Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Being touched is the most wonderful thing in life. Tersentuh hatinya sampai mendalam, apa lagi kalau sampai menitikkan air mata, adalah pengalaman batin yang sangat indah rupawan. Luar biasa. Tak terlupakan. Siapa saja yang berhasil membuat orang lain tersentuh hatinya, tidak saja sedang menciptakan kebahagiaan, juga membuat orang membangun ruang kesadaran, tembok kepercayaan dan benteng kesetiaan yang susah ditembus dan dilupakan. Karenanya, banyak orang rela dan mau melakukan apa saja begitu hatinya tersentuh keadaan.
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ ٱلۡحَدِيثِ كِتَٰبٗا مُّتَشَٰبِهٗا مَّثَانِيَ تَقۡشَعِرُّ مِنۡهُ جُلُودُ ٱلَّذِينَ يَخۡشَوۡنَ رَبَّهُمۡ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمۡ وَقُلُوبُهُمۡ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ هُدَى ٱللَّهِ يَهۡدِي بِهِۦ مَن يَشَآءُۚ وَمَن يُضۡلِلِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُۥ مِنۡ هَادٍۢ
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS Az-Zumar 23)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: “ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ… وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ ”
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah ﷺ bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya: … seorang yang mengingat Allah di tempat yang sunyi, lalu kedua matanya berlinang air mata.” (HR. Al-Bukhari)
Semesta memang penuh tanda dan pesona bagi pemirsanya. Alam bukan hanya elok, tapi banyak mengajarkan kepada manusia arti hidup dan juga persaingan, merujuk pada fastabiqul khoirot dalam bahasa agama. Ia tidak melarang manusia berlomba – lomba menjadi yang terbaik, menjadi nomer satu. Bahkan itu keharusan. Sunnatullah. Ada puncak, ada lembah. Ada tinggi, ada rendah. Namun yang lebih penting adalah selalu ingat bahwa jumlah batu yang menjadi puncak gunung selalu jauh lebih sedikit dibandingkan batu yang menjadi lereng dan dasarnya. Layaknya akar yang tersembunyi dalam tanah, memberi kehidupan kepada pohon yang menjulang, peran sebagai fondasi sering kali tak terlihat, tetapi sangat berarti. Artinya, bila segenap daya dan usaha untuk meraih puncak hanya berujung pada nomer dua, jangan sedih dan jangan kecewa. Sebab itu sebenarnya berarti sebuah pertanda mulia: kita sedang menjadi lereng dan membuat orang lain jadi nomer satu di puncak gunung. Bukankah ini sebuah pencerahan yang menyentuh? Sikap penuh kesadaran, kepercayaan diri yang tinggi, kesyukuran yang pol, kebahagiaan hidup dan kerendah-hatian (tawadhu’) yang sempurna. Betapa agungnya hati yang rela merendah untuk meninggikan, yang ikhlas memberi tanpa mengharap kembali, dan yang menyadari bahwa bahagia sejati bukanlah semata-mata berada di puncak, melainkan di manapun kita ditakdirkan, selama jiwa penuh syukur dan kasih.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan akan Allah angkat derajatnya.” (HR. Muslim).
عن عياض بن حمار رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَوْحَى إلَيَّ: أَنْ تَوَاضَعُوا، حَتَّى لَا يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ، وَلَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ»
Dari ‘Iyāḍ bin Ḥimār al-Mujāsyi’i -raḍiyallāhu ‘anhu-, ia berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain.” (HR Muslim).
Daoed Joesoef pernah menulis bahwa tiang penopang kemajuan Jepang yang mengagumkan itu adalah ibu rumah tangga yang melaksanakan tugas keibuannya dengan rasa tulus, bangga dan bahagia. Cerita India juga serupa. Begitu India merdeka, dengan ikhlas Mahatma Gandhi memberikan kursi perdana menteri kepada Nehru. Sebuah keputusan yang menyelamatkan India, sekaligus memberikan kesempatan India bertumbuh tanpa diganggu virus perseteruan menjadi nomer satu. Mohammad Hatta adalah legenda Indonesia. Ia berbahagia mengisi hidupnya dengan menjadi nomer dua. Beberapa kali pun terjadi perselisihan dengan orang nomer satu ketika itu, ia selamatkan negeri ini dengan cara berbahagia menjadi nomer dua.
