MATARAM – Hiruk pikuk ramalan gempa susulan masih bermunculan. Di kalangan media sosial banyak beredar mengenai tulisan-tulisan yang bertendensi meresahkan. Kabar yang sempat membuat heboh dan panik seperti ramalan hari Minggu (26/8) akan terjadi gempa besar dan tsunami. Informasi ini berhasil membuat warga kota panik.
Kepanikan warga ini juga terlihat di Dasan Agung. Tidak sedikit warga akhirnya memilih mengungsi ke dataran yang lebih tinggi. Dengan alasan menghindari potensi benarnya ramalan soal hari Minggu tanggal 26 Agustus.
“Tidak sedikit warga Dasan Agung ke tempat yang lebih tinggi untuk mengungsi,” tutur Dewan Penasihat LDII NTB, H. Gino.
Kaburnya warga meninggalkan rumahnya itu tidak lepas dari ‘hoax’ yang beredar di medsos. Informasi yang entah siapa pertama kali yang mengunggah dan menyebarkan di lini medsos dengan cepat memprovokasi warga.
“Padahal bencana alam baik tsunami maupun gempa bumi tidak hanya terjadi tanggal 26. Di tanggal lain juga pernah terjadi bencana jika dilihat puluhan hingga ratusan tahun ke belakang. Apa mereka mau mengungsi juga?” tanyanya.
Ketua Umum MUI NTB, Saiful Muslim ini menyayangkan banyak warga media latah menyebarkan informasi tak bertanggung jawab. Padahal mempercayai ramalan sangat dilarang dalam agama Islam.
“Kecuali ramalan yang pernah disampaikan Nabi SAW. Ini siapa yang buat ramalan juga tidak jelas. Asal cocok-cocok saja,” cetusnya.
Sangat mudahnya mereka percaya pada ramalan berpotensi merugikan mereka sendiri. Jika ada oknum yang memang ingin cari keuntungan dengan perginya warga meninggalkan rumahnya untuk mengungsi, maka tujuan mereka sudah tercapai.
Sementara itu Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Nusa Tenggara Barat, Tri Budi Prayitno berharap, masyarakat bisa lebih sehat dalam bermedsos. Banyak informasi yang menyebar di media sosial. Tapi tidak semua bisa ditelan mentah-mentah. “Seperti makanan. Tidak semua yang kita temui di hutan belantara itu makanan,” kata Asrin.
Medsos dalam keadaan seperti ini menurutnya sudah tidak ubahnya seperti hutan belantara. Disampingi menghadirkan banyak makanan yang bisa dinikmati dan menyehatkan badan. Ada pula makanan yang buruk bahkan beracun bagi tubuh.
“Medsos sendiri adalah belantara informasi. Apa yang Anda baca tidak bisa serta Merta menyehatkan otak kita. Ada pula yang justru merusak mental,” terangnya.
Menshare atau membagi informasi yang salah sama saja memberi racun pada orang lain. Dan tentu bagi dia itu sama saja perbuatan salah bahkan tindakan tercela dan perbuatan dosa.
Sebaik-baiknya cara dalam menerima informasi yang akurat adalah dengan melakukan klarifikasi pada ahlinya.
“Kalau masalah gempa atau tsunami ya tanya BMKG,” saran Tri.
Atau bila ingin informasi itu terkait bantuan, maka ke pemerintah. Dengan begitu racun-racun informasi yang banyak bertebaran dan meresahkan warga bisa dikurangi.
“Jangan asal share, mari sehat dalam bermedsos,” ajaknya.
Berita tentang gempa bumi yang dahsyat dan tsunami kemarin memang tidak terbukti. Meski terjadi gempa, magnitudonya tidak seperti yang diberitakan. Berita hoax ini sebenarnya sudah lama diperingatkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
“Tidak ada satupun teknologi yang bisa memprediksi tepat kapan terjadinya gempa bumi. Jadi kalau ada berita yang menyebutkan besar dan waktu terjadinya gempa, tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik NTB.
Pihaknya mengaku berkali-kali meminta kepada masyarakat untuk tetap tenang namun waspada. Selain itu jangan percaya pada berita hoax yang beredar baik dari mulut ke mulut maupun media sosial. Sumber resmi soal gempa, hanya bersumber dari BMKG.
Kominfo NTB berharap, agar warga LDII dapat turut membantu dalam mengatasi hoax yang beredar di warga sekitar Lombok ini.
“Tentu saja sangat disayangkan. Mungkin karena ada kebetulan dan kebetulan lagi, kemudian dikait-kaitkan akhirnya masyarakat juga termakan berita seperti itu. Dan harapan kami, agar LDII turut membantu untuk mengurangi berita hoax yang beredar di masyarakat luar” kata Budi, pada Jumat (24/8).
BMKG telah menyangkal berita tersebut dengan membuat surat permakluman dan mengumumkannya ke sejumlah media, baik media massa maupun media sosial. Namun, diakui, masih ada masyarakat yang mempercayai berita hoax yang beredar.
“Karena banyak yang percaya, Kota Mataram terasa sangat sepi. Padahal biasanya pada hari minggu, banyak keluarga atau muda mudi yang jalan-jalan,” ujar Agus.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Abdullah Syam menegaskan, terkait dengan gempa, informasi resmi dan bisa dipercaya hanya dikeluarkan BMKG. BMKG tentu tidak akan sembarangan mengeluarkan informasi. Sebelumnya telah ada analisis mendalam terhadap data-data yang diperoleh.
Namun pihaknya merasa miris saat kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah, termasuk BMKG mulai berkurang. Jika ini terjadi, maka akan terjadi simpang siur informasi yang justru merugikan masyarakat itu sendiri.
Abdullah Syam mengatakan, warga LDII akan membantu semaksimal mungkin untuk memberikan informasi kepada masyarakat terkait gempa yang terjadi. Informasi ini mestinya menjadi acuan masyarakat dalam mengambil tindakan. (LINES/Wicak)