Oleh Gun Gun Hidayat *)
Hari Bakti Rimbawan (HBR) yang diperingati setiap 16 Maret memasuki usia yang ke-42. Waktu yang cukup panjang dan matang untuk sebuah perjalanan pengabdian, meskipun tidak terlepas dari dinamika pembangunan dan pemerintahan.
HBR ke-42 tahun 2025 ini menjadi momentum penting bagi para rimbawan, seiring dengan kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang memisahkan bidang kehutanan menjadi kementerian tersendiri, yaitu Kementerian Kehutanan.
Pemisahan ini dari Kementerian Lingkungan Hidup menandai fokus yang lebih spesifik dalam pengelolaan hutan, tanpa mengurangi sinergi dalam menjaga lingkungan hidup secara keseluruhan.
Dalam periode kabinet ini, Kementerian Kehutanan menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan Astacita nomor dua Presiden, yaitu ketahanan pangan, air, dan energi. Selain menjalankan tugas utamanya dalam pengelolaan hutan, Kementerian Kehutanan diharapkan berkontribusi dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
Melalui koordinasi Kemenko Pangan, isu-isu pangan, air, dan energi semakin relevan dengan peran kehutanan yang sejak dahulu menjadi sumber utama ketiga aspek tersebut. Namun, dengan Asta Cita nomor dua, kontribusi kehutanan harus lebih strategis, menjadikan hutan sebagai benteng pertahanan pangan, bukan sekadar sebagai sumber tambahan.
Para rimbawan, baik di pemerintahan, swasta, maupun komunitas masyarakat, memiliki peran krusial dalam meningkatkan pengelolaan hutan. Mereka dituntut untuk terus berkinerja dan berinovasi dengan visi bersama: Pembangunan tidak boleh berhenti, hutan harus lestari, dan masyarakat harus sejahtera.
Program Perhutanan Sosial dan multiusaha kehutanan yang telah berjalan dalam satu dekade terakhir perlu diperkuat melalui intensifikasi (peningkatan kualitas hasil dan keberhasilan tumbuh) serta ekstensifikasi (pemanfaatan kawasan hutan yang kurang produktif). Menteri Kehutanan menegaskan bahwa terdapat sekitar 20 juta hektare dari 120 juta hektare kawasan hutan, yang berpotensi dikembangkan dalam perhutanan sosial dengan berbagai pendekatan.
Selain itu, pemegang izin pengusahaan hutan (PPPH) dan pengelola hutan produksi lainnya dapat mengoptimalkan sumberdaya hutan untuk pangan, air, dan energi melalui skema multiusaha kehutanan. Komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat terlihat dalam berbagai kebijakan yang mendorong peningkatan kapasitas rimbawan.
Pemerintah, melalui Kementerian Kehutanan, mengajak para stafnya untuk meningkatkan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan di bidang yang relevan. Sinergi dengan Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, dan BRIN juga diperkuat, termasuk dalam pengembangan tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti porang, iles-iles, serta energi terbarukan dari malapari, jarak, dan nyamplung.
Selain di sektor hulu, para rimbawan juga didorong untuk memperluas peran ke sektor hilir melalui hilirisasi dan peningkatan daya saing produk kehutanan di pasar. Saat ini, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2025 untuk sub-sektor kehutanan masih didominasi oleh kegiatan hulu (upstream) dengan sebagian memasuki midstream berkat dukungan Permenhut No. 8 Tahun 2022.
Kebijakan ini memungkinkan pengelolaan hasil hutan secara terbatas di dalam kawasan hutan sebelum dikeluarkan dalam bentuk sortimen kayu yang lebih hilir. Tujuan utamanya adalah meningkatkan efisiensi dan mempertahankan stok karbon dalam hutan. Pusat pengembangan pemanfaatan kawasan hutan serta komoditas kehutanan harus terus didorong untuk mendukung kinerja teknis eselon 1 dalam mengimplementasikan kebijakan.
Program peningkatan teknik pemanenan, efisiensi produksi, diverifikasi produk, serta perluasan pasar menjadi prioritas utama. Rimbawan masa kini tidak hanya lulusan kehutanan, tetapi juga siapa saja yang terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan sektor kehutanan. Oleh karena itu, lulusan kehutanan diharapkan memiliki perspektif luas, mampu bekerja secara multi-tasking, dan fleksibel dalam menjalankan tugasnya.
Dalam konteks demokrasi yang semakin matang, tidak perlu ada kekhawatiran akan dominasi atau tindakan sepihak dalam pengelolaan sektor kehutanan. Prinsip akuntabilitas dan transparansi menjadi pegangan utama dalam setiap kebijakan. Berbagai mekanisme hukum seperti judicial review, ombudsman, class action, dan keterbukaan informasi publik tersedia sebagai alat kontrol yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak.
Melalui peringatan HBR ke-42 tahun 2025 ini, para rimbawan diajak untuk kembali meneguhkan visi dan misi mereka dalam konteks kebutuhan pembangunan nasional menuju Indonesia Maju 2045. Sekali lagi, pembangunan tidak boleh berhenti, hutan harus lestari, dan masyarakat harus sejahtera.
Selamat memperingati Hari Bakti Rimbawan. Salam Lestari!
*) Gun Gun Hidayat, Ph. D., adalah Anggota Departemen Litbang, IPTEK, Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup (Lisdal) DPP LDII, sekaligus Kepala Pusat Pengembangan Hutan Berkelanjutan, Kementerian Kehutanan
Lestari hutanku, lestari alamku, kicau burung-burung yang merdu menyambut pagi. Jayalah Indonesia.