Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Ini salah satu cerita favorit saya yang lain, dari tokoh sufi nan lucu Nasrudin. Untuk memotivasi diri dan orang-orang dekat agar lebih optimal. Optimal waktu serta optimal amal. Hubungannya dengan beberapa pengingat yang terang-benderang, seperti ini.
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
“Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah: 269)
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُواْ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi seluruh kaum mukminin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.“ (QS At-Taubah : 22)
Diriwayatkan dalam shahihain, dari sahabat Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memberikan kefaqihan (pemahaman) agama baginya.“
Kisahnya, suatu ketika keledai Nasrudin jatuh sakit, karenanya ia meminjam seekor kuda kepada tetangganya. Kuda itu besar dan kuat serta kencang larinya. Begitu Nasrudin menaikinya, si kuda langsung melesat secepat kilat, sementara Nasrudin berpegangan di atasnya, ketakutan. Nasrudin mencoba membelokkan arah kuda dan menghentikannya. Tapi sia-sia. Kuda itu lari lebih kencang lagi.
Beberapa teman Nasrudin yang melihatnya, mengira sedang ada sesuatu yang penting. Mereka berteriak, “Ada apa Nasrudin ? Mau ke mana engkau ? Mengapa terburu-buru?”
Nasrudin balas berteriak, “Saya tidak tahu! Binatang ini tidak mengatakannya kepadaku!”
Ada yang menarik bukan dari anekdot di atas? Terutama di bagian kalimat terakhir sebagai jembatan pemahaman. Maksudnya begini; terkait ilmu, kefahaman dan hikmah, jangan banyak berharap semua itu datang dengan sendirinya, tanpa usaha dan upadaya. Sebab pada dasarnya, baik ilmu, kefahaman maupun hikmah didapat dengan tekun dan sabar mencarinya. Tidak dengan berpangku tangan. Ongkang-ongkang. Menunggu kuda berbicara. Bahkan kadang membutuhkan waktu yang sangat lama.
Kita ambil satu contoh sederhana saja dalam keseharian, dzikir habis sholat misalnya. Setiap muslim biasanya membaca tasbih, tahmid dan takbir. Kegiatan ini biasanya juga disebut wirid. Tetapi pernahkah kita berpikir, kenapa kalimat itu yang dipilih Rasulullah SAW untuk diamalkan? Kenapa tidak yang lain? Mudah-mudahan tidak ada yang langsung menghadang dengan stempel penghakiman: dari sananya begitu. Namun seperti layaknya mencari jalannya syukur, dalam hal ini kita berharap juga bisa mengkaji lebih jauh kalimat tersebut dalam keseharian kita untuk manfaat yang lebih besar lagi tentunya. Yaitu menguak tabir jalan menuju kefahaman, kenikmatan dan kebahagiaan. Bahkan memungkinkan mengukir jalan menuju sikap rela memaafkan, jauh dari sifat kebencian dan rasa dendam berkepanjangan.
Mari kita renungkan salah satunya yaitu Subhanallaah yang artinya Maha Suci Allah. Allahlah yang tersuci, tidak punya salah, tidak punya cela, tidak lupa. Perfect. Sementara itu manusia adalah tempat kesalahan, ketercelaan dan kealpaan. Tidak perfect. Meresapi kalimat tasbih ini, seharusnya membuka hati kita untuk menjadi pemaaf. Memahami kesucian, akan melunturkan keangkuhan hati kita. Sebab kesucian itu hanya punya Allah. Kesempurnaan itu adalah milikNya. Yang Maha Sempurna adalah Allah. Sedangkan manusia itu adalah makhluknya. Jadi dia tidak akan bisa menyamaiNya. Manusia itu tidak sempurna. Jadi sebagian orang mengatakan; kesempurnaan manusia terletak pada ketidaksempurnaannya. Kalau ada manusia yang sempurna, berarti dia bukan manusia atau kita yang salah melihat. Dengan memahami konsep ini, hati kita akan selalu terbuka untuk memaafkan orang lain. Gampang memaafkan. Tidak bencian. Rela. Lilo legowo. Bahkan memampukan memaafkan sebelum dimintai maaf. Simaklah tuntunan Allah dalam hal ini;
وَلَوْلَآ اِذْ سَمِعْتُمُوْهُ قُلْتُمْ مَّا يَكُوْنُ لَنَآ اَنْ نَّتَكَلَّمَ بِهٰذَاۖ سُبْحٰنَكَ هٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيْمٌ
“Alangkah baiknya ketika mendengarnya (berita bohong itu), kalian berkata, “Tidak pantas bagi kita membicarakan ini. Mahasuci Engkau. Ini adalah kebohongan yang besar.” (QS An-Nur:16)
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka.” (QS Ali Imron ayat 190-191)
Ini dalil yang menunjukkan Allah Maha Suci, yang lain tidak. Karena kita tidak suci, maka kita diajarkan kebijakan, diberikan jalan seperti dalam dalil berikut.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa; (yaitu) orang-orang yang berinfaq, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran: 133-134)
Bahkan seorang ilmuan bernama Bernie Siegel dalam karya best seller-nya yang berjudul Love, Medicine and Miracles mengajukan sebuah bukti meyakinkan. Sebagaimana ia tulis secara amat percaya diri di bukunya, Siegel telah mengoleksi 57 kasus keajaiban kanker. Di mana ke lima puluh tujuh orang ini sudah positif terkena kanker, dan begitu mereka menghentikan secara total dan radikal kebencian, depresinya menurun drastis, dan yang paling penting tumornya mulai menyusut. Sebagai kesimpulan, Siegel menulis : ‘when you give love, you receive it at the same time. And letting go of the past and forgiving everyone and everything sure helps you not to be afraid’. Ketika Anda memberi maaf, Anda juga menerimanya pada saat yang sama. Dan kesediaan untuk melepas masa lalu dengan cara memaafkan, secara meyakinkan membantu Anda keluar dari kekhawatiran.
Pernahkah kita menyadarinya? Bahwa kita dibimbing agar menjadi insan yang nyegoro – penuh maaf dengan memahami bacaan tasbih yang kita baca berulang-ulang setiap habis sholat. Kita dituntun setiap hari. Kita mengakui bahwa Allahlah Yang Maha Suci dan makhluknya itu tidak suci. Dengan demikian kita diajar menjadi insan yang paripurna. Mengetahui mana yang hak mana yang batil, yang asli dan mana yang palsu. Inilah kunci rahasia kefahaman dan kebahagiaan serta hikmah dibalik kalimat tasbih yang kita baca sehari minimal 165 kali. Menjauhkan kebencian mendekatkan sikap memaafkan.
Dari sini rupanya, maka para tetua sering berpesan; “Memaafkan memang tidak mengubah masa lalu, tapi memaafkan bisa mengubah masa kini jadi jauh lebih indah secara meyakinkan, menuju jiwa masa depan yang mulia.” Sebab jiwa menjadi mulia inilah, maka Allah mengganjar dengan pahala yang tidak terkira. Berani memaafkan adalah sebuah pilihan bijak dan menguntungkan menuju pintu megah kemuliaan. Teruslah belajar memaafkan. Bukan karena orang lain penting, akan tetapi karena kedamaian dan kemuliaan diri, itu sangatlah penting. Dengan tasbih, pemahaman manusia akan pentingnya memaafkan menjadi jauh lebih dalam. Sebab ketulusan dan keberanian untuk memaafkan, membuat jiwa mana pun tumbuh tinggi tanpa penghalang. Menanggalkan kebencian dan dendam. Sebaliknya, yang gagal memaafkan secara jangka panjang akan menumbuhkan tembok tebal, tinggi dan keras yang membuat seseorang gagal menemukan wajah kehidupan yang penuh kesejukan, keberlimpahan, kedamaian dan kebahagiaan.
وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَاۚ فَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ
“Balasan suatu keburukan adalah keburukan yang setimpal. Akan tetapi, siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang zalim.” (QS: Asy-Syura: 40).
Demikian sekelumit coretan ini, semoga semakin mengerti, memahami serta menghayati indahnya kalimat tasbih yang setia mengiringi setiap kali habis sholat wajib ini. Yang nantinya dapat menasbihkan diri menjadi jiwa-jiwa yang suci.