SHODAQOH MAKANAN SATU CONTAINER
Dalam posting sebelumnya telah kami uraikan semangat bershodaqoh di kalangan jama’ah calon haji (JCH) yang datang ke Masjid Nabawi, Madinah. Namun demikian di Madinah, kami belum pernah menjumpai orang yang bershodaqoh makanan sebanyak satu kontainer.
Ketika kami sampai di Masjidil Harom, Mekkah, keinginan untuk menyaksikan dengan mata kepala sendiri keberadaan orang yang bershodaqoh makanan sebanyak satu kontainer akhirnya terkabulkan. Di Masjidil Harom, kami melihat sendiri, dari pagi hingga siang hari (sampai stok makanannya habis), sebuah lembaga swadaya masyarakat yang didanai oleh seorang donatur dari Saudi Arabia selalu membagikan makanan kepada JCH yang mau, sebanyak satu truk kontainer besar.
Kalau dihitung barangkali jumlah makanan yang dibagikan mencapai puluhan ribu paket. Tiap paket makanan yang dibagikan umumnya terdiri atas satu botol air minum, satu kotak jus, dan tiga atau empat bungkus kue-kue yang umum dijumpai di Saudi Arabia. Kalau dihitung harganya, satu paket makanan kira-kita bernilai antara SR. 5 – 10.
Shodaqoh makanan sebanyak satu kontainer tersebut dilakukan setiap hari, dan dilakukan selama lebih dari 15 hari berturut-turut. Wah… wah… berapa ya biaya yang diperlukan untuk melakukan shodaqoh makanan sebanyak itu?
Tetapi jika tahu pahala yang akan didapatkan, memang bagi yang mampu tidak akan pusing-pusing memikirkan berapa biaya yang diperlukan. Kita semua tahu bahwa shodaqoh di tanah harom akan mendapatkan kefadholan yang berupa lipatan pahala dibandingkan dengan shodaqoh di luar tanah harom. Melihat pahala yang dijanjikan maka orang yang memang mau dan mampu tidak akan berfikir panjang lagi untuk bershodaqoh di tanah harom.
Bagaimana dengan kita JCH Indonesia yang mungkin datang ke Masjidil Harom dengan dana pas-pasan? Bagaimana mungkin melakukan shodaqoh dalam magnitude sedemikian besar?
Ya jelas tidak mungkin lah…! Tapi ada yang bisa kita lakukan loh… Biasanya ketika kita antri untuk mendapatkan shodaqoh makanan tersebut, seringkali kita mendapat bagian 2 atau 3 kotak. Nah… jangan dimakan sendiri kedua atau tiga kotak makanan tersebut. Bagi-bagikanlah kepada JCH lain yang kebetulan tidak mengantri atau JCH lainnya yang mau. Lumayan kan… meskipun tidak keluar uang, tapi bisa melakukan shodaqoh meskipun barang yang dishodaqohkan didapat dari shodaqoh orang lain. Yang penting digarisbawahi adalah bagaimana agar semangat bershodaqoh yang ditunjukkan oleh orang-orang Mekkah dapat menular pada diri kita. Apalagi kalau semangat bershodaqoh tersebut terus kita bawa ketika pulang ke Indonesia.
Demikian informasi tentang kebenaran ceritera tentang orang yang bershodaqoh satu kontainer di Mekkah. Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.
LATTA ZAMAN MODEREN – YANG BUKAN BERHALA
Bagi kita yang pernah membaca sejarah Islam, insyaAlloh kita pernah mendengar nama Latta. Jika kita mendengar nama tersebut, otomatis kita akan mengasosiasikan nama tersebut dengan salah satu berhala utama yang ada di sekitar Ka’bah oleh orang-orang musyrik di Mekkah.
Sebetulnya, jika dirunut lebih jauh ke belakang, nama Latta sebetulnya merupakan nama seorang dermawan di Mekkah yang setiap musim haji selalu memberi makan kepada jama’ah calon haji (JCH) yang datang ke Mekkah. Pada saat beliau meninggal dunia, untuk menghormati kedermawanannya, maka dibuatkanlah monumen untuk orang tersebut. Entah bagaimana ceriteranya, setelah sekian lama kemudian ternyata berhala Latta dianggap sebagai Tuhan oleh orang-orang musyrik di jaman jahiliyah.
Anyway… sebetulnya postingan ini tidak bermaksud membahas Latta sebagai berhala-nya orang Musyrik. Dalam posting ini disampaikan hal yang sama dengan yang dilakukan Latta zaman dahulu, tetapi yang dilakukan di jaman moderen ini, yaitu: orang yang menyediakan makan bagi JCH yang datang ke Mekkah.
