MAKKATU AL-MUKAROMMAH – DAY 6: HOTEL DAN TRANSPORTASI HAJI 2010
Jama’ah calon haji (JCH) dari Indonesia ditempatkan di pondokan/hotel dengan jarak antara 2 km sampai dengan sekitar 7 km di sekitar Masjidil Harom. Kami tidak tahu bagaimana kondisi pondokan/hotel dan transportasi dari seluruh JCH asal Indonesia. Yang dapat kami sampaikan adalah kondisi pondokan/hotel dan transportasi yang dialami oleh JCH dari kloter 02/JKS dan lokasi yang ada di sekitar kami.
Diantara tiga lokasi yang posisinya searah dengan Aziziyah, yaitu: Aziziah Janubiyah, Aziziyah Syimaliyah dan Syisyah – maka kondisi pondokan/hotelnya relatif baik. Di pondokan/hotel yang ditempati oleh JCH kloter 02/JKS, yaitu Hotel Marwah yang lokasinya di Aziziyah – Janubiyah No. 418, menurut penilaian kami kamarnya paling tidak tergolong hotel Bintang 4 tetapi setiap kamar diisi oleh antara 3 – 7 JCH. Jarak antara hotel ke Masjidil Harom sekitar 3 – 4 km.
Di hotel Marwah, masing-masing kamar tersedia pantry dengan teko elektrik untuk memasak air. Jika JCH membawa peralatan masak elektrik (kompor listrik, rice cooker, dll.) maka bisa memasak makanan di pantry.
Posisi hotel tempat kloter 02/JKS berada relatif strategis karena dilewati oleh transportasi bus dari terminal Mahbaz Jin ke arah Aziziyah Janubiyah, dengan frekuensi datang dan pergi yang cukup tinggi. Tetapi untuk pergi ke Masjidil Harom, dari terminal Mahbaz Jin harus berganti dengan bis jurusan Masjidil Harom.
Meskipun jumlah bus cukup banyak, pada jam-jam tertentu jumlah jama’ah pengguna jauh melebihi daya angkut bus yang tersedia sehingga harus menunggu giliran terangkut dalam waktu cukup lama. Dalam hal ini, jalan kaki langsung dari hotel ke Masjidil Harom dapat menjadi alternatif yang dipilih dibandingkan lama menunggu bus datang.
Kondisi transportasi ke wilayah di Aziziyah Syimaliyah tidak sebagus ke Janubiyah. Selain lokasi ke Syimaliyah lebih jauh, frekuensi kedatangan bus ke lokasi pondokan juga relatif lebih jarang sehingga ratio jumlah jama’ah yang akan diangkut dengan bus yang datang lebih besar. Akibatnya, banyak jama’ah yang harus menunggu lama sebelum terangkut ke Masjidil harom. Kondisi di Syisyah kurang lebih sama dengan Syimaliyah.
Informasi JCH yang berasal dari Kabupaten Bogor, pondokannya berada dalam radius 2 km dari Masjidil Harom (Ring 2). Untuk pondokan JCH tersebut tidak tersedia transportasi dari pondokan ke Masjidil Harom atau sebaliknya, sehingga JCH tersebut perlu mengatur transportasi sendiri dengan biaya SR. 2 per perjalanan atau berjalan kaki menuju ke Masjidil Harom. Untuk urusan makan, JCH dari rombongan Kabupaten Bogor (sebagian atau semuanya, kurang jelas infonya!) mengorder catering dari Hud dengan biaya SR. 20 per hari (makan 3x).
Jama’ah calon haji dari kloter 2/JKS, di kloter JCH warga LDII dari Kota Bogor berada, merasa beryukur alhamdulillah karena diberi pemondokan yang barokah, tidak terlalu jauh dari Masjidil Harom dan transportasinya relatif mudah. Kedua hal tertsebut sangat membantu pelaksanaan program ibadah JCH warga LDII yang tergabung dalam kloter 02/JKS.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.(Makkatu al-Mukarommah, 26 Oktober 2010).
MAKKATU AL-MUKAROMMAH – DAY 7: THOWAF – Part 1
Setelah tiba di Mekkah dan masuk ke Masjidil Harom, salah satu rangkaian ibadah yang dilakukan oleh jama’ah calon haji (JCH) adalah Thowaf memutari Baitulloh (Ka’bah). Dalam Islam, yang dimaksud dengan Thowaf adalah rangkaian kegiatan ibadah yang terdiri atas memutari Ka’bah sebanyak 7 putaran dan setiap putaran dimulai/diakhiri dengan mencium atau mengusap atau isyaroh ke Baitulloh (yang umumnya dilakukan dalam kondisi banyak JCH ketika musim haji adalah isyaroh), dan diakhiri dengan sholat sunnah dua roka’at di belakang Maqom Ibrohim.
