Dari Zainab binti Jakhsyin ra. bahwasanya Nabi SAW pernah menemuinya dalam keadaan takut seraya berkata, “Laa ilaaha illallaah, celaka bagi bangsa Arab dari keburukan yang telah dekat. Pada hari ini dinding Ya’juj dan Ma’juj telah dibuka seperti ini, dengan melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya.” Aku berkata, ‘Ya Rasulullah apakah kita juga akan binasa sedangkan di tengah – tengah kita ada orang – orang shalih?’ Beliau menjawab, “Ya apabila kemaksiatan telah merajalela.” (Rowahu al- Bukhari dan Muslim) Memahami makna hadits di atas, sengaja saya berikan cerita perangkap tikus berikut ini. Suatu ketika seekor tikus mengintip dari balik celah tembok untuk mengamati sang petani dan isterinya yang baru tiba dari pasar. Pasangan itu sibuk membuka sebuah bungkusan. Ada makanan pikirnya? Tapi, dia terkejut sekali, ternyata bungkusan itu berisi perangkap tikus. Lari kembali ke ladang pertanian itu, tikus itu menjerit memberi peringatan; “Awas, ada perangkap tikus di dalam rumah, hati-hati, ada perangkap tikus di dalam rumah!”
Sang ayam dengan tenang berkokok dan sambil tetap menggaruki tanah, mengangkat kepalanya dan berkata, “Ya maafkan aku Pak Tikus. Aku tahu ini memang masalah besar bagi kamu, tapi buat aku secara pribadi tak ada masalahnya. Jadi jangan buat aku sakit kepala-lah.”
Tikus berbalik dan pergi menuju kandang untuk bertemu sang kambing dan sapi, yang sedang asyik makan rerumputan. Katanya, “Awas, ada perangkap tikus di dalam rumah, sebuah perangkap tikus di rumah!”
“Wah, aku menyesal mendengar kabar ini,” si kambing menghibur dengan penuh simpati, alih – alih basa – basi “Tetapi tak ada sesuatu pun yang bisa kulakukan kecuali berdoa. Yakinlah, kamu senantiasa ada dalam doa – doaku!” Tikus kemudian berbelok menuju si lembu. “Oh? sebuah perangkap tikus? Jadi saya dalam bahaya besar ya?” kata lembu itu sambil ketawa, berleleran liur.
Akhirnya, tikus itu kembali ke rumah, dengan kepala tertunduk dan merasa begitu patah hati, kesal dan sedih. Dengan terpaksa ia memutuskan untuk menghadapi problem ”perangkap tikus” itu sendirian. Ia merasa sungguh-sungguh sendiri, tak ada teman yang memberikan pertolongan seperti yang dia inginkan dan harapkan.
Malam tiba, dan terdengar suara bergema di seluruh rumah, seperti bunyi perangkap tikus yang berjaya menangkap mangsanya. Saking senangnya, Isteri petani berlari pergi melihat apa yang terperangkap. Di dalam kegelapan itu dia tak bisa melihat bahwa yang terjebak itu adalah seekor ular berbisa. Tak di sangka ular itu sempat mematuk tangan isteri petani itu, akhirnya petani itu bergegas membawa istrinya ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Setelah mendapatkan serum anti bisa ular, sang istri kembali ke rumah namun tubuhnya mulai menggigil, demam. Dan, sudah menjadi kebiasaan di desa itu, setiap orang sakit demam, obat pertama adalah memberikan sup ayam segar yang hangat. Petani itu pun mengasah pisaunya, dan pergi ke kandang, segera mencari ayam untuk bahan supnya.
Tapi, bisa itu sungguh jahat, si istri tak langsung sembuh. Banyak tetangga yang datang membesuk, dan tamu pun tumpah ruah ke rumahnya. Ia pun harus menyiapkan makanan, dan terpaksa, kambing di kandang dia jadikan gulai. Tapi, itu tak cukup, bisa itu tak dapat ditaklukkan. Si istri mati, dan berpuluh orang datang untuk mengurus pemakaman. Tak ada cara lain, lembu di kandang pun dijadikan panganan, untuk puluhan pelayat yang datang memberi penghormatan terakhir.
Dari Aisyah ra., ia menuturkan, saya berkata, ‘Ya Rasulullah sesungguhnya Allah apabila telah menimpakan adzabNya terhadap penghuni bumi sedangkan di tengah – tengah mereka ada orang – orang shalih, apakah mereka juga akan binasa bersama kebinasaan mereka?’ Maka Beliau menjawab, “Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah apabila menimpakan azabNya terhadap manusia yang berhak mendapatkan adzabNya sedangkan di tengah – tengah mereka ada orang – orang shalih, maka orang-orang shalih itu binasa bersama mereka, kemudian mereka dibangkitkan sesuai dengan niat mereka.” (Rowahu Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
Kawan, apabila kita dengar ada seseorang yang menghadapi masalah, musibah, penderitaan, penganiayaan dan sejenisnya, dan kita pikir itu tidak ada kaitannya dengan kita, itu adalah jalan pikiran yang salah. Itu adalah jalan pikiran yang keliru. Menyesatkan dan mengkerdilkan jiwa. Seperti cerita di atas, ingatlah apabila ada “perangkap tikus” di dalam rumah, seluruh “ladang pertanian” bisa terkena akibatnya dan ikut menanggung risikonya. Sikap mementingkan diri sendiri, tidak peduli dan tak mau mendengarkan, lebih banyak keburukan daripada kebaikannya. Dan kita ditantang untuk membuktikan itu di tengah masyarakat kita yang sekarang sedang menderita. Sedang lupa dan melanggar norma – norma kehidupan yang utama. Sebagai penutup mari kita simak pesan Allah di dalam surat al-A’raf 163 – 164 gandengan dalam memahami kehidupan ini sebagai implementasi dari atsar di atas.
Allah berfirman, “Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.”
Oleh :Ustadz.Faizunal Abdillah