Lines (07/08) – Dalam kehidupan sehari-hari, acap kita menemukan salah kaprah dalam berbahasa. Yaitu kesalahan yang umum sekali sehingga orang tidak merasakan sebagai kesalahan. Terjadi karena sebuah kekeliruan justru dipakai berulang, terus-menerus hingga dianggap lumrah.
Kata sopir misalnya, adalah serapan dari bahasa Belanda, chauffeur yang artinya orang yang pekerjaannya mengemudikan mobil dan ia dibayar untuk itu. Sekarang kata sopir dipakai baik sebagai profesi maupun tidak. Padahal yang bukan profesi seharusnya disebut pengemudi, terjemahan dari driver dari bahasa Inggris, yaitu orang yang mengemudikan mobil, tapi ia tidak mendapat bayaran. Tapi, tetap saja lidah ini nyaman dengan sopir, padahal biasanya suka yang tidak berbayar.
Salah kaprah lain bisa kita jumpai dari singkatan pp dalam perjalanan. Kebanyakan dari kita akan menyebutnya dengan ‘pulang-pergi’. Bukankah ada yang janggal? Di majalah anak yang sempat saya baca, terdapat ilustrasi bagus untuk hal ini; yaitu seorang anak turun dari bis. Ibu si anak bertanya, “Kok cepat pulangnya?”
Anaknya menjawab, “Iya, kan pp, pulang-pergi, pulang dulu baru pergi.”
Menurut saya itu ilustrasi yang sangat bagus. Kocak, membuat saya tertawa. Ya, seharusnya kita menyebutnya ‘pergi- pulang’, bukan ‘pulang –pergi’. Tapi, biarkan sajalah, toh masih tetap pulang ke rumah.
Dalam bahasa formal atau informal, seringkali kita menemui kata merubah. Kata ini dimaksudkan melakukan perubahan, dengan kata dasar ubah. Nah, seharusnya ketika kata ini diberi imbuhan me-, sesuai kaidah tata bahasa yang benar, kata yang terbentuk adalah mengubah, bukan merubah. Merubah bisa saja berarti menjadi seperti rubah. Mungkin hal ini disebabkan karena salah paham saat penutur mengubah kata berubah atau perubahan menjadi bentuk melakukan atau membuat sesuatu, jadi bentuk yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Jadi tetaplah salah, dan tidak usah berubah, yang penting tahu sama tahu.
Dalam khasanah bahasa, kesalahkaprahan saya anggap tidak mengapa, toh difahami dengan baik dan diterima oleh para pengguna bahasa. Kesalahkaprahan menjadi bahaya, jika hasil akhirnya tidak sesuai harapan para penggunanya. Serupa dengan kasus ini, terjadi juga di dunia agama, wilayah peribadatan. Mungkin kita familiar dengan kalimat ‘shadaqallahuladhim’, yang digunakan penutup acara tilawah. Ada yang ingat seperti apa kalimat itu diterjemahkan? Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya. Padahal arti sebenarnya adalah ‘Maha Benar Allah Yang Maha Agung’. Semoga Malaikat tidak bingung mencatat pahalanya.
Ada lagi yang membuat saya tidak mengerti bagaimana menjelaskannya. Ini masalah shalat witir. Ada witir 1, 3, 5, 7 atau 9 rakaat. Prakteknya Nabi melakukan witir dengan 1 salam. Anehnya, banyak umat islam melakukan witir 3 rekaat tetapi dilakukan dengan 2 salam; 2 rakaat + 1 rakaat. Umum, tidak hanya di Indonesia. Janggal bukan? Sebenarnya dengan praktek 2 rakaat salam dan 1 rekaat salam, witirnya 1 rekaat bukan? Atau memang ini masuk salah kaprah tipe lain, yaitu dengan Allah. Simaklah praktek witir lewat hadits berikut ini.
حَدَّثَنِي يَحْيَى، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ نَافِعٍ، وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَجُلاً، سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ صَلاَةِ اللَّيْلِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
“ صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
Dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW dari sholat malam, maka Rasulullah SAW menjawab; “Shalat malam itu dua-dua, tetapi ketika salah satu kalian khawatir masuk waktu shubuh, maka shalatlah 1 rakaat untuk mengganjili (witir) shalat yang sudah kalian lakukan.” (Rowahu Bukhari)
Bersyukur yang sudah praktek dengan benar. Bagi yang masih melakukan witir 3 rakaat dengan 2 salam, mudah-mudahan sadar. Atau dengan salah kaprah ini Allah mengampuni. Allahu a’lam.
Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang.
Alhamdulillah Jazakallohu Khoiro pak perkelingnya dan Alhamdulillah saya sdh melakukan itu sejak awal yaitu dikuatirkan malam kelupaan witir maka saya kerjakan witir ba’da isya
الحمد لله جزاكم الله خيرا
Nice info
Mantab Terima kasih. Jazakumullohu khoiro. Kalau boleh usul artikel berikutnya bisa membahas tentang penggunaan bahasa asing dalam kehidupan sehari hari padahal bahasa Indonesianya ada.