Yang dimaksud dengan di belakang Maqom Ibrohim adalah posisi dimana kita bisa menarik garis lurus dari Ka’bah, Maqom Ibrohim, dan posisi sholat kita. Jarak antara posisi sholat kita dengan Maqom Ibrohim boleh dekat (misalnya satu sujudan atau sekitar 1 m) atau jauh (tempat yang sekiranya aman untuk melakukan sholat sunnah dua rokaat dan berdoa) – dari Maqom Ibrohim. Yang penting bukan jaraknya tetapi dari posisi kita sholat, Maqom Ibrohim dan Ka’bah tetap bisa ditarik garis lurus.
Di dalam Islam ada beberapa macam thowaf yang dikenal atau dikerjakan di Baitulloh, antara lain: (a) Thowaf Khudum, (b) Thowaf untuk “Umroh”, (c) Thowaf untuk “Haji”, (d) Thowaf Sunnah 50x, dan (e) Thowaf Wada’. Bagi JCH atau orang yang ingin melaksanakan umroh, thowaf yang pertama kali dilakukan disebut sebagai Thowaf Khudum atau Thowaf Selamat Datang. Khusus untuk Thowaf Khudum – tiga putaran pertama dari rangkaian tujuh putaran – dilakukan dengan cara “ngincik” atau lari-lari kecil sedangkan empat putaran sisanya dengan berjalan biasa. Namun demikian dalam musim haji. pada umumnya hal tersebut sulit dipraktekkan karena banyaknya JCH yang melakukan thowaf. Catatan untuk “ngincik,” silakan dilakukan jika memang memungkinkan.
Thowaf untuk Umroh dilaksanakan bagi yang memang datang ke Masjidil Harom dengan niat umroh atau bagi JCH yang datang ke Masjidil Harom untuk melaksanakan ibadah haji (haji tammatu’ – secara harfiah diartikan sebagai haji senang-senang atau yang lain). Catatan untuk JCH yang mengerjakan Haji Tammatu’ maka Thowaf Khudum yang dilakukan digabung sekalian dengan Thowaf untuk Umroh. Berarti dalam hal ini – mengerjakan satu pekerjaan tetapi dengan dua niat, yaitu untuk niat Thowaf Khudum dan Thowaf untuk Umroh. Setelah thowaf dilanjutkan dengan sai Shofa – Marwah dan lukar dari pakaian Ihrom, sebagai akhir dari rangkaian ibadah umroh.
Thowaf untuk “Haji” adalah thowaf yang dilakukan pada hari Tarwiyah (yaitu: tgl. 8 Dzulhijah), sebelum berangkat untuk Wukuf di Arofah. Dalam rangkaian Thowaf untuk “Haji”, setelah selesai thowaf diikuti dengan sai Shofa dan Marwah, kemudian jama’ah menuju ke Arofah. Catatan, jika ingin afdhol, JCH dapat melakukan Thowaf untuk “Haji” di akhir rangkaian perjalanan haji (sesudah melempar Jumroh Aqobah) – bersamaan dengan Thowaf Ifadhoh. Dalam hal ini kembali kita melakukan satu gerakan untuk dua niat yaitu niat Thowaf untuk “Haji” dan Thowaf Ifadhoh. Setelah thowaf, baru dilanjutkan sai Shofa-Marwah.
Adapun Thowaf Sunnah 50x mempunyai kefadholan yang sangat besar bagi yang melaksanakan. Pahala bisa melaksanakan Thowaf Sunnah 50x adalah bagaikan orang yang dilahirkan kembali oleh orangtuanya. Namun demikian, melengkapi thowaf sunnah 50x perlu usaha yang sungguh-sungguh. Kegiatan thowaf 50x disarankan untuk dilakukan dengan tetap mengukur kekuatan masing-masing karena tujuan utama JCH tetap “Arofah.” Jangan sampai karena mengutamakan thowaf 50x akhirnya jatuh sakit dan malah terganggu kegiatan wukuf di “Arofah”-nya.
Thowaf Wada’ yaitu thowaf pamitan untuk meninggalkan Masjidil Harom dan pulang ke negaranya masing-masing. Dengan demikian, jika sudah meniatkan melakukan Thowaf Wada’, begitu selesai thowaf berarti kita memutuskan untuk tidak akan ke Masjidil Harom lagi pada periode kunjungan tersebut. Kalau lain waktu mau haji atau umroh lagi, ya tidak masalah.
Dalam hal Thowaf Wada. jika masih ada waktu disarankan tidak dilakukan pada hari yang sama dengan thowaf ifadhoh, tetapi lakukan keduanya pada hari yang berbeda. Dalam hal sudah tidak ada waktu karena segera akan ke Jeddah untuk pulang ke Indonesia atau ke Madinah untuk Arba’in, maka Thowaf Ifadhoh dapat dilakukan terlebih dahulu dan setelah beristirahat secukupnya dapat dilakukan Thowaf Wada pada hari itu juga.
