dapat dilakukan dari lokasi tersebut karena tidak ada halangan bangunan hotel bertingkat.
Satu hal positif lainnya adalah lokasi tersebut dekat dengan kedai makanan dan minuman yang menjual teh moci dan kebab atau kentang goreng yang lezat. Tapi harus diingat, pada waktu tersebut jumlah pembeli yang menginginkan servis kedai makanan ini juga sangat banyak. Jadi harus sabar jika ingin mendapatkan makanan dan minuman yang kita inginkan.
Yang harus dilakukan untuk membeli makanan dan minuman dari kedai ini adalah (1) mengantri untuk membayar makanan dan minuman yang kita pilih di kasir, (2) mendapatkan tiket untuk masing-masing makanan dan minuman yang kita bayar, dan (3) mengantri untuk menukar tiket dengan makanan atau minuman yang telah kita bayar. Baru bisa kita menikmati makanan dan minuman yang kita inginkan.
Harga makanan dan minumannya relatif sama dengan di kedai makanan lainnya. Untuk secangkir teh moci (dengan susu) kita perlu membayar SR. 1, untuk sebungkus kentang goreng – SR 2 dan untuk kebab – SR. 3. Kombinasi teh moci dengan sebungkus kentang goreng atau kebab sudah cukup mengisi perut dipagi hari sambil menunggu waktu dhuha.
Jika anda ada di Masjid Nabawi dan mencari lokasi untuk mengadakan pertemuan untuk sekitar 50 orang, cobalah di lokasi dekat bangunan pintu masuk parkir atau toilet laki-laki No. 2A tersebut.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.(Madinatu al-Munawaroh, 16 Oktober 2010).
MADINATU AL-MUNAWAROH – DAY 5: SEMANGAT BERSHODAQOH
Satu pelajaran positif yang berkesan yang dapat saya petik dari mengamati jama’ah calon haji (JCH) asal berbagai penjuru dunia dan dari beberapa hari mengikuti sholat wajib berjama’ah di masjid Nabawi, Madinatu al-Munawaroh adalah semangat untuk bershodaqoh. Di sini saya baru bisa memahami apa maknanya bagi orang yang kaya – shodaqoh dengan kekayaannya, yang berilmu – dengan ilmunya, yang kuat – dengan tenaganya, dan yang longgar – dengan kelonggarannya.
Ada-ada saja cara orang melakukan shodaqoh di masjid Nabawi. Beberapa tindakan yang dilakukan bahkan hampir tidak mengeluarkan uang dan tenaga, yang penting kemauan dan kesempatan melakukannya. Alangkah indahnya jika semangat dan nilai positif ini bisa menular ke JCH dari Indonesia dan bisa dibawa pulang ke tempat asalnya masing-masing ketika kegiatan ibadah haji selesai.
Sebagai contoh sederhana untuk mengilustrasikan semangat shodaqoh di masjid Nabawi yang pernah kami lihat, antara lain: (1) mengambilkan al-Qur’an dari rak dan membagikannya bagi yang mau tadarus, (2) mengembalikan al-Qur’an ke rak-nya, (3) mengambilkan air zam-zam dan membagikannya kepada JCH yang kegerahan ketika menunggu waktu sholat, (4) membagikan minyak wangi kepada JCH yang mau, meskipun masing-masing hanya satu olesan, (5) berbagi alas sholat pada JCH lain, (6) menshodaqohkan tempat sholat di Multazam bagi JCH lain yang sedang mengantri, (7) shodaqoh secangkir kurma atau kopi atau teh, terutama pada hari senin dan kamis pada saat sesudah sholat maghrib, ketika banyak orang berbuka/membatalkan dari puasanya, membantu membetulkan bacaan al-Qu’ran dalam tadarus ba’da maghrib dan lain-lainnya.
Tetapi ketika di Madinah, kami belum pernah menyaksikan adanya orang menshodaqohkan makanan atau minuman sebanyak satu container sebagaimana yang sering diceriterakan orang sebelumnya. Mungkin saja pas hal itu terjadi, kami tidak berada di lokasi, atau mungkin hal itu terjadinya nanti pas menjelang hari Arofah, atau memang sudah jarang orang (di) Saudi yang melakukannya lagi, wallohu a’lam (catatan: baru setelah di Mekkah, belakangan hari, kami bertemu dengan orang yang shodaqoh makanan satu container – hampir tiap hari).
Memang secara dalil agama, bershodaqoh dan berbuat kebaikan di tanah harom kefadholannya lebih poolll (lebih besar) dibandingkan dengan shodaqoh dan kebaikan yang dilakukan di lain tempat. Ini barangkali juga menjadi salah satu motivasi bagi JCH dalam beramal sholeh. Yang jelas, ada nuansa kreatif diantara JCH untuk mengerjakan segala kegiatan, sebagai perwujudan semangat bershodaqoh seperti terlihat dari berbagai contoh diatas. Kami berdoa semoga semangat bershodaqoh seperti yang dicontohkan tersebut dapat menular pada JCH dari Indonesia serta semangat seperti itu bisa terwujud tidak hanya untuk hal-hal kecil yang tidak memerlukan biaya saja tetapi juga untuk hal-hal besar yang memerlukan pengorbanan tenaga, diri, dan harta benda di jalan Alloh.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.(Madinatu al-Munawaroh, 17 Oktober 2010).