Di daerah Aziziyah – Syimaliah, ada satu rumah orang Saudi yang berada di tepi jalan utama Aziziyah (Aziziyah Main Road) yang selama musim haji hingga menjelang Wukuf di Arofah, setiap hari selalu menyediakan makan siang dan makan malam bagi JCH yang mau datang ke lokasi tersebut. Makanan yang disediakan terdiri atas satu porsi (porsi orang Saudi – porsi yang sangat besar untuk orang Indonesia!)nasi Buchori dengan dua-tiga potong ayam bakar. Satu porsi makanan tersebut kalau untuk JCH perempuan dari Indonesia insyaAlloh cukup untuk dua orang, sedangkan kalau untuk JCH laki-laki dari Indonesia insyaAlloh cukup untuk 1.5 orang.
Jama’ah calon haji yang menginginkan untuk mendapatkan makanan tersebut dapat datang langsung ke lokasi di Aziziyah – Syimaliah. Biasanya, JCH harus mengantri terlebih dahulu untuk mendapatkan makanan yang dibagikan.
Secara umum, jika JCH laki-laki yang mengantri oleh petugas yang membagi akan diberi satu porsi makanan. Sebaliknya, jika yang mengantri wanita atau ibu-ibu, petugas yang membagi biasanya lebih generous (lebih dermawan) karena setiap wanita bisa mendapatkan 2-3 porsi makanan. Bagi JCH yang memerlukan, dapat memutar untuk mengantri lagi sebanyak 2 kali sehingga mendapatkan jatah antara 2-6 porsi (tergantung siapa yang mengantri).
Kebetulan salah satu JCH dari rombongan Yayasan Multazam secara tidak sengaja ada yang mengetahui keberadaan lokasi tersebut sehingga rombongan JCH kami dapat memanfaatkan pembagian makanan gratis tersebut ketika sedang malas untuk memasak sendiri. Yang kami lakukan biasanya sebagian JCH dari Yayasan Multazam akan volunteer untuk mengantri dan mendapatkan makanan bagi dirinya sendiri dan bagi JCH lainnya yang tidak sempat mengantri. Hal tersebut dilakukan baik menjelang makan siang dan menjelang makan malam. Dengan demikian, pada saat memerlukan makan nasi – di pondokan telah tersedia Nasi Buchori dengan beberapa potong ayam bakar yang siap untuk disantap. Hm…. enak dan asyik juga.
Bahkan terjadi pada suatu saat karena uang saku yang mulai menipis untuk membeli makanan, akhirnya mengantri makanan untuk makan siang dan makan malam dijadikan sebagai alternatif solusi. Nah… bagi para JCH yang datang ke Mekkah, ada baiknya sekali-sekali jalan-jalan ke Aziziyah – Syimaliah dan mencari lokasi tempat pembagian makanan gratis tersebut. Siapa tahu karena satu dan lain hal, uang saku yang ada sudah menipis sedangkan keperluan masih banyak selama di Mekkah. Keberadaan makanan (Nasi Buchori, ayam bakar dan juice buah) dapat menjadi penyambung kebutuhan selama di Mekkah.
Itulah sedikit ceritera tentang Latta Zaman Moderen – yang Bukan Berhala. Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.
STRATEJI IBADAH – KLOTER AWAL VS. KLOTER AKHIR
Bagi Jama’ah calon haji (JCH) yang melaksanakan ibadah haji ke tanah suci menggunakan jalur ONH Reguler maka pasti akan mengalami hal-hal yang diuraikan dalam postingan ini. Dalam pelaksanaan pemberangkatan JCH ONH Reguler dari Indonesia ke tanah suci diatur dalam sejumlah kelompok terbang (Kloter), yang setiap kloternya terdiri atas sekitar 440 orang.
Karena jumlah JCH ONH Reguler dari Indonesia yang akan berangkat mencapai lebih dari 200 ribu, maka pemberangkatan harus dilakukan secara bertahap selama beberapa minggu. Pemberangkatan JCH ONH Reguler dibagi ke dalam dua gelombang (Gelombang I dan Gelombang II). Pertanyaannya, apakah ada perbedaan strateji beribadah bagi JCH selama di Madinnah dan Mekkah bagi yang berangkat Gelombang Pertama versus Gelombang Kedua? Dalam postingan ini dicoba dibahas masalah ada tidaknya perbedaan strateji ibadah tersebut.
Yang jelas, antara Gelombang Pertama dan Gelombang Kedua terdapat perbedaan rute perjalanan (itinary). Kalau Gelombang Pertama rutenya Bandara Soetta (atau bandara embarkasi lainnya) – Madinnah (langsung atau melalui Jeddah) – Mekkah – Jeddah – Bandara Soetta (atau bandara embarkasi lainnya). Sedangkan Gelombang Kedua rutenya Bandara Soetta (atau bandara embarkasi lainnya) – Mekkah – Madinnah – Jeddah – Bandara Soetta (atau bandara embarkasi lainnya).