Diantara berbagai thowaf yang diuraikan tersebut, alhamdulillah saat ini semua JCH warga LDII dari Bogor sudah menyelesaikan (1) Thowaf Khudum, besamaan dengan (2) Thowaf “Umroh”, dan (3) sebagian dari Thowaf Sunnah 50x – yang saat ini sedang diperjuangkan untuk diselesaikan oleh masing-masing JCH. Thowaf untuk “Haji”, Thowaf Ifadhoh, dan Thowaf Wada – baru akan dilakukan setelah selesai wukuf di Arofah dan melempar Jumroh Aqobah. Moga-moga Alloh SWT paring kekuatan, aman, selamat, dan lancar bagi JCH semuanya.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.(Makkatu al-Mukarommah, 27 Oktober 2010)
MAKKATU AL-MUKAROMMAH – DAY 8: THOWAF – Part 2. DO and DON’T di dalam Thowaf
Ada beberapa hal yang sebaiknya kita lakukan (DO) atau sebaiknya jangan dilakukan (DON’T) di dalam thowaf di Baitulloh. Berikut ini kami sampaikan berbagai hal tersebut sebagai referensi untuk jama’ah calon haji (JCH) ketika akan melakukan thowaf, salah satu kegiatan yang harus dilakukan dalam rangkaian ibadah haji atau umroh.
Berbagai hal yang kami sajikan tidak hanya yang berkaitan dengan rukun atau syarat thowaf, yang didasarkan pada dalil syar’i; tetapi juga hal-hal yang sifatnya praktis untuk dilakukan ketika thowaf, meskipun tidak terkait langsung dengan syarat atau rukun thowaf secara syar’i. Kami menyadari bahwa berbagai hal yang kami sampaikan mungkin masih kurang lengkap, untuk itu kami mengajak para jama’ah sekalian untuk mengirimkan informasi yang perlu ditambahkan untuk melengkapi daftar DO and DON’T dalam thowaf ini dengan mengirimkannya melalui komentar.
(1) Karena thowaf harus diawali dari pojok Hajar Aswad, sedangkan kedatangan kita ke Masjidil Harom tidak selalu melewati pintu yang langsung pas dengan arah Hajar Aswad, maka (DO:) dari manapun arah kita datang segera carilah jalan tersingkat menuju ke Hajar Aswad atau tanda lampu hijau (dengan memutari Ka’bah sesuai arah jarum jam atau berlawanan jarum jam – pilihlah mana yang paling dekat) sebagai titik awal untuk memulai thowaf. (DON’T:) Jangan langsung memulai thowaf dari mana saja anda datang karena hitungan thowaf dimulai dari pojok Hajar Aswad.
(2) Karena garis coklat di lantai sekitar Ka’bah sebagai indikator posisi lurus Hajar Aswad telah dihilangkan, untuk memulai thowaf – (DO:) pergunakan saja posisi lampu hijau dan pojok Hajar Aswad sebagai acuan posisi untuk memperkirakan garis awal memulai thowaf. (DON’T:) Tidak perlu memaksakan harus pas lurus Hajar Aswad karena akan sulit untuk dilakukan.
(3) Untuk memulai thowaf, (DO:) cukup dengan isyaroh ke Hajar Aswad sekali saja setiap awal putaran dan (DON’T:) tidak perlu memaksakan untuk mengusap atau mengecup Hajar Aswad. Setelah isyaroh, tidak perlu mengecup tangan kita dan untuk setiap putaran isyarohnya tidak perlu berkai-kali (banyak JCH isyarohnya berkali-kali, sambil setiap kali selesai isyaroh tangannya dikecup seolah-olah mengecup Hajar Aswad).
(4) Untuk mengawali putaran pertama, (DO:) mulailah dari pinggir lingkaran orang-orang yang thowaf dan sambil berputar bergeserlah secara bertahap sedekat mungkin dengan bangunan Ka’bah, jika ingin mencari jarak terpendek untuk setiap putaran. Umumnya, dengan bergeser secara bertahap, dalam satu putaran sudah bisa membuat diri kita ada di posisi sedekat mungkin dengan bangunan Ka’bah. (DON’T:) Jangan memotong jalan orang karena ingin mendekati bangunan Ka’bah secara langsung. Hal ini selain akan membahayakan diri sendiri, juga mengganggu atau menyakiti orang lain yang sedang thowaf kerena terpotong jalannya oleh pergerakan kita.
(5) Selama melakukan thowaf, (DO:) lafalkan doa-doa dengan pelan (ukurannya cukup asal telinga kita sendiri saja yang mendengar). Masing-masing JCH yang thowaf harus melafalkan doa-doa selama thowaf – sendiri-sendiri. Masing-masing JCH diusahakan untuk hafal doa-doa selama thowaf. (DON’T:) Jangan melafalkan doa sekeras-kerasnya selama thowaf karena dapat mengganggu kekhusyukan JCH lainnya yang juga sedang thowaf. Jangan hanya mengaminkan doa yang dibaca orang lain dan jangan mengandalkan orang lain untuk membaca doa keras-keras karena tidak hafal doanya.