MADINATU AL-MUNAWAROH – DAY 5: PERLU KEFAHAMAN AGAMA YANG BAIK DAN BENAR
Kalau kita bertanya dan ingin melihat dimana adanya keberagaman dan perbedaan-perbedaan diantara ummat Islam di dunia ini? Maka jawabannya adalah datanglah ke masjid Nabawi di Madinatu al-Munawaroh dan Makkatu al-Mukarromah pada musim haji setiap tahunnya. Maka di situ kita akan melihat bagaimana jama’ah calon haji (JCH) yang merepresentasikan ummat Islam dari berbagai penjuru dunia menjalankan ritual ibadahnya.
Diantara berbagai cara praktek ibadah yang dapat kita lihat, ada yang kita sudah kenal karena mirip dengan apa-apa yang dipraktekkan oleh ummat Islam dari Indonesia. Namun demikian, sebagian diantaranya terlihat asing bagi kita JCH dari Indonesia.
Dalam hati kami bertanya, yang namanya agama Islam mestinya ada satu. Pedoman ibadahnya ada dua, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Mengapa bisa, dalam praktek ibadahnya terjadi keberagaman yang sedemikian banyak?
Memang di dalam pemahaman Islam, dikenal adanya istilah furu’iyah dan khilafiyah (percabangan dan perbedaan). Namun demikian tiap-tiap cabang maupun perbedaan yang ada sudah seharusnya tetaplah berujung pada dua sumber utama, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Kalau tidak demikian, maka kita wajib bertanya darimana pemahaman tersebut berasal?
Kembali ke pokok bahasan di judul posting ini, di tengah keberagaman yang ada tersebut maka kita sebagai JCH yang terekspose dengan kondisi yang beragam tersebut perlu mempunyai dasar pemahaman agama yang baik dan benar. Kalau hal ini tidak dipunyai, maka yang terjadi adalah kita menjadi terpengaruh dan tanpa sadar mengikuti apa yang dipraktekkan oleh JCH lain yang datang ke masjid Nabawi. Hal ini kami perhatikan seringkali terjadi diantara banyak JCH dari Indonesia.
Sekedar beberapa contoh yang sering dapat dilihat, diikuti dan dipraktekkan oleh JCH dari Indonesia, akibat melihat JCH lainnya banyak yang mempraktekkan, antara lain:
(1) Melakukan sholat-sholat sunnah pada waktu antara sesudah sholat Shubuh dan sebelum waktu Dhuha atau antara sesudah sholat Ashr dan sebelum Maghrib – di masjid Nabawi atau di Roudhoh.
(2) Melakukan sholat sunnah di sekitar makam Rosulalloh SAW – tidak menghadap Ka’bah tetapi malah menghadap ke makam Rosulalloh SAW.
(3) Mengusap-usap pagar makam Rosulalloh SAW dengan tangan atau kain dan digunakan untuk mengusap mukanya.
Dari ketiga contoh diatas, tindakan ikut-ikutan yang dilakukan sejumlah JCH dari Indonesia tersebut jelas tidak didasarkan pada pemahaman agama yang baik dan benar dan yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits.
Dua periode waktu tersebut jelas merupakan waktu larangan untuk melakukan sholat sunnah, termasuk di masjid Nabawi – meskipun masjid Nabawi ada di tanah harom. Sehingga sudah seharusnya pada waktu-waktu tersebut tidak pas jika melakukan sholat sunnah. Mengenai arah sholat, jelas qiblatnya adalah Ka’bah, bukan yang lain. Barangkali maksud orang yang melakukan adalah memberikan penghormatan pada Rosulalloh SAW. Tetapi jika penghormatannya diberikan dengan melakukan sholat menghadap makam beliau, ya… jelas kurang pas. Selanjutnya, tidak ada satupun ayat dalam al-Qur’an atau ceritera dalam al-Hadits yang menjelaskan mencari barokah dengan cara mengusap pagar makam, meskipun itu pagar makam Rosulalloh SAW. Jadi walau banyak orang melakukannya, ketiga contoh tersebut diatas tidak berarti benar menurut agama.
Oleh karena itu, sebagai orang Islam yang faham, jangan sampai mudah terpengaruh akibat mendengar atau menyaksikan JCH lain mengatakan atau melakukan sesuatu. Kalau memang berdasarkan apa yang kita kaji, yang dipraktekkan itu tidak sesuai dengan ajaran agama Islam maka jangan dipraktekkan atau diikuti. Bagaimana kalau kita belum tahu tentang hukumnya? Kerjakan saja apa yang anda sudah tahu dan tinggalkan apa-apa yang anda sendiri belum tahu hukumnya.
Kata ustadz, jika kita boleh memilih: mengerjakan amalan sedikit tetapi semuanya didasarkan pada kefahaman al-Qur’an dan al-Hadits atau mengerjakan amalan yang banyak tetapi hanya ikut-ikutan saja? Maka tentu saja kita akan memilih “mengerjakan amalan yang banyak – tetapi semuanya didasarkan pada pemahaman al-Qur’an dan al-Hadits!” (Namanya juga… boleh memilih, kan?). Memang perlu pemahaman agama yang baik dan benar agar kita tidak terpengaruh ketika pergi ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.(Madinatu al-Munawaroh, 17 Oktober 2010).
Oleh: Pak Dar
Bersambung….