Terinspirasi dari kehidupan seperti inilah, maka penting memiliki sikap ikhlas dan tawadhu – rendah hati. Kesadaran akan fungsi dan peran dalam hidup ini menjadi sangat penting. Ia tidak menghilangkan usaha dan makna hidup yang sebenarnya. Tetapi sebenarnya itulah sejatinya hidup. Ia menyertai dan mengawal setiap usaha, terutama di terminal akhir tujuan hidup: berhasil atau gagal. Kalau berhasil dia akan bersikap lemah – lembut, penuh kasih dan bertanggung jawab, sehingga semua berbahagia. Kalau dia gagal, dia akan legowo dan mendukung segala program yang ada untuk membahagiakan dirinya dan yang lain juga. Tidak pernah mati gaya. Salah satu cerminan sikap itu adalah rumus yang terpatri dalam hati: ’you are important, he is important, I am not’. Sedangkan lahirnya, menganggap semua itu hal lumrah, perkara biasa. Tengoklah raksasa pelayanan kelas dunia seperti Singapore Airlines, keberhasilan mereka disebabkan karena rajin mengajari orang-orangnya: ’orang lain penting, saya tidak penting’.
عَنْ عَائِشَةَ، زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ “ إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ ”
Dari Aisyah istri Nabi SAW, dari Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya sikap lemah-lembut itu tidak menetap dalam sesuatu perkara, melainkan ia makin memperindah hiasan baginya dan tidak dicabut dari sesuatu perkara, melainkan membuat cela padanya.” (HR Muslim)
Ada sebuah kisah, tiga orang anak memilih tiga buah pir pemberian tetangga. Pemuja ego, pengejar rangking satu akan memilih yang terbesar dan tersegar. Anak yang berlimpah kesadaran, kaya hati akan memilih yang terkecil dan terjelek. Ia berbahagia melihat orang lain menikmati buah pir yang besar dan segar. Dan yang ketiga mendapat sisanya. Dari ketiga karakter itu, dimanakah kiranya Anda berada?
Tak perlu buru – buru. Tak perlu gusar. Sebab tak harus dijawab. Diam dan perhatikan saja langkah kita. Seperti kata – kata populer yang ada dalam film Naga Bonar Jadi 2, “Akh,…. itu tidak penting”, setiap kali Naga Bonar mengisahkan jati dirinya dan orang lain tidak percaya. Sebab memang yang terpenting adalah kesadaran untuk selalu berbuat baik kepada sekitar bagaimana pun posisi kita dan di manapun kita berada. Bukan sebaliknya.
Seperti matahari yang menghangatkan bumi tanpa pernah menuntut balasan, orang yang menghidupkan prinsip ’orang lain penting, saya tidak penting’ menjadi cahaya bagi sekitarnya. Ia hadir bukan untuk bersinar sendiri, tetapi untuk menerangi dan memberikan kehangatan kepada yang lain. Dalam diamnya, ada kepedulian. Dalam tindakannya, ada ketulusan. Jadilah pohon yang rindang, yang menyediakan tempat berteduh tanpa menuntut imbalan. Jadilah sungai yang mengalir, memberi kehidupan tanpa memilih kepada siapa airnya akan mengalir. Dengan prinsip ini, kita belajar bahwa kebahagiaan terbesar adalah saat kita menjadi jalan bagi kebahagiaan orang lain. Prinsip ’orang lain penting, saya tidak penting’ bukan tentang melupakan diri sepenuhnya. Sebaliknya, ia mengajarkan keseimbangan: ketika kita mengutamakan orang lain, hati kita dipenuhi oleh kelimpahan rasa syukur, cinta, dan kedamaian. Karena sejatinya, ketika kita membuat orang lain merasa penting, Allah pun akan menjadikan kita berharga di mata-Nya dan manusia. Juga semesta.
Waduhhh…luar biasa pencerahannya…selama ini kebanyakan dari kita oleh lingkungan tempat kita berada selalu disibukkan dengan belajar dan berusaha untuk menjadi yang terbaik bagi kebahagiaan kita…sedikit yang peduli dengan orang lain…sementara tulisan di atas mencerahkan kita untuk lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada diri sendiri….kelihatan sulit untuk dilakukan, tetapi kita terima dan paham2kan dulu…seraya berharap kepahaman ini akan menjadi tabiat di masa mendatang…AJKH Mas Kus
Memilih buah pir yg terkecil dan terjelek kadang lebih sulit memilih orang lain yang senang karena memilih buah pir yg bagus. Orang lain penting saya tidak penting kunci mencari surga berbeda dng menghindari neraka yang harus kita duluan. Aamiin
Alhamdulillah Barokalloh
Semoga Allah paring barokah
Asal jangan malahan menganggap segala sesuatunya tidak penting, hingga tidak bisa lagi membuat prioritas dan waktunya hidup didunia habis untuk sesuatu yg tidak penting buat bekal diakhirat.