(6) Karena Baitulloh bukan milik kita sendiri dan yang melakukan thowaf orang banyak, (DO:) lakukan thowaf secara individual atau dalam grup kecil 2-3 orang saja. Bersabarlah dalam berjalan mengelilingi Ka’bah dan berjalanlah dengan melihat situasi dan kondisi di sekitar anda. (DON’T:) Jangan thowaf secara bersamaan dalam barisan yang panjang dengan jumlah orang yang banyak (ular-ularan: satu rombongan membentuk barisan yang panjang seperti ular) karena hal ini cenderung mengganggu JCH lainnya yang juga sedang thowaf. Apalagi jika kepala rombongannya mendorong JCH yang thowaf di depannya supaya minggir untuk meberi jalan bagi barisannya, ini berarti sudah menyakiti JCH lainnya yang sedang thowaf di Baitulloh. JCH yang thowaf dengan ular-ularan tersebut umumnya juga tidak mau memberi jalan bagi JCH lain yang akan keluar dari barisan bagian dalam karena sudah selesai thowaf, sehingga ular-ularan tersebut mengganggu jalan bagi JCH.
(7) Dalam thowaf, JCH sering takut atau khawatir kalau terpisah dari rombongannya sehingga mereka cenderung melakukan thowaf model ular-ularan (lihat poin 6). Sebetulnya kekhawatiran terpisah dari rombongan dapat diatasi dengan (DO:) membuat konsensus untuk bertemu di lokasi sekitar tangga – lurusnya Ka’bah dan Maqom Ibrohim atau tempat lainnya yang disepakati. Dengan demikian, rombongan JCH yang besar (terdiri atas banyak orang) dapat dibagi-bagi dalam grup-grup kecil selama thowaf dan bergabung kembali di tempat yang disepakati setelah selesai thowaf. Setelah semua anggota JCH menyelesaikan thowafnya dan berkumpul kembali, baru menentukan atau melanjutkan ke kegiatan berikutnya. (DON’T:) Jangan thowaf model ular-ularan hanya karena khawatir terpisah dari rombongan, karena thowaf model ini dapat mengganggu JCH lainnya. Jangan menghambat orang yang mau lewat dengan memotong barisan ular-ularan, hanya karena kekhawatiran kalau barisan terputus akan jadi terpisah-pisah. Jangan menabrak dan menggusur JCH lain yang sedang thowaf di depan kita karena mau bergabung dengan induk barisan ular-ularan yang terputus. Hal tersebut berpotensi menyakiti diri JCH lainnya yang sedang thowaf. Secara umum, baik thowaf sendirian atau bersama-sama dalam satu grup, usahakan sesedikit mungkin menyakiti JCH lain yang sedang thowaf. Jangan berbicara (ngobrol) yang tidak ada gunanya di dalam thowaf, terutama kalau thowaf bersama-sama dalam rombongan yang banyak, JCH cenderung ngobrol sendiri.
(8) Selama thowaf, bagian Ka’bah yang secara syar’i boleh diusap atau dikecup hanyalah dua rukun (pojok) Yaman saja (satu pojok yang ada Hajar Aswad, yang lain – pojok yang tanpa Hajar Aswad). (DO:) Jika memungkinkan usap atau kecuplah Hajar Aswad pada setiap awal putaran, atau umumnya cukup dengan isyaroh saja. Untuk rukun Yaman yang kedua, usaplah jika memungkinkan atau langsung saja mengganti bacaan doanya tanpa isyaroh ke Rukun Yaman. (DON’T:) Jangan memaksakan untuk mengecup atau mengusap Hajar Aswad untuk setiap awal putaran. Tidak usah isyaroh ke Rukun Yaman yang kedua (yang tidak ada Hajar Aswadnya) jika tidak memungkinkan untuk mengusap. Isyaroh hanya ke Rukun Yaman yang ada Hajar Aswadnya saja.
(9) Jika kita thowaf di Baitulloh, banyak JCH terlihat sedang mengusap-usap tembok Baitulloh dengan tangan atau kain dan selanjutnya mengusapkan tangan atau kainnya ke muka. Ada juga sekelompok JCH yang menangis dengan menempelkan pipi/tubuhnya ke tembok Baitulloh. (DO:) Silakan mengusap atau mengecup Hajar Aswad dan mengusap Rukun Yaman yang tidak ada Hajar Aswadnya. Jika ingin menangis dan bersungguh-sungguh berdoa sambil menempelkan pipi dan badannya ke bangunan Baitulloh, lakukanlah di Multazam. Multazam merupakan bagian Ka’bah yang makbul untuk berdoa. (DON’T:) Tidak usah mengusap-usap tembok Baitulloh dengan tangan atau kain dengan berharap kain atau tangan yang diusapkan akan mendapat barokah. Tidak usah menangis-nangis dengan menempelkan tubuh ke tembok Baitulloh karena tidak ada kefadholan khusus dari tindakan tersebut yang didasarkan pada penjelasan secara sya’i. Jangan bergelantungan di bawah pintu Ka’bah dan berdoa di sana karena di bawah pintu Ka’bah bukan tempat yang makbul.
