Makassar (8/2). Pemuda LDII Kota Makassar menyelenggarakan temu pemuda di Masjid Nurul Huda, Kelurahan Mannuruki, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (8/2/2016).
Perhelatan itu mengambil tema “Pengembangan SDM yang Profesional, Religius, Mandiri, dan Bermartabat”, yang dihadiri Ketua DPW LDII Sulawesi Selatan Hidayat Nahwi Rasul. Turut hadir pula Ketua DPD LDII Makassar Renreng Tjolli dan jajaran pengurus LDII Kota Makassar.
Menurut Hidayat Nahwi Rasul, banyaknya pemuda yang terjebak dalam radikalisme disebabkan tiga faktor. “Pertama, kurangnya pengetahuan tentang ideologi kebangsaan. Di saat miskin pemahaman agama, maka doktrin radikal mudah masuk,” kata Hidayat.
Kedua, lanjut Hidayat, penyebab radikalisme adalah kesenjangan ekonomi. “Dengan iming-iming gaji Rp 90 juta banyak pemuda menjadi teroris. Kebanyakan teroris usia 20-30 tahun,” kata Hidayat.
Ketiga, kata Hidayat, pelecut radikalisme adalah ketidaktahuan tentang banyak hal di sekitar mereka. Karena itu, kata Hidayat, untuk mencegah radikalisme di kalangan generasi muda, LDII memperkuat sisi ideologi kebangsaan. “Selanjutnya, LDII mendorong pemuda agar profesional religius,” kata Hidayat dihadapan 630 peserta.
Kemudian, LDII mendorong kemandirian ekonomi. “Sehingga tidak mudah terprovokasi oleh hal-hal yang mengarah pada terorisme dan radikalisme,” kata Hidayat.
Lebih lanjut, Hidayat mengungkapkan, di era globalisasi, persaingan antar bangsa semakin meningkat. “Globalisasi akan melahirkan budaya pop, hedonisme, dan benturan nilai. Globalisasi juga akan mencairkan budaya tradisi. Yang bisa melawan globalisasi hanyalah militansi. Jika tidak memiliki militansi, kita akan kehilangan karakter atau jati diri sebagai bangsa,” ujar Hidayat yang juga Ketua DPP LDII ini.
Pihaknya menambahkan, pada 2020, Indonesia akan mengalami bonus demografi. “Indonesia akan memperoleh angkatan muda yang besar,” kata Hidayat.
Karena itu, kata Hidayat, tanpa pembinaan, tingginya angka pemuda tersebut malah akan menjadi beban demografi. “Karena itu, pemuda harus militan. Kalau pemuda tidak militan, negara ini bisa dijual kepada asing,” ujar Hidayat.
Selanjutnya, kata Hidayat, militansi harus diarahkan. “Ada tiga militansi generasi muda LDII. Militansi dalam mencari ilmu, militansi dalam berakhlakul karimah, dan militansi dalam kemandirian,” kata Hidayat.
Hidayat mencontohkan, militansi dalam mencari ilmu diwujudkan dalam kesemangatan dalam mencari ilmu Alquran dan Alhadis. “Militansi dalam berakhlakul karimah dibuktikan dengan menolak budaya pop dan budaya alay yang melanda generasi muda. Termasuk menjauhi seks bebas dan pornografi,” ujar Hidayat.
Militansi dalam kemandirian, kata Hidayat, diwujudkan dengan mengembangkan bakat sesuai minat, menempuh studi dalam waktu yang tepat, menjadi pemuda yang bekerja keras, dan menjadi entrepreneur yang produktif.
Sementara itu, ketua panitia Wirya Surachmat mengatakan, temu pemuda ini diselenggarakan untuk menumbuhkan SDM yang profesional religius, mandiri, dan bermartabat. “Sehingga anak bangsa tidak hanya menguasai ilmu agama dan berakhlakul karimah. Tetapi juga profesional dibidangnya masing-masing,” kata Wirya.
Intelektualitas dan spiritual, kata Wirya, harus berjalan seirama. “Disamping menanamkan pola dasar kecerdasan intelektual, kita juga tanamkan kecerdasan spiritual, sehingga bisa mendukung program revolusi mental Presiden Joko Widodo,” kata Wirya. (*)