Oleh: Faizunal A. Abdillah
Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Anak saya yang kecil sering bilang; “Bapak aku bosan nih!” Padahal umurnya baru 7 tahun. Yang lebih gede, juga sering mengatakan; “Bosan di rumah terus.” Dan tak kalah seru pendamping hidup saya juga sering bilang; “Kalau begini terus, bisa bosan nih!” Ternyata semua mengenal dan terkena situasi yang disebut bosan, walau dengan beberapa level pemahaman. Dan dari pengamatan saya, bosan itu sering berpasangan mesra dengan malas. Mana yang duluan, tidak begitu jelas. Kadang orang bosan dulu, kemudian timbul malas. Atau malas datang, akhirnya mengundang bosan.
Sebagaimana diketahui bersama sifat bosan dan malas bersifat umum. Bahkan menjurus alami. Hampir semua kita mengalami. Banyak orang dihinggapi rasa malas dan bosan. Dan sering menjadikan itu, sebagai benteng akhir sebuah alasan untuk selamat, walau hanya sementara saja. Males, ah! Bosen! Dan ajaibnya, kebanyakan diterima dan berhasil. Ingatlah, ini adalah bom waktu. Masalah yang serius, jika tidak ditangani secara benar. Apalagi jika menyangkut ibadah. Bisa berabe akibatnya.
Mungkin kita perlu berkaca dengan pesan Imam Ja’far Ash-Shadiq. Dia adalah cucu (wareng) Rasulullah SAW. Nama lengkapnya adalah Ja’far bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husen bin Ali bin Abu Thalib. Dia mengangkat dua topik ini untuk kesempurnaan dalam ibadah. Wasiatnya; “Wahai putraku, hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya adalah kunci setiap keburukan. Sesungguhnya engkau jika malas, maka engkau akan banyak tidak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, maka engkau tak akan tahan dalam menunaikan kewajiban.”
Orang-orang yang jernih pikirannya tahu bahwa bosan dan malas adalah penyakit kemapanan yang berasal dari dalam diri, bukan dari luar. Karena berasal dari dalam, akibatnya susah diperangi, kecuali oleh kesadaran dan kepahaman sendiri. Penyakit ini ada sejak dulu, bersamaan dengan keberadaan manusia. Rasa cepat puas atau cepat putus asa adalah pemicunya. Juga kemapanan dan kenyamanan juga bisa menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, mumpung masih awal tahun mari segera bebenah, sejauh mana dua penyakit ini ada di dalam diri kita. Bukan saatnya sekarang untuk berdamai dengan diri sendiri. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengoreksi diri. Kalaulah kita merasakan fenomena itu, jangan terus menunjuk jari keluar. Jika itu dilakukan berarti telah termakan oleh jebakan manis syaitan. Tapi mari ingat kembali firman Allah berikut ini,
يُنَادُونَهُمْ أَلَمْ نَكُن مَّعَكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ وَلَٰكِنَّكُمْ فَتَنتُمْ أَنفُسَكُمْ وَتَرَبَّصْتُمْ وَٱرْتَبْتُمْ وَغَرَّتْكُمُ ٱلْأَمَانِىُّ حَتَّىٰ جَآءَ أَمْرُ ٱللَّهِ وَغَرَّكُم بِٱللَّهِ ٱلْغَرُورُ
“Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: “Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kalian?” Mereka (orang-orang mukmin menjawab): “Iya benar, tetapi kalian mencelakakan diri kalian sendiri dan kalian menunggu dan kalian ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah; dan kalian telah ditipu terhadap Allah oleh (setan) yang amat penipu.” (QS. Al Hadid:14).
Bahkan di ayat lain Allah mengingatkan;
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا
“Sesungguhnya perbuatan menunda-nunda niscaya menambah kekufuran yang menjadikan orang-orang kafir itu tersesat kerananya.” (QS At-Taubah 37).
Mudah-mudahan dua ayat ini mampu menggelorakan lagi semangat kita dalam beribadah, sehingga dengan sendirinya bisa mengikis rasa bosan dan malas. Sebab pada level tertentu, sifat bosan dan malas menjadi sangat mengkhawatirkan. Karena bisa menjangkiti ibadah sholat sehingga menjadi penanda jelas sifat kemunafiqan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allâh, dan Allâh akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allâh kecuali sedikit sekali.” [QS. An-Nisȃ’:142].
Menyikapi hal ini, bosan dan malas harus dilawan dengan aktifitas yang bermanfaat dan menyenangkan. Ada nasehat indah Imam Asy-Syafi’i bagi yang mau dan berharap bisa meningkatkan kualitas diri. Di mana beliau mendapat nasehat ini dari seorang sufi. Nasehatnya;
صحبت الصوفية فلم أستفد منهم سوى حرفين أحدهما قولهم الوقت سيف فإن لم تقطعه قطعك
ونفسك إن أشغلتها بالحق وإلا اشتغلتك بالباطل
“Aku pernah bersama dengan orang-orang sufi. Aku tidaklah mendapatkan pelajaran darinya selain dua hal. (Di antaranya), dia mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan memotongmu. Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).” (Al-Jawabul Kafi, 109)
Kita memang tak bisa terlepas dari waktu. Oleh sebab itu, sebelum terpotong oleh waktu, mari sempatkan berdoa minta perlindungan dijauhkan dari sifat malas dan bosan, agar bisa tetap melaksanakan kewajiban dan menjaga keberlangsungan semua kewajiban itu seiring dengan waktu. Menerus, langgeng, konsisten, walau sedikit. Dan yang terpenting, terhindar dari sifat bolas – bosan dan malas yang meraja.
Alkkhamdulillah jazakallohu khoiro semoga kita semua diberi kekuatan & kemampuan untuk melawan & mengalahkan sifat malaz itu…
Alhamdulillah, jadi nasehat untuk diri sendiri dan keluarga. Ajkh
Sangat bermanfaat…smga bisa menjadi ilmu yg memberi hikmah.
Mantap lur…. Terus lanjut menebar berbagi kebaikan
Artikelnya mantap, saya harus mengkhususkan waktu, sekaligus menyiapkan catatan karena makna tulisannya dalam, harus dicerna lagi untuk bahan nasehat. Ajzk. Semoga Allah paring barokah.
Bolas penyakit bawaan atau turunan ya?
Alhamdulillah jazakallahukhoiro. Semoga tidan ada rasa malas yang membuat turun nya keimanan
Aamiiin