(10) Jika JCH berencana untuk mencari kesempatan mencium Hajar Aswad atau ingin ke Multazam untuk berdoa, atau ingin ke Hijir Ismail untuk sholat sunnah sambil melaksanakan thowaf, maka (DO:) lakukanlah usaha untuk mencium Hajar Aswad, berdoa di Multazam, atau sholat sunnah di Hijir Ismailnya diakhir putaran thowaf (setelah putaran yang ke-7 selesai). Hal ini demi alasan praktis saja supaya mudah mengingat bahwa thowaf telah selesai 7 putaran dan tinggal sholat sunnah 2 roka’at di belakang Maqom Ibrohim. Ke-3 tempat tersebut biasanya mejadi rebutan orang sehingga JCH harus berdesakan untuk bisa berhasil mencapainya. Kalau rebutan tersebut dilakukan sebelum putaran thowaf selesai – bisa menjadi lupa berapa putaran yang telah terselesaikan akibat berebut menuju Hajar Aswad, Multazam atau Hijir Ismail.
Jika anda bertekad untuk mencoba mencium Hajar Aswad, maka menjelang putaran terakhir selesai (DO:) bergeserlah menuju sedekat mungkin dengan bangunan Ka’bah. Setelah melewati Hajar Aswad dan kerumunan orang yang mengantri untuk mengecup, berbaliklah menuju Hajar Aswad (bhs Jawa: nrambul). Mengantrilah untuk mendapat giliran menuju pojok Hajar Aswad dari sisi Multazam. Usahakan dapat berpegangan pada tembok tempat berpijaknya Asykar (polisi) yang mengawasi Hajar Aswad dan menggeserlah menuju sasaran untuk mengecup Hajar Aswad. Usahakan jangan lupa untuk sebanyak mungkin terus membaca doa perlindungan (Allohummastur ‘auroti… dst) mulai sejak mengantri hingga mendapatkan giliran mengecup. Dalam mengantri supaya santai saja dan mengamati serta memanfaatkan situasi yang dihadapi (misalnya: jika ada JCH yang keluar sehabis mengecup Hajar Aswad, biasanya akan meninggalkan ruang kosong yang dapat dimasuki oleh JCH lainnya – manfaatkanlah!). Bergeserlah dan beri ruang bagi JCH yang selesai mengecup Hajar Aswad untuk keluar dan manfaatkan ruang kosong yang ditinggalkan untuk membawa diri anda lebih dekat ke Hajar Aswad. Jangan lupa untuk melengkapi thowaf anda dengan sholat sunnah 2 roka’at di belakang Maqom Ibrohim baik setelah berhasil atau gagal dalam usaha untuk mengecup Hajar Aswad. (DON’T:) jangan memaksakan diri untuk mengecup Hajar Aswad jika situasi dan kondisi menurut pengamatan anda pribadi tidak memungkinkan. Jangan mengantri dari tembok sisi Rukun Yaman karena antrian panjang dan tidak maju-maju sehingga kemungkinan berhasil kecil atau lama, lebih baik nrambul dari sisi Hajar Aswad. Jangan menyakiti sesama JCH yang mengantri dengan main sikut atau main dorong yang akan membahayakan diri sendiri dan orang lain. Jangan mengantri di jalur JCH keluar – setelah berhasil mengecup Hajar Aswad. Jangan melawan secara frontal JCH yang akan keluar dengan mendesaknya. Jika setelah 30-45 menit anda mengantri belum ada titik terang kemungkinan akan berhasil atau tidaknya, batalkan usaha mengecup Hajar Aswad kali ini dan coba lagi lain waktu saja.
(11) Untuk melakukan thowaf, JCH harus dalam keadaan suci. Berarti jika kentut atau batal dari wudhu karena sebab lain (DO:) perlu wudhu lagi terlebih dahulu sebelum melanjutkan thowaf kembali. Untuk berwudhu lagi, carilah tempat minum air Zam-Zam yang banyak tersebar di sekitar Masjidil Harom dan wudhulah di sana. (DON’T:) Jangan berpura-pura masih suci karena malas untuk berwudhu kembali, dengan alasan “kan tidak ada orang yang tahu”. Ingat, anda sendiri dan Alloh SWT tahu bahwa anda telah kentut atau tidak suci dari wudhu karena sebab lain.