Bagi JCH yang berangkat melalui Gelombang Pertama, yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: melaksanakan ibadah haji adalah tujuan utama kedatangan JCH ke tanah suci. Bagi JCH yang berangkat melalui Gelombang I, keberadaan mereka di Mekkah pada umumnya sifatnya lebih banyak menunggu datangnya waktu pelaksanaan Wukuf yang dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Namun demikian untuk mengisi waktu menunggu tersebut, JCH disarankan merencanakan untuk melakukan berbagai kegiatan ibadah di Masjidil harom tetapi menyesuaikan dengan kondisi kesehatan dan kemampuan masing-masing. Dalam hal ini JCH tetap disarankan untuk mempersungguh dalam merencanakan dan melaksanakan berbagai kegiatan ibadah di Masjidil Harom menjelang tanggal 9 Dzulhijjah.
Strateji ibadah yang disarankan untuk JCH yang berangkat melalui Gelombang Pertama adalah sebagai berikut:
(1) Selama di Madinnah, target utama ibadah yang disarankan untuk dilakukan oleh JCH adalah melaksanakan Arba’in dan berbagai ibadah sunnah di Masjid Nabawi (lihat Entry # 4). Meskipun selalu disarankan kepada JCH agar tidak belanja terlalu berlebihan selama di Madinah tetapi untuk beberapa hal tertentu yang memang diinginkan untuk dibeli, ada baiknya dibeli di Madinah. Sebagai contoh: jika memang menginginkan membeli kurma kering – carilah di Madinah, jika menginginkan membeli mushaf Al-Qur’an untuk keperluan khusus, belilah di Madinah, dan sebagainya – karena kemungkinan barang-barang yang diinginkan tersebut bisa jadi tidak dijumpai lagi di Mekkah atau kalaupun ada variasinya kurang lengkap atau harganya lebih mahal dibandingkan jika dibeli di Madinah,
(2) Berangkat dari Madinnah ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah Umroh (bagi yang mengambil Haji Tammatu’).
(3) Setelah melaksanakan Umroh, untuk sisa waktu selama di Mekkah, selain kegiatan ibadah yang rutin (lihat Entry # 18), JCH disarankan untuk dapat menyelesaikan Thowaf Sunnah 50x yang pelaksanaannya kalau bisa dapat diselesaikan sebelum H-5 (lima hari menjelang) Wukuf di Arofah (maksimum tanggal 4 Dzulhijjah). Hal ini perlu dilakukan terutama jika JCH menggantungkan pada transportasi gratis yang disediakan untuk JCH. Pada lima hari menjelang Wukuf, semua layanan transportasi untuk JCH dari pondokan ke Masjidil Harom dihentikan sementara.
(4) Pada tanggal 8 – 13 Dzulhijjah. Persiapan dan pelaksanaan rangkaian ibadah haji yang dimulai dengan Wukuf di Arofah, Mabid di Muzdalifah, Lempar Jumroh Aqobah, Thowaf Ifadhoh sekaligus Thowaf Haji, dan Mabid di Mina dan Lempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah (pilihan Nafar Awal atau Nafar Akhir).
(5) Bagi JCH yang berangkat dalam Gelombang I, kloter awal – umumnya JCH sudah harus langsung pulang ke Indonesia setelah selesai Nafar Awal atau Nafar Akhir (sebagai contoh, Gelombang I – kloter yang awal yang berangkat di awal hari pemberangkatan haji ONH reguler), atau masih ada tersisa beberapa hari di Mekkah (sebagai contoh, Gelombang I – Kloter yang akhir). Jika harus langsung pulang ke Indonesia, JCH diingatkan untuk tidak melupakan Thowaf Wada’, yang sebaiknya dilakukan pada hari yang berbeda dengan hari melakukan Thowaf Ifadhoh (jika memungkinkan).
Jika masih ada waktu beberapa hari yang tersisa sebelum jadwal perjalanan pulang kembali ke Indonesia, maka JCH disarankan untuk melaksanakan Umroh Sunnah. Umroh sunnah yang dilakukan dapat diniati untuk dirinya sendiri atau untuk orang tua, untuk saudara-saudara, untuk para pengurus (kipok, kides, atau kida), untuk para mubaligh atau mubalighotnya (yang barangkali belum Umroh), atau diniati untuk siapa saja yang diinginkan oleh JCH, mumpung ada kesempatan menunggu waktu pulang dari Masjidil Harom, Mekkah. Selanjutnya, JCH diingatkan untuk tidak melupakan Thowaf Wada’ sebelum keberangkatan menuju ke Jeddah dan kembali ke Indonesia. Tidak ada kegiatan ibadah khusus yang dapat dilakukan selama di Jeddah.
Bagi JCH yang berangkat melalui Gelombang Kedua, hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: keberadaan mereka di Mekkah pada umumnya tidak terlalu lama menunggu datangnya waktu pelaksanaan ibadah haji yang dimulai pada tanggal 9 Dzulhijjah. Untuk itu, JCH tidak disarankan untuk memaksakan diri menyelesaikan Thowaf Sunnah 50x sebelum pelaksanaan Wukuf. JCH yang berangkat melalui Gelombang II mempunyai banyak waktu menunggu di Mekkah sesudah melaksanakan kegiatan ibadah haji dan sebelum menuju Madinnah. Pada saat menunggu tersebut barulah JCH disarankan untuk menyelesaikan Thowaf Sunnah 50x. Selain itu, JCH juga disarankan untuk melaksanakan Umroh Sunnah selama tinggal di Mekkah sesudah pelaksanaan ibadah haji.
Strateji ibadah yang disarankan untuk JCH yang berangkat melalui Gelombang Kedua adalah sebagai berikut:
(1) Setelah sampai di Jeddah, berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah Umroh (bagi yang mengambil Haji Tammatu’).
(2) Selama di Mekkah sebelum tanggal 9 Dzulhijjah, pada prinsipnya melaksanakan ibadah apa saja yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi kesehatan masing-masing JCH (lihat Entry # 18). Selain itu JCH dapat mulai melaksanakan sebagian dari rangkaian Thowaf Sunnah 50x, tetapi tidak perlu memaksakan untuk menyelesaikannya sebelum tanggal 9 Dzulhijjah.
Hal yang perlu dicatat oleh JCH yang berangkat melalui Gelombang II antara lain: (a) kondisi di Masjidil Harom biasanya sudah dipenuhi oleh JCH sehingga yang melakukan Thowaf setiap saat selalu penuh, terutama yang di sekitar halaman Ka’bah, dan (b) Dengan semakin banyaknya JCH yang datang ke Masjidil Harom, biasanya juga mulai diperlakukan pembatasan-pembatasan akses masuk dan keluar Masjidil Harom. Dengan demikian, jika JCH ingin melakukan thowaf sunnah, kedua hal tersebut harus menjadi perhatian agar tidak mengalami kesulitan.
(3) Pada tanggal 8 – 13 Dzulhijjah. Persiapan dan pelaksanaan rangkaian ibadah haji yang dimulai dengan Wukuf di Arofah, Mabid di Muzdalifah, Lempar Jumroh Aqobah, Thowaf Ifadhoh sekaligus Thowaf Haji, dan Mabid di Mina dan Lempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah (pilihan Nafar Awal atau Nafar Akhir).
(4) Untuk mengisi sisa waktu selama menunggu di Mekkah, sesudah pelaksanaan rangkaian ibadah haji selesai dilakukan, JCH mempunyai pilihan untuk menyelesaikan Thowaf Sunnah 50x yang belum terselesaikan dan atau melaksanakan Umroh Sunnah sebanyak-banyaknya sampai dengan waktunya harus pergi ke Madinah. Umroh Sunnah dapat diniati untuk dirinya sendiri atau untuk orang tua, untuk saudara-saudara, untuk para pengurus (kipok, kides, atau kida), untuk para mubaligh atau mubalighotnya (yang barangkali belum Umroh), atau untuk siapa saja yang diinginkan oleh JCH mumpung ada kesempatan menunggu sebelum jadwal meninggalkan Masjidil Harom, Mekkah menuju ke Madinnah. Selanjutnya, JCH diingatkan untuk tidak melupakan Thowaf Wada’ sebelum keberangkatan menuju ke Madinnah dan kembali ke Indonesia.
Kecuali untuk Mushaf Al-Qur’an dan Kurma, kalau ada barang-barang yang diinginkan untuk dibeli di Mekkah, JCH dapat membelinya sebelum meninggalkan Mekkah menuju ke Madinnah. Khusus untuk Mushaf Al-Qur’an dan Kurma, disarankan untuk mencarinya di Madinnah.
(5) Selama di Madinnah, target ibadah utamanya melaksanakan Arba’in dan melaksanakan berbagai kegiatan ibadah sunnah yang dapat dilakukan di Masjid Nabawi.
Demikianlah informasi tentang perbedaan strateji ibadah selama di tanah suci bagi JCH yang berangkat melalui Kloter Awal (Gelombang I) versus Kloter Akhir (Gelombang II). Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.
Oleh :Pak Dar
Bersambung….