Jakarta (23/12). Wakil Menteri Agama RI, Saiful Rahmat Dasuki, mengungkapkan, negara menjamin terciptanya toleransi dalam kehidupan beragama. Hal itu ia katakan, pada Focus Group Discussion (FGD) Kebangsaan Seri 1 dengan tema “Menjajaki Pentingnya Penyusunan Undang-undang Toleransi” yang dihelat DPP LDII, di gedung DPP LDII, Jakarta, pada Sabtu (23/12).
“Ketika negara ini dibentuk, sebagai negara Pancasila, mengakui keberagaman. Maka pemerintah menjamin terciptanya kehidupan yang rukun dan bertoleransi, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945,” ujarnya.
Menurutnya, banyak konflik yang melibatkan kehidupan beragama, membutuhkan perhatian dan langkah antisipatif pemerintah. “Sisi yuridis, perlu perundang-undangan yang secara khusus mengatur kerukunan umat beragama,” pungkas Saiful.
Untuk itu, ia menjelaskan, Kemenag RI mendorong rancangan undang-undang perlindungan umat beragama. “Semoga bisa menyelesaikan potensi yang bisa memicu gerakan intoleransi terhadap agama dan aliran kepercayaan di Indonesia,” katanya.
Selanjutnya, ia mengatakan, Kemenag menjadikan moderasi beragama sebagai program prioritas. “Pada hakekatnya, sejak kecil, kita telah menjalankan kehidupan moderasi beragama,” imbuhnya.
Ia menceritakan, orang tuanya mendorong untuk mampu mengadopsi nilai-nilai lokal di masyarakat, tetapi tidak mengubah kewajiban menjalankan ajaran agama.
Saat ini, Saiful menjelaskan, ada tiga kelompok yang mengoyak toleransi. “Pertama, mereka yang merasa paling benar, mengklaim kebenaran tunggal. Merasa menjadi wakil Tuhan YME, sehingga bertindak dengan kekerasan dan intoleransi,” pungkasnya.
Akibatnya, mereka mudah menghakimi, mengkafirkan dan memvonis orang lain. Kedua, adalah kelompok eksklusif. “Mereka menjadi cikal bakal dari intoleransi. Membatasi diri dengan masyarakat, dan tidak mencocoki dengan nilai-nilai lokal, serta tidak sejalan dengan pemikiran orang lain,” urainya.
Ketiga, adalah ideologi transnasional, yang bisa merusak tatanan bangsa Indonesia. “Karena punya ideologi, berupa tujuan politik dan kekuasaan. Mereka punya target, merubah tatanan kehidupan berbangsa Indonesia,” ujarnya.
Maka, ia menjelaskan, Kementerian Agama menghimpun masukan dan usulan, dan berharap, diskusi tersebut, akan melahirkan rancangan undang-undang yang meningkatkan kerukunan dan toleransi kehidupan beragama.
Selanjutnya, terkait moderasi beragama, Saiful Rahmat menjelaskan, memiliki empat indikator. “Pertama adalah komitmen kebangsaan. Empat pilar kebangsaan, kita butuh Pancasila,” katanya.
Kedua, adalah toleransi. “Yakni mengakui dan menghargai apa yang menjadi keyakinan dan landasan hidup seseorang. Ketika muncul saling tidak menghargai, maka sumber intoleransi terjadi,” jelasnya.
Ketiga, adalah anti kekerasan. “Moderat di tengah, tetapi tengahnya tidak diam. Menyapa yang berada di pihak kanan dan kiri, memberikan penyadaran, bahwa perbedaan adalah sunnatullah,” imbuhnya.
Keempat, mampu beradaptasi dengan nilai-nilai lokal. “Ini yang mulai terjadi gesekan di bawah. Muatan lokal, dihidupkan dengan cara pandang beragama, maupun lainnya,” pungkasnya.
Untuk itu, ia menyambut baik diskusi yang dihelat LDII tersebut. “Semoga lahir pemikiran dan konsep untuk menata Indonesia lebih baik,” jelasnya.
Ia menegaskan, perlu menghadirkan konsep bernegara, berupa rumah bersama yang adil dan ramah. “Sehingga masyarakat menjadi terayomi atas perbedaan yang ada. Bersatu karena ada perbedaan, dan bersilaturahmi karena ada sisi berbeda di antara kita,” jelasnya.
Menurutnya, perbedaan sudah menjadi kehendak Allah SWT. “Mari saling mengenal. Tidak hanya saling mengenal yang formal saja, tetapi mengenal bagaimana budayanya, bagaimana latar belakang sosialnya, mengenal luar dan dalam. Ketika itu terwujud, maka hakikatnya adalah saling memahami dan menghargai,” tutupnya.
Acara itu, diikuti 50-an peserta, yang berasal dari pakar dan peneliti, serta pejuang toleransi. Pengurus DPP LDII, dan tamu undangan berbagai kalangan.
Selain Wamenag RI, Saiful Rahmat, narasumber FGD tersebut, di antaranya Guru Besar Universitas Diponegoro Singgih Tri Sulistiyono. Selanjutnya, dari unsur BPIP, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, Yayasan LBH Indonesia, Kejaksaan Agung, Komisi VIII DPR RI, Badan Litbang Kemenag, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Semoga tetap Jaya Indonesiaku