(12) Satu rangkaian thowaf terdiri atas 7 putaran mengelilingi Ka’bah dan diakhiri dengan sholat sunnah 2 roka’at di belakang Maqom Ibrohim. Untuk melancarkan selesainya thowaf maka (DO:) jika posisi JCH ada di dekat bangunan Ka’bah, setelah putaran ke – 6 selesai maka pada putaran ke – 7 mulailah menggeser sedikit demi sedikit keluar (menjauh) dari bangunan Ka’bah. Dengan demikian, pada saat putaran ke – 7 selesai dan mendekati garis lurusnya Hajar Aswad, JCH telah berada di lingkaran paling luar dari para JCH lainnya yang sedang thowah. Ini akan memudahkan JCH keluar dan menuju tempat sholat di belakang Maqom Ibrohim tanpa mebahayakan diri sendiri serta tanpa menyakiti JCH lainnya. Jika pada putaran ke – 7 dari rangkaian thowaf JCH masih tetap berada di dekat bangunan Ka’bah, setelah mencapai garis lurusnya Hajar Aswad (selesai putaran ke – 7) maka tetaplah berjalam memutari Ka’bah sambil bergeser keluar menjauh dari bagunan Ka’bah. Setelah dapat keluar, berbaliklah menuju ke lokasi di belakang Maqom Ibrohim untuk sholat sunnah 2 roka’at. (DON’T:) Ketika telah selesai putaran ke – 7, tetapi posisi JCH masih dekat dengan Ka’bah, jangan langsung memotong untuk keluar menuju belakangnya Maqom Ibrohim karena akan membahayakan diri sendiri dan menyakiti orang lain.
(13) Setelah selesai memutari Ka’bah sebanyak 7 putaran, selanjutnya thowaf diakhiri dengan sholat sunnah 2 roka’at di belakang Maqom Ibrohim. (DO:) Carilah lokasi yang aman untuk sholat di belakang Maqom Ibrohim (lihat entry sebelumnya untuk definisi di belakang Maqom Ibrohim). Berdoalah sebanyak-banyaknya setelah sholat sunnah 2 roka’at karena tempat ini merupakan tempat yang makbul untuk berdoa. (DON’T:) Jangan sholat sunnah 2 reka’at di sembarang tempat. Banyak JCH yang melaksanakan sholat sunnah 2 reka’atnya di dekat lampu hijau (garis awal mulai thowaf) sehingga membahayakan diri sendiri dan mengganggu JCH lain yang baru meyelesaikan thowaf dan sedang bergerak keluar menuju belakang Maqom Ibrohim. Jangan sholat sunnah 2 reka’at di tempat yang menjadi lintasan orang thowaf karena akan membahayakan diri sendiri dan JCH lain yang sedang thowaf. Tidak usah sholat sedekat mungkin dengan Maqom Ibrohim (misalnya: satu sujudan dari Maqom Ibrohim), selain membahayakan diri sendiri dan mengganggu JCH lain, jauh atau dekatnya jarak antara tempat sholat dengan Maqom Ibrohim tidak mempunyai pengaruh apa-apa. Yang penting dari posisi sholat kita, Maqom Ibrohim, dan Ka’bah dapat ditarik garis lurus yang melewati ke-3-nya.
(14) jika thowaf yang dilakukan oleh JCH adalah Thowaf Khudum atau Thowaf Selamat Datang, maka (DO:) tiga putaran pertama dari rangkaian tujuh putaran – dilakukan dengan cara “ngincik” atau lari-lari kecil sedangkan empat putaran sisanya dengan berjalan biasa. Namun demikian bisa tidaknya melakukan hal tersebut harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada pada saat thowaf. (DON’T:) Jangan memaksakan “ngincik” jika keadaan tidak memungkinkan. Pada musim haji, umumnya hal tersebut sulit dipraktekkan karena banyaknya JCH yang melakukan thowaf.
(15) Pilihan lokasi untuk melakukan thowaf: (a) Di halaman Ka’bah, mepet (dekat) dengan bangunan Ka’bah. Jarak dan waktu yang diperlukan untuk setiap putaran paling kecil tetapi biasanya padat dengan orang thowaf (berdesak-desakan). (b) Di halaman Ka’bah, lingkaran di luar Maqom Ibrohim. Jarak dan waktu yang diperlukan untuk setiap putaran lebih panjang tetapi biasanya relatif tidak berdesak-desakan. (c) Di bangunan masjid (yang beratap), baik di lantai 1, lantai 2 atau lantai 3. Jarak dan waktu yang diperlukan untuk setiap putaran paling panjang, relatif longgar dan tidak berdesak-desakan.
(DO:) Pilihlah lokasi thowaf yang sesuai dengan selera JCH. Jika thowaf berombongan, sebaiknya mengambil posisi thowaf di lokasi (b). Jika thowaf menggunakan kursi roda, sebaiknya mengambil posisi thowaf di lokasi (b) atau (c).
(DON’T:) Memaksakan thowaf di posisi lokasi (a) padahal kita phobia berdesak-desakan. Jangan mengambil posisi thowaf lokasi (a) jika berombongan atau memakai kursi roda.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.(Makkatu al-Mukarommah, 28 Oktober 2010)
MAKKATU AL-MUKAROMMAH – DAY 9: MAQOM IBROHIM
Maqom Ibrohim tidak sama dengan makam (kuburan), tetapi merupakan batu tempat berpijak Nabi Ibrohim ketika membangun Ka’bah. Pada batu tersebut terdapat dua lubang sebagai bekas berpijak sepasang kaki.
