Kurang lebih dua bulan lagi, umat Islam akan menjalankan ibadah puasa. Bagi pengidap diabetes, ibadah ini tetap dapat dilakukan dengan aman asalkan disertai persiapan dan pengawasan yang tepat.
Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah akibat gangguan penyerapan glukosa oleh tubuh. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius jika tidak dikelola dengan baik. Namun, puasa dapat memberikan manfaat bagi pengidap diabetes, asalkan dilakukan dengan persiapan dan pengawasan yang tepat.
Dokter spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Universitas Diponegoro Semarang, Maria Erika Pranasakti, menjelaskan pentingnya memahami risiko sebelum menjalankan puasa, “Penderita diabetes harus mengetahui apakah mereka masuk kategori risiko sangat tinggi, tinggi, sedang, atau rendah,” ungkapnya.
Menurut Maria, kategori risiko sangat tinggi mencakup pasien yang mengalami hipoglikemia berat atau berulang dalam tiga bulan terakhir, perempuan hamil, pasien cuci darah, atau yang mengalami kegawatan seperti Hyperosmolar Hyperglycemic State ****(HHS), “Pasien dengan risiko ini tidak disarankan untuk berpuasa karena risiko komplikasi yang tinggi,” tambahnya.
Sementara itu, kategori risiko tinggi mencakup pasien lanjut usia, mereka yang tinggal sendiri tanpa pengawasan, atau yang memiliki penyakit penyerta seperti stroke atau serangan jantung. Sedangkan risiko sedang dan rendah biasanya melibatkan pasien dengan gula darah terkendali atau mereka yang hanya menggunakan satu jenis obat diabetes.
Maria menekankan pentingnya persiapan dini bagi pengidap diabetes yang ingin berpuasa, “Persiapan harus dimulai sejak satu hingga dua bulan sebelum Ramadan, bukan di saat-saat terakhir,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa perubahan pola makan dari tiga kali sehari menjadi dua kali sehari (sahur dan berbuka) memerlukan penyesuaian agar gula darah tetap stabil.
Untuk nutrisi, Maria merekomendasikan pola makan yang seimbang dengan total kebutuhan kalori harian 1.200-2.000 kalori, tergantung berat badan ideal pasien. “Karbohidrat sebaiknya sekitar 40-50 persen dari total kalori dengan jenis karbohidrat kompleks, sementara protein dan lemak masing-masing 20-30 persen dan 30-35 persen. Hindari makanan tinggi gula, minuman berkafein, dan tingkatkan asupan serat dari buah dan sayur,” jelasnya.
Aktivitas fisik juga tetap penting selama Ramadan, dengan olahraga ringan hingga sedang dilakukan pada pagi hari atau setelah berbuka. “Hindari olahraga berat selama puasa untuk mencegah risiko hipoglikemia dan dehidrasi,” kata Maria.
Maria menekankan pentingnya pemantauan gula darah secara rutin, terutama bagi pasien risiko tinggi. “Jika kadar gula darah turun di bawah 70 atau naik di atas 300, kami menyarankan untuk segera membatalkan puasa,” pesannya.
Selain itu, kata Maria, pengaturan obat harus selalu dikonsultasikan dengan dokter untuk memastikan puasa berjalan lancar tanpa komplikasi. “Dengan persiapan matang dan konsultasi medis, pengidap diabetes tetap bisa menjalankan ibadah puasa secara aman dan nyaman,” pungkasnya. (FWI/LINES)