Mari kita hitung, berapa banyak waktu yang kita alokasikan untuk ibadah. Sesuai dalilnya kalau jin dan munusia itu dicipta sebenarnya untuk ibadah pada Allah. Apalagi nanti balasannya adalah surga. Nah bagaimana peta jalan ke surga itu? Inilah sedikit kalkulasinya.
Rata – rata usia harapan hidup manusia kita ambil 65 tahun, maka waktu ibadah efektifnya harus dikurangi masa baligh. Jadi, 65 tahun dikurang 15 tahun sebagai rata – rata usia baligh bagi laki – laki. Karena sebelum baligh belum tercatat sebagai amalan pribadi. Akhirnya waktu ibadah kita ternyata hanya 50 tahun saja.
Apakah 50 tahun ini full untuk ibadah? Mari kita simak, bahwa manusia dalam 24 jam itu biasanya melakukan aktifitas sebagai berikut, tidur rata – rata 7 jam, bekerja 12 jam, aktivitas lainnya seperti ngobrol, bercengkrama, santai, bermain, nonton TV, dll kurang lebih 4 jam dan sisanya ternyata hanya 1 jam saja untuk ibadah. Sedikit bukan? Jika kita hitung selama 50 tahun total ibadah kita tak lebih dari 2 tahun atau cuma 4 % saja. Paling banyak waktu dialokasikan untuk bekerja (25 tahun), tidur (15 tahun) dan aktifitas lainnya (8 tahun).
Melihat kalkulasi ini betapa besar fadhl dan rahmat Allah yang diberikan kepada kita. Yang sedikit itu ternyata dibalas dengan surga. Jadi tidak sepantasnya kita malas untuk beribadah. Karena waktu ibadah kita ternyata lebih sedikit ketimbang waktu tidur kita. Dan Allah ridho dengan yang sedikit itu asalkan kita juga ridho menjaga niat kita tetap mukhlish lillah karena Allah dalam setiap amal ibadah kita. Hanya itu? Ya…
Kemu
Kalau anak saya yang pertama lain lagi. Memang dia sudah full puasa seharian. Namun ada satu tindakannya yang mencurigakan – aneh, yang saya perhatikan. Kalau sudah jam 12 lewat, dia suka pergi bolak – balik ke bak mandi dan kemu (berkumur – kumur) sambil raup atau cuci muka. Kemudian saya tanya, ”Kok ke kamar mandi terus?”
”Haus. Panasss….” katanya.
”Tapi gak boleh minum lho ya,,,” kata saya.
”Nggak kok, kan puasa,,,” sergahnya.
Kejadian itu mengingatkan aku kala bocah. Ketika siang tiba, saya selalu tengkurep di kolah (bak besar tempat wudhu di masjid kampung saya). Tak lain juga untuk raup dan kemu, sambil ngisep – ngisep dikit airnya. Jadi kalau anak saya berbuat begitu, saya hanya bisa mesam – mesem saja. Lha wong sudah pengalaman je,,,? Semoga semua menjadi pelajaran yang berharga buat dia.
Pengalaman memberikan ruang yang luas bagi sebuah pemahaman. Bersyukurlah bagi yang sudah punya banyak pengalaman hidup. Darinya kita bisa melihat indahnya dunia. Bukan menghakimi, tetapi menikmatinya.
Oleh :Faizunal Abdillah