Posisi keberadaan Maqom Ibrohim adalah di sisi tembok Ka’bah, kira-kira tengah-tengah antara pojok Hajar Aswad dan Hijir Ismail. Dari tembok Ka’bah ke Maqom Ibrohim jaraknya kira-kira 10-15 m. Kondisi Maqom Ibrohim saat ini sudah disungkup dengan bangunan kaca dan berbentuk rumah kecil.
Maqom Ibrohim mempunyai posisi penting dalam kaitannya dengan thowaf. Setiap rangkaian ibadah thowaf diakhiri dengan sholat sunnah dua roka’at di belakang Maqom Ibrohim.
Yang dimaksud dengan di belakang Maqom Ibrohim adalah posisi dimana kita bisa menarik garis lurus dari Ka’bah, Maqom Ibrohim, dan posisi sholat kita. Jarak antara posisi sholat kita dengan Maqom Ibrohim boleh dekat (misalnya satu sujudan atau sekitar 1 m) atau jauh (tempat yang sekiranya aman untuk melakukan sholat sunnah dua rokaat) dari Maqom Ibrohim. Yang penting bukan jaraknya tetapi dari posisi kita sholat, Maqom Ibrohim dan Ka’bah tetap bisa ditarik garis lurus.
Beberapa hal yang sering kurang pas yang dilakukan oleh JCH, berkaitan dengan Maqom Ibrohim antara lain:
(a) (DON’T:) Mengusap-usap bangunan Maqom Ibrohim dengan tangan atau kain untuk mengharapkan kebarokahan dari bangunan Maqom Ibrohim. Hal ini sebaiknya tidak dilakukan.
(b) (DON’T:) Sholat sunnah 2 roka’at dengan jarak satu sujudan dari Maqom Ibrohim (memaksakan sedekat mungkin dengan bangunan Maqom Ibrohim). Hal ini sebaiknya tidak dilakukan karena membahayakan diri sendiri atau mengganggu JCH yang lain.
(c) (DO:) Carilah tempat sholat sunnah yang aman dari kemungkinan tertabrak oleh JCH lain yang sedang thowaf dan supaya dapat berdoa dengan tenang.
(d) (DO:) Lokasi di belakang Maqom Ibrohim merupakan lokasi yang makbul setelah Multazam. Untuk itu ketika habis sholat sunnah dua reka’at di belakang Maqom Ibrohim, berdoalah sebanyak mungkin untuk seluruh ummat Islam, untuk keluarga, dan untuk diri sendiri, serta untuk siapa saja yang barangkali menitipkan doa kepada JCH.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.(Makkatu al-Mukarommah, 29 Oktober 2010)
MAKKATU AL-MUKAROMMAH – DAY 10: MULTAZAM VERSUS PINTU KA’BAH
Siapa yang ingin, dalam berdoa kepada Alloh SWT, dapat berkomunikasi dengan menggunakan jalur bebas hambatan dan dapat makbul doanya? Jawabannya, tentu semua orang menginginkan dan tidak ada satu orangpun yang akan menolaknya jika memang hal tersebut dapat dilakukan.
Well… berbahagialah bagi jama’ah calon haji (JCH) yang bisa datang ke kota Mekkah, mengunjungi Masjidil Harom, dan menyambangi Baitulloh (Ka’bah). Karena di salah satu bagian bangunan Ka’bah ada satu lokasi yang dapat menjadi jawaban bagi orang yang menginginkan jalur bebas hambatan dan makbul doanya, yaitu di lokasi yang disebut “Multazam.”
Menurut informasi yang kami peroleh, Multazam adalah bagian dari Ka’bah yang posisinya berada diantara Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah. Kalau diukur lebarnya, lokasi Multazam tidaklah lebih lebar dari 3 meter. Belum lagi di sebagian lokasi tersebut dibuat sebagai tempat Asykar berdiri dan mengawasi JCH yang berebut untuk mengecup Hajar Aswad. Jadi praktis lokasi Multazam tidaklah terlalu lebar.
Kalau kita pergi ke Masjidil Harom dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri pada Baitulloh (Ka’bah), maka kita akan menyaksikan konsentrasi JCH di salah satu sisi di sekitar Hajar Aswad karena JCH ingin mengecup Batu Hitam tersebut, di bawah pintu Ka’bah – di mana banyak orang berebut untuk bergelantungan dan berdoa di bawahnya, dan lebih sedikit JCH yang mengantri untuk berdoa di lokasi Multazam.
Loh… kok malah sedikit yang mengantri untuk berdoa di Multazam? (well… yang kami maksud sedikit bukan berarti satu dua orang saja sehingga seolah-olah memberi kesan sangat mudah untuk mencapai Multazam. Jangan salah terima karena tetap akan memerlukan perjuangan untuk bisa sampai ke Multazam!). Kenapa malah lebih banyak orang yang mengantri untuk berebut dan bergelantungan di Pintu Ka’bah?
