Disadari atau tidak, dasar sebagian besar orang berumah tangga adalah untuk menyempurnakan agamanya. Hal inilah yang perlu diwanti – wanti, dicermati terus guna membangun sebuah rumah tangga yang bahagia. Rasulullah SAW bersabda, “Ketika seorang hamba menikah, maka sungguh ia telah menyempurnakan separo agamanya, maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah pada separo sisanya.” (Rowahu al-Baihaqi)
Sebagai start awal dan dasar tindakan, maka ke depannya harus dipahami terus dan dilestarikan, jika dalam perjalanan biduk rumah tangganya melenceng atau keluar jalur dari tujuan utamanya: untuk menyempurnakan agama. Bagi pasutri yang tidak meletakkan niat menyempurnakan agama ini sebagai hal yang utama dan number one, maka sebaiknya harus segera dikoreksi. Taruhlah hal ini sebagai prioritas utama. Sebab kesempurnaan agama yang dimaksud bukanlah kesempurnaan agama satu pihak saja. Kesempurnaan agama suami thok atau kesempurnaan agama istri thok. Melainkan kesempurnaan agama bagi kedua belah pihak, baik suami maupun istri. Jadi, kalau yang merasa diuntungkan hanya sebelah pihak saja berarti kurang sempurna. Harus dua – duanya. Ya, baik dari suami maupun istri. Dan keadaan saling menguntungkan inilah maksud adanya janji pertolongan Allah karenanya. Dari Abu Huroiroh ra. ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga manusia yang Allah pasti menolong mereka, yaitu mujahid di jalan Allah, budak yang berniat melunasi pembebasannya, dan orang yang menikah karena ingin terjaga.” (Rowahu at-Tirmidzi, ia berkata ini hadits hasan shohih).
Karena dasar menyempurnakan agama itu bersifat universal, multi aspek, maka ia tidak menafikan adanya pilihan – pilihan lain dalam memilih calon pasangan. Boleh pilih yang cantik rupawan, boleh memilih yang model kebarat – baratan, boleh yang kriting, dsb asal suka dan agamanya oke punya. Juga boleh memilih yang kaya, bisnisman, enterpreneur, dsb yang penting punya agama yang paten. Boleh juga memilih yang ningrat, berpangkat, dsb asal tetap ditunjang agama yang baik. Atau bahkan gabungan dari ketiganya cantik, kaya dan ningrat dengan kualitas pemahaman agama yang akuntabel. Orang jawa bilang bobot, bibit, bebet. Namun pilihan – pilihan itu ada konsekuensi dan problematikanya, sehingga Nabi SAW memberikan password agar dalam mengusung niat berumah tangga atas dasar agama. Sebab ia mencukupi, mampu mewadahi dan melintasi batas ketiga unsur lainnya.
Dari Abu Huroiroh ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya, raihlah/carilah yang taat beragama, niscaya kamu beruntung.” (Rowahu al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Pada dasarnya kecantikan, kedudukan dan kekayaan bersifat lahiriah semata. Sedangkan ketaatan beragama bersifat lahir dan batin. Berasal dari kepahaman hati dan tampak dalam amalan. Kepahaman membungkus setiap sifat dan gerak – gerik dalam keseharian. Singkatnya dengan mempunyai kepahaman agama yang baik, seperti bertindak di saat yang tepat, tempat yang tepat dan sasaran yang tepat. Jadi tidak pernah meleset. Oleh karena itu, sunguh sangat berharga mempunyai pasangan yang taat beragama. Dari Anas ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang dikaruniai Allah istri yang sholihat, maka sungguh Allah telah menolongnya atas separo agamanya, maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam separo yang lainnya.” (Rowahu ath – Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath dan al –Hakim)
Maka, ketika pergi ke peraduan, saya sering mengingatkan istri akan tujuan berumah tangga yang sedang kami bina. Ia tidak bertujuan mencari kedudukan, juga bukan kepangkatan dan juga bukan untuk memproduksi kekayaan dan kecantikan, melainkan ingin mencari surga selamat dari neraka. Hal itu tertulis jelas di dalam Surat Lamaran yang dulu pertama kali saya buat kukirim kepadanya. Dan eloknya, istri saya masih menyimpannya dengan rapi di dalam document file miliknya. Ketika kutanya kenapa? Dia menjawab, “Untuk mengingatkan kelak kalau kita lupa.” Karenanya di akhir dialog sering saya mensyukurinya – jazaakillaahu khoiro – mau menjadi istri saya. Dan hadiah tak terduga pun selalu hadir setelahnya. Tahu kan?
Oleh:Ustadz.Fahmi