Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Memasuki bulan terakhir di tahun 2021 ini, ada semacam pekerjaan rumah yang tak kunjung henti. Seperti dikejar waktu, ingin rasanya segera menyelesaikannya. Sayang, ternyata tidak mudah. Karena ia bawaan sejak lahir. Karena raga manusia dibentuk dari bahan-bahan bertentangan seperti air dan api. Karena itu kemarahan akan terus ada, bibitnya melekat. Ada kalanya naik, ada saatnya turun. Ada juga yang akhirnya berkuasa dan melahirkan banyak malapetaka. Dan ujungnya berakhir dengan habisnya jatah umur manusia. Itulah kemarahan. Padahal, jauh-jauh hari sebelumnya sudah diingatkan;
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُداوِلُها بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَداءَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Jika kalian (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kalian dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS Ali Imron:140)
Sedih memang, jika mengingat adanya norma-norma agama yang sudah diturunkan selama ribuan tahun lalu untuk mengelola kemarahan. Selain itu, ada institusi penjara yang juga berumur ribuan tahun untuk memagari kemarahan. Maksudnya biar tidak berkelanjutan tanpa terkendalikan. Juga ada ilmu psikologi yang berumur tua juga ikut serta dalam merekayasa dan menyembuhkan kemarahan. Namun tetap saja kemarahan tidak menunjukkan tanda-tanda menurun. Dalam beberapa bagian, kemarahan manusia bahkan semakin parah. Rumah-rumah ibadah dihancurkan. Penembakan liar terus berlangsung. Perseteruan dan penindasan tak pernah istirahat. Terorisme di depan gawang mengancam dan banyak lagi yang lain bentuk wajah-wajah amarah dan murka.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: مَا مِنْ جَرْعَةٍ أَعْظَمَ عِنْدَ اللهِ أَجْرًا مِنْ جَرْعَةِ غَيْظٍ كَظَمَهَا عَبْدٌ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ.
Dari Ibnu Umar r.a. ia menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Tiada suatu regukan pun yang ditelan oleh seorang hamba dengan pahala yang lebih utama selain dari regukan amarah yang ditelan olehnya karena mengharapkan rida Allah.” (HR Bukhari-Adabul Mufrad)
Kendati demikian sulit dan rumitnya menyembuhkan akar kemarahan, namun tetap tidak ada salahnya untuk mencoba lagi dan lagi. Dengan tetap memahami bahwa ia bagian tak terpisahkan dari kehidupan ini. Dalam teropong filosofi Timur, jika kemarahan diibaratkan dengan sebuah pemerintahan, presidennya bernama avidya (ketidaktahuan), menteri koordinatornya bernama kerumitan dan kebencian. Gubernurnya bernama keserakahan, dilengkapi dengan bupati dengan titel egois. Lengkaplah sudah. Bersama-sama, atau secara berjenjang, bahkan kadang malah sendiri-sendiri, mereka membuat dunia semakin gelap dan sempit dari hari ke hari.
Yang dimaksud avidya – ketidaktahuan, dalam hal ini, bukanlah ketidaktahuan karena tidak memiliki ijazah. Bukanlah ketidaktahuan karena seseorang tidak pernah membaca. Bukan juga ketidaktahuan karena buta dan tuli sejak lahir. Tapi sebuah keterkondisian yang bersumber dari pikiran yang tidak bersih sekaligus tidak jernih. Ini, memungkinkan menimpa siapa saja. Nah, di zaman ini, salah satu kekuatan hebat yang ada di balik pikiran yang jauh dari jernih dan bersih adalah keinginan yang tanpa batas. Ada yang menyebutnya tamak. Yang lebih dalam lagi memperhalus penyebutannya dengan label egois.
هَا أَنْتُمْ أُولاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتابِ كُلِّهِ وَإِذا لَقُوكُمْ قالُوا آمَنَّا وَإِذا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذاتِ الصُّدُورِ
Beginilah kalian. Kalian menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kalian, dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kalian, mereka berkata, “Kami beriman,” dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. Katakanlah (kepada mereka), “Matilah kalian karena kemarahan kalian itu.” Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (QS Ali Imran:119)
Kekuatan hebat yang ada di balik pikiran yang jauh dari jernih dan bersih, digambarkan secara sederhana seperti mendaki anak tangga. Sayangnya, teori ini haram mengenal istilah turun tangga. Ia yang berjalan kaki mau punya sepeda motor. Setelah punya motor mau punya mobil. Setelah naik Kijang mau naik BMW. Begitulah cara keinginan merubah kehidupan menjadi lautan kesedihan yang tidak bertepi. Akibat langsung dari semua ini, kehidupan terus berputar dan bertumbuh sangat rumit jadinya. Ia diperparah lagi oleh kebiasaan untuk membandingkan ke atas, ogah melihat ke bawah. Perpaduan antara kerumitan dan kebencian inilah yang terus-menerus membakar dan membesarkan api kemarahan di dalam.
عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِيْ غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِيْنِهِ
Dari Ka’ab bin Mâlik Radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua serigala yang lapar yang dilepas di tengah kumpulan kambing, tidak lebih merusak dibandingkan dengan sifat tamak manusia terhadap harta dan kedudukan yang sangat merusak agamanya.” (HR. At-Tirmidzi)
Namun jangan berkecil hati. Di alam ini semua ada penyeimbangnya. Api penyeimbangnya air. Sampah penyeimbangnya bunga indah. Orang jahat penyeimbangnya orang baik. Demikian juga dengan kemarahan. Asal tekun dan tulus melatih diri, ada kemungkinan seseorang akan sembuh dari akar kemarahan. Salah satu perlambang sederhana namun mendalam dalam hal ini adalah tukang taman organik. Semua yang ada di luar maupun di dalam adalah bahan-bahan organik yang bisa diolah. Bahan-bahan di luar adalah memandang orang yang menimbulkan kemarahan sebagai jiwa yang penuh penderitaan. Di balik penderitaan mereka ada jejaring rumit seperti keluarga bermasalah dan sekolah penuh musibah. Begitu jejaring rumit ini terbuka, di sana ada kemungkinan mekarnya bunga kasih sayang yang indah.
عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَبْنَاءِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: “مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أنْ يُنْفِذَه مَلأهُ اللهُ أَمْنًا وَإيمانًا
Dari seorang lelaki anak seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam , dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda; “Barang siapa yang menahan amarah, sedangkan dia mampu mengeluarkannya, maka Allah memenuhi rongganya dengan keamanan dan iman.” (HR Abu Daud)
Bahan-bahan yang tersedia di dalam lain lagi. Pertama, kapan saja kemarahan berkunjung, cepat terhubung dengan jangkar yang menghubungkan pikiran dengan pantai kedamaian. Jangkar itu bernama nafas. Tariklah nafas panjang dan dalam, ia sungguh menenangkan. Ulangi dan ulangi. Sebagai mana pernah ditulis oleh banyak buku suci, ada banyak rahasia yang disembunyikan di balik nafas. Dalam konteks kemarahan, nafas itu membawa udara segar ke ruang pikiran yang pengap sehingga melonggar kembali. Lebih-lebih kalau nafas dikombinasikan dengan kesadaran bahwa kemarahan bukan musuh, tapi bagian dari diri kita. Kedua, terima kemarahan sebagai bagian dari diri Anda. Penerimaan sungguh menenteramkan. Tubuh tersusun dari unsur-unsur air dan api. Padamkanlah api kemarahan dengan air suci kehidupan melalui sentuhan wudhu.
عَنْ جَدِّي عَطِيَّةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم “ إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ ”
Dari Kakekku( Atiyyah ibnu Sa’d As-Sa’di) dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: ‘Sesungguhnya marah itu perbuatan setan, dan setan itu diciptakan dari api, dan sesungguhnya api itu hanya dapat dipadamkan dengan air. Karena itu, apabila seseorang di antara kalian marah, hendaklah ia berwudhu’.” (HR Abu Daud)
Ketiga, dekap kemarahan seperti seorang ibu mendekap putra tunggalnya. Dekapan sungguh mengurangi ketegangan. Caranya dari berdiri kemudian duduk. Jika duduk belum cukup silahkan dilanjutkan dengan berbaring.
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَنَا “ إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ ” .
Dari Abi Dzarr, dia berkata; “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda kepada kami: ‘Apabila seseorang di antara kalian marah, sedangkan ia dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk hingga marahnya hilang. Apabila marahnya masih belum hilang, hendaklah ia berbaring.” (HR Abu Daud)
Di psikologi ada ungkapan tua yang berbunyi: “What you resist persist”. Apa yang Anda lawan akan melawan balik dengan kekuatan yang lebih besar. Saat seseorang sakit kepala, tidak ada dokter yang menyarankan untuk membuang kepala. Semua dokter menyarankan untuk merawat kepala. Demikian juga dengan kemarahan. Lupakanlah ide membuang kemarahan. Rawat kemarahan seperti seorang ibu merawat putra tunggalnya. Hasilnya, niscaya akan menjumpai keadaan yang indah dan penuh berkah.
عَنْ سَهْل بْنِ مُعَاذ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَه، دَعَاهُ اللهُ عَلَى رُؤُوسِ الْخَلائِقِ، حَتَّى يُخيرَهُ مِنْ أيِّ الْحُورِ شَاءَ”.
Dari Sahl ibnu Mu’az ibnu Anas, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda: “Barang siapa menahan amarah, sedangkan dia mampu untuk melaksanakannya, maka Allah kelak akan memanggilnya di mata semua makhluk, hingga Allah menyuruhnya memilih bidadari manakah yang disukainya.” (HR Abu Daud)
Siapa saja yang tekun dan terus berlatih seperti ini, sabar, telaten dan berlanjut, di sana ada peluang besar menanti. Ia tidak bisa singkat, butuh puluhan tahun untuk merangkainya. Hasilnya, kemungkinan kerumitan digantikan oleh kesederhanaan, kebencian digantikan oleh kebaikan, keserakahan berubah menjadi penerimaan dan ego yang tinggi menjadi suka berbagi. Dan yang paling penting ketidaktahuan (avidya) diterangi cahaya pengetahuan (vidya). Tidak seperti sang guru di sekolah yang menerangi murid dengan kata-kata pinjaman dari luar, cara menyembuhkan kemarahan seperti ini akan membuat seseorang bisa menerangi diri dari dalam. Istilah para tetua dulu, menyebutnya dengan berguru pada Cahaya Tuhan yang ada di dalam. Berguru pada diri sendiri. Yaitu, mendengarkan bisikan-bisikan kecil hati nurani yang lahir dan mengalir, dibimbing ilham dari Cahaya Ilahi nan suci.
semoga kita diparingi kesabaran