Bahkan ada salah satu JCH warga LDII yang berdesakan dengan JCH dari negara lain di sekitar Multazam dan Pintu Ka’bah. Dikira JCH warga LDII, orang tersebut berebut menuju lokasi yang sama, yaitu Multazam sehingga dianggap sebagai kompetitor. Secara tidak sengaja, warga LDII tersebut bertanya kepada JCH dari negara lain, ke mana tujuan dia? Dijawab oleh JCH dari negara lain bahwa dia menuju ke pintu Ka’bah. JCH warga LDII pun menyebutkan bahwa dia mau ke lokasi Multazam. Akhirnya justru warga LDII tadi dipersilakan mengambil jalannya dan dibantu mencapai Multazam. Yang tadinya dikira memperebutkan tempat yang sama, ternyata menuju dua tempat yang berbeda.
Kembali ke pertanyaan kenapa banyak orang mengantri untuk berdoa di bawah pintu Ka’bah? Dugaan kami, banyak JCH mengira bahwa lokasi di bawah pintu Ka’bah adalah Multazam atau bagian dari Multazam. Kemungkinan lain, banyak JCH yang mengira bahwa lokasi di bawah pintu Ka’bah merupakan lokasi yang makbul untuk berdoa. Mana yang benar dari kedua dugaan tersebut, wallohu a’lam, hanya Alloh SWT saja yang tahu.
Kembali ke masalah Multazam, lokasi yang benar dari Multazam mestinya adalah antara Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah. Sehingga berdasarkan definisi tersebut, lokasi di bawah pintu Ka’bah tidak termasuk area yang disebut Multazam. Kalau Multazam, memang disebutkan dalam riwayat sebagai tempat yang Makbul untuk berdoa. Sebaliknya belum ada satu riwayatpun yang pernah kami dengar yang menyebutkan bahwa lokasi di bawah pintu Ka’bah adalah lokasi yang makbul untuk berdoa. Dengan demikian, lain kali JCH datang ke Masjidil Harom dan mencari lokasi untuk berdoa yang Makbul, maka datanglah ke Multazam dan bukan ke bawah pintu Ka’bah.
Untuk berdoa di Multazam, ternyata ada tata cara yang sudah dicontohkan oleh Rosulalloh SAW. Dalam hal ini, jika memungkinkan JCH supaya menempelkan seluruh tubuhnya dan salah satu pipinya ke Multazam, tangan kanan mengarah ke atas (di atas kepala) dan tangan kiri menjuntai ke bawah – ke duanya menempel dengan telapak tangan mengarah/menempel ke Multazam. Setelah itu silakan berdoa selama waktu memungkinkan dan sebanyak doa yang diinginkan. Baik doa untuk seluruh orang iman, bagi para jama’ah, bagi para pengatur, bagi keluarga, bagi semua jama’ah yang menitipkan doa dan jangan lupa bagi dirinya sendiri.
Nah… ada anekdot yang berkaitan dengan berdoa di Multazam yang dilakukan oleh sepasang suami istri. Jika doa sang suami dan sang istri kebetulan isinya sama, maka tidak ada masalah. Karena meskipun doa keduanya dikabulkan oleh Alloh, toh isinya sama. Yang menjadi masalah adalah kalau doa sang suami ternyata berlawanan dengan doa sang istri. Misalnya sang suami berdoa di Multazam untuk meminta kepada Alloh agar diberi A bagi dirinya, sedangkan sang istri juga berdoa di Multazam untuk meminta kepada Alloh agar suaminya jangan diberi A. Nah… bagaimana ini jawabannya? Wallohu a’lam, hanya Alloh yang tahu jawabannya.
Sebuah catatan akhir bagi JCH yang sudah berdoa di Multazam, tapi bertanya-tanya: “mengapa ya, doa saya di Multazam kok sepertinya tidak kunjung dijawab oleh Alloh?” Bagi JCH yang merasakan hal tersebut, maka supaya diketahui bahwa Alloh mengabulkan doanya seorang hamba melalui berbagai cara, antara lain dengan: (a) langsung memenuhi apa-apa yang diminta oleh hamba sesuai dengan isi doanya (langsung dijawab doanya), (b) tidak memenuhi apa yang diminta, tetapi menggantinya dengan yang lebih baik/lebih barokah bagi hambanya (Alloh lebih tahu mana yang lebih barokah bagi hambaNya), atau (c) menundanya dan menggantinya dengan kebaikan di akhirat nantinya. Oleh karena itu, bagi JCH yang sudah berdoa di Multazam tetapi merasa bahwa doanya belum dikabulkan oleh Alloh, jangan khawatir karena bagi anda justru tersedia yang lebih baik daripada apa-apa yang anda telah berdoa.
Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.(Makkatu al-Mukarommah, 30 Oktober 2010)
Oleh: Pak Dar
Bersambung…..