Menjaga Indonesia yang luas, dengan puluhan ribu pulau, ratusan suku bangsa, dan lima agama resmi bukan perkara mudah. Untuk menjaganya bangsa ini butuh Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.
Kerukunan antarumat beragama mengalami ancaman. Menurut data Setara Institut pada 2012 setidaknya terjadi 264 serangan terhadap penganut agama minoritas. Angka ini naik pada 2013, dalam 10 bulan pertama terjadi 243 serangan. Artinya, hampir dua hari sekali terjadi kekerasan antarpemeluk agama di Indonesia.
Bila bangsa Indonesia memahami dan melaksanakan Empat Pilar Bangsa: Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI, maka bangsa ini bisa terhindar dari perpecahan. Untuk menyosialisasikan Empat Pilar Bangsa itu, pada Sabtu (13/12), warga RT 013/03, Kelurahan Pondok Labu, Jakarta Selatan, mengadakan seminar “Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan”.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber Biem Triyani Benjamin, Anggota DPR RI Komisi I, yang juga warga LDII dan Daud Poliradja Staf Ahli DPR RI. Acara ini mengundang para tokoh agama, LSM, camat Cilandak dan lurah Pondok Labu, Kapolsek Pondok Labu, dan lain sebagainya. Pemilihