Kulonprogo, 8 Juli 2012
Sebagai salah satu kabupaten di provinsi DIY, Kulonprogo memiliki areal perkebunan kelapa rakyat sekitar 18.000 ha dengan 15.000 ha-nya sebagai perkebunan produktif. Namun hingga saat ini pemanfaatan produk kelapa masih terbatas dalam bentuk penjualan secara curah. “Dari desa kami saja per hari diberangkatkan sekitar 4 truk kelapa curah” demikian dikatakan Kepala Desa Bojong, Dwi Andana disela-sela pelatihan Pemanfaatan Kelapa Terpadu yang digagas oleh Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kabupaten Kulon Progo, Sabtu 6 Juli 2012.Pelatihan Pemanfaatan Kelapa Terpadu, menurut Pandoyo selaku Ketua DPD LDII Kabupaten Kulon Progo merupakan gagasan bersama Departemen Pengabdian Masyarakat LDII yang berangkat dari potensi dan permasalahan di sektor perkebunan kelapa rakyat di Kulon Progo.
“Ada potensi besar, namun belum secara signifikan memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat” lanjut Pandoyo. Ia menambahkan bahwa dukungan Pemkab Kulon Progo terhadap pemanfaatan potensi perkebunan kelapa rakyat sudah cukup besar, namun masih ada pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. “Potensi Pasar Produk olahan Kelapa masih menunggu untuk disuplai” tambah Pandoyo.
“LDII merasa berkepentingan dengan kesejahteraan masyarakat yang berbasis sumber daya lokal” kata Ruly Bernaputra, Ketua Departemen Pengabdian Masyarakat DPP LDII. Ia menambahkan bahwa agama telah memerintahkan manusia untuk menggapai kesejahteraan tanpa merusak apa yang telah diberikan Alloh SWT. Dengan kesejahteraan yang meningkat, maka ketenangan dalam beribadah juga dapat dipelihara.
Pelatihan yang mengusung tema “Untuk Kesejahteraan Petani Kelapa melalui Peningkatan Nilai Tambah dan Pengembangan Akses Pasar” ini diikuti oleh sekitar 60 orang petani dari wilayah kecamatan Panjatan, termasuk ibu-ibu. Materi yang diberikan mencakup pengolahan kelapa menjadi bahan Nata de Coco dan Kopra serta pengorganisasian kelompok tani. Pandoyo menyatakan bahwa pelatihan ini baru merupakan langkah awal karena akan dilanjutkan dengan seri pembentukan penguatan kelompok, introduksi teknologi, manajemen kelompok hingga perintisan akses pasar guna menampung hasil olahan dari desa.
Ruly menambahkan tidak dapat dipungkiri bahwa kelapa kurang mendapatkan porsi kebijakan yang lebih besar meski perkebunan kelapa rakyat tersebar dari Sabang hingga Merauke. “Bayangkan, produksi Kelapa Indonesia adalah terbesar di dunia (16 juta ton/tahun) jelasnya. Oleh karena itu, “upaya kami di skala lokal diharapkan dapat dirintis menjadi model pemberdayaan yang komprehensif serta berkelanjutan” jelas Ruly.