Oleh: Thonang Effendi)*
Pada 14 Februari 1945, sekelompok pemuda yang tergabung dalam pasukan Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar mengangkat senjata melawan Jepang. Dipimpin oleh Soeprijadi, yang saat itu berusia 21 tahun, peristiwa ini bukan sekadar aksi militer, tetapi manifestasi kepedulian generasi muda terhadap penderitaan rakyat akibat kekejaman penjajah.
Romusa yang dipaksa kerja paksa, kelangkaan pangan, dan penindasan yang tak berkesudahan membakar semangat juang mereka. Kepedulian mereka bukan hanya perasaan kasihan, melainkan keberanian untuk bertindak demi kemerdekaan.
PETA Blitar adalah bagian dari generasi muda Indonesia yang memiliki kepekaan hati nurani dan keberanian mengambil langkah. Mereka tak hanya melihat ketidakadilan, tetapi juga bertindak untuk mengakhirinya. Peristiwa ini memberikan pelajaran berharga: kepedulian bukan sekadar perasaan, tetapi aksi nyata yang menggerakkan perubahan.
Kini, hampir delapan dekade berlalu, semangat kepedulian itu tetap relevan bagi generasi muda Indonesia dalam menghadapi tantangan zaman. Jika dahulu kepedulian diwujudkan dalam bentuk perjuangan fisik melawan penjajahan, maka hari ini kepedulian bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk: membantu mereka yang kurang beruntung, mendukung pendidikan anak-anak miskin, atau memperjuangkan keadilan sosial.
Namun, lebih dari itu, kepedulian generasi muda terhadap sesamanya dapat diwujudkan melalui bentuk yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya, memberikan semangat kepada teman-teman sekolah atau kuliah untuk giat belajar menuntut ilmu, memperdalam life skills sebagai bekal kemandirian hidup, serta mengkampanyekan gaya hidup sehat dengan menjauhi hal-hal negatif seperti MIRAS, narkoba, pergaulan bebas, dan hedonisme. Peduli juga berarti mempersiapkan diri dari awal untuk menjadi generasi unggul yang diharapkan oleh bangsa, masyarakat, dan keluarga.
Semangat Kepedulian dan Bonus Demografi
Indonesia saat ini tengah memasuki era bonus demografi, saat itu jumlah penduduk usia produktif (15–64 tahun) lebih besar dibandingkan usia non-produktif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020 jumlah penduduk usia produktif mencapai 191 juta jiwa, atau sekitar 70 persen dari total populasi Indonesia. Momentum ini merupakan kesempatan emas yang jika dikelola dengan baik dapat mengantarkan Indonesia menuju Indonesia Emas 2045, yaitu visi negara yang maju, sejahtera, dan berdaya saing di tingkat global.
Namun, bonus demografi ini juga membawa tantangan besar. Tanpa kepedulian generasi muda untuk mempersiapkan diri secara optimal, baik dalam aspek pendidikan, keterampilan, maupun mentalitas maka potensi ini justru bisa menjadi bencana demografi berupa pengangguran massal dan meningkatnya masalah sosial. Oleh karena itu, diperlukan semangat kebersamaan seperti yang ditunjukkan oleh pasukan PETA Blitar: saling membantu, menolong, dan berempati dalam wujud tindakan nyata.
4 Roda Berputar: Wujud Kepedulian dalam 29 Karakter Luhur
Dalam upaya membangun karakter generasi muda yang peduli dan tangguh, LDII mengembangkan pendidikan berbasis 29 Karakter Luhur. Salah satu elemen penting dalam konsep ini adalah 4 Roda Berputar, yaitu:
- Yang bisa mengajari yang tidak bisa diajari,
- Yang kuat membantu yang tidak kuat dibantu,
- Yang ingat mengingatkan yang lupa diingatkan,
- Yang benar mengarahkan kepada kebenaran yang salah diarahkan pada kebenaran dan disuruh bertobat.
Keempat prinsip ini sangat relevan dengan tantangan kepedulian generasi muda saat ini. Dengan menerapkan konsep “4 Roda Berputar”, generasi muda tidak hanya menjadi individu yang sukses secara akademik dan profesional, tetapi juga mampu membangun lingkungan sosial yang positif, mendukung teman-temannya untuk berkembang, serta memiliki kepedulian dalam membimbing sesama menuju kebaikan.
Sebagaimana kata bijak, “Kebaikan tak selalu butuh alasan, cukup hati yang peka dan keberanian untuk peduli.” Dengan meneladani semangat kepedulian para pejuang PETA, generasi muda Indonesia diharapkan mampu menjadi agen perubahan yang membawa bangsa ini menuju kejayaan di tahun 2045.
Presiden pertama Indonesia, Soekarno, pernah berkata, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Ungkapan ini menegaskan betapa besar peran pemuda dalam membawa perubahan.
Indonesia Emas 2045 bukan sekadar mimpi, tetapi visi yang membutuhkan generasi muda yang peduli. Dari PETA Blitar, kita belajar bahwa kepedulian adalah bahan bakar perubahan. Kini, giliran kita untuk melanjutkan perjuangan itu dalam bentuk yang relevan dengan zaman kita. Pertanyaannya, apakah kita cukup peduli untuk bertindak.
*) Thonang Effendi adalah Ketua Departemen Pendidikan Umum dan Pelatihan DPP LDII
Indonesia Emas 2045 bukan sekadar mimpi, tetapi visi yang membutuhkan generasi muda yang peduli.
Semoga barokah
Lancar barokah
Ldii utk bangsa