Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan
Di dalam Kitab Jami’ Al-Ausath, Imam Thobroni meriwayatkan sebuah hadits yang indah, walau “asing”. Banyak telinga yang belum mendengar, tapi penuh makna dan lebih sayang lagi jika tidak diperdengarkan dan disampaikan lebih luas. Terutama dalam kontek hubungan anak dengan orang tua. Hadits yang dinarasikan oleh Abu Huroiroh itu cukup membuat diri ini “menderita” untuk tidak segera meresponnya. Sebab kalau tidak segera, alamat akan menyesal, bahkan bisa menderita sebenar-benarnya. Dunia akhirat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَعِينُوا أَوْلَادَكُمْ عَلَى الْبِرِّ، مَنْ شَاءَ اسْتَخْرَجَ الْعُقُوقَ لِوَلَدِهِ
Dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah SAW bersabda; _“Menolonglah kalian pada anak-anak kalian atas kebaikan, bagi orang yang berkehendak agar anak-anaknya tidak melukai (berani) kepada orang tuanya”. (HR ath-Thobroni)
Makna tersurat (umum) dari hadits ini, senada dengan atsar-atsar yang lain adalah kewajiban orang tua untuk mengajari adab, membekali ilmu dan mendidik anak-anak mereka dengan baik dan benar. Sekarang malah sudah diterjemahkan dalam 29 karakter. Nah, yang suka terlewat adalah makna tersirat (khususnya), yaitu bagaimana menolong anak-anak dengan perilaku sholeh dari kedua orang tuanya. Tidak hanya menyuruh mereka belajar. Tidak hanya mengirim mereka ngaji di pondok. Atau mengundang guru privat ke rumah. Menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap. Lebih dari itu. Selain memberi bekal yang baik, sebagai hak anak, juga dibarengi dengan teladan dan perilaku yang baik pula dari kedua orang tuanya. Mencari rezeki yang halal, melakukan pekerjaan yang baik dan benar, dan membelanjakan ke jalan yang benar pula. Itulah kunci sukses dalam pendidikan anak-anak.
Setelah mengembara, mencari-cari ke dalam lembah kitab dan sela-sela waktu berguru, akhirnya saya menemukan cerita menarik seiring spirit hadits di atas. Kisah yang saya temui dari kisah Khalifah Umar bin Abdu Aziz ini. Cukup menggugah pemahaman, mengetuk jalan pencerahan dalam mendidik buah hati, wabilkhusus: bekal sebagai orang tua.
Kisah ini bermula ketika Abu Ja’far Al-Manshur diangkat sebagai khalifah kedua Bani Abbasiyah menggantikan Khalifah pertama; Abul’Abbas Al-Safaah pada tahun 137 H. Pada hari pengangkatannya Muqatil bin Sulaiman datang dan menghadapnya di istana. Kemudian Al-Manshur berkata kepada Muqatil, “Berilah aku nasehat, wahai Muqatil”. Muqatil memberikan pilihan, “Ya amirul mukminin, nasehat dari apa yang aku dengar atau yang aku lihat?” Al-Manshur menjawab, “Dari yang engkau lihat.” Muqatil berkata, “Wahai Amirul Mukminin, Khalifah Umar bin Abdul Aziz memiliki sebelas anak. Ketika wafat, beliau meninggalkan uang delapan belas dinar. Untuk membayar kain kafan lima dinar dan untuk tanah liang kuburnya empat dinar. Sisanya sembilan dinar diwariskan kepada ahli warisnya.” Setelah jeda sejenak, kemudian Muqatil melanjutkan; “Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (pengganti Umar bin Abdul Aziz, keduanya dari Dinasti Bani Umayyah), juga memiliki sebelas anak. Ketika beliau wafat, warisan yang diperoleh oleh masing-masing anaknya satu juta dinar. Demi Allah, wahai Amirul Mukminin, pada suatu hari aku melihat salah seorang anak Umar bin Abdul Aziz bersedekah seratus ekor kuda untuk keperluan jihad fi sabilillah. Dan pada hari yang sama juga, aku melihat salah seorang anak Hisyam bin Abdul Malik sedang meminta-minta di pasar.”
Suasana hening sejenak, seolah waktu tak mau berlalu, sampai akhirnya Muqatil melanjutkan nasehatnya; Ketika itu, orang-orang bertanya kepada Umar bin Abdul Aziz menjelang wafatnya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk anak-anakmu?” Beliau menjawab, “Aku tinggalkan untuk mereka takwa kepada Allah. Jika mereka menjadi orang-orang yang shaleh, maka Allah yang akan mengurus mereka. Jika tidak menjadi orang-orang yang shaleh, maka aku tidak akan menolong mereka untuk bermaksiat kepada Allah. ”
Umar bin Abdul Aziz benar, takwa kepada Allah adalah sebaik-baik warisan orang tua untuk anaknya. Juga dalam banyak hal. Takwa adalah panglimanya. Dan bagaimana bisa diwariskan, kalau orang tuanya sendiri tidak bertakwa? Itulah yang terjadi dengan Hisyam bin Abdul Malik. Dan rasanya itulah masalah umum yang tengah melanda. Merenungi situasi seperti ini, tak salah jika kita mengingat kembali firman Allah di dalam Surat An-Nisaa: 9;
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka kuatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Spirit ayat ini perlu segera ditegakkan di tiap-tiap diri orang tua. Dan kisah Umar bin Abdul Aziz bisa menjadi panutan. Selain kisah pertemuan Nabi Khidir dan Nabi Musa, yang diceritakan di dalam Surat Al-Kahfi.
Melihat tumbuh kembang anak-anak seiring waktu, dengan globalisasi yang terus menderu, ditandai tebaran gadget di mana-mana, terkadang terbersit kekhawatiran mendalam. Sudahkah kita terbebas dari kutukan Surat At-Tahrim ayat 6;
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,…”
Dan apa jawaban yang akan kita berikan nanti? Semoga siap adanya. Dan sebelum terlanjur jauh jatuh, sembari membangun kesiapan, kesadaran dan ketakwaan diri, segeralah meminta pertolonganNya dan berdoa penuh keyakinan kepadaNya, sebagaimana doa-doa yang telah diajarkan.
Mari bersama-sama: a’iinuu aulaadakum.
AJKH Mas Kus. Sebagai pengingat kepada semua orang tua. Keteladanan lebih efektif dibanding kata2 verbal
Alhamdulillah jazakhaullohu khoiro Pak Kus… Semoga Allah Paring aman lancar slamet barokah…sehat selalu pak kus dan keluarga.. semangat terus menulis tulisan tentang kebaikan2 yang menginspirasi… ajkk🙏🙏
benar teladan bagi kedua orang tua untuk adab terhadap anak2 ya lebih baik dari pada banyak bicara tanpa ada m pengamalan seperti nabi kita Muhammad Saw memberi teladan kepada anak dan istri2nya melalui sikap tanpa banyak bicara.
Lisan menasehati, badan memberikan contoh nyata dengan tindakan, hatinya juga harus yang bersih dan taqwa
Inspiratif
PR utk diri sendiri.. الحمد الله جزا ك لله خيرا pak untuk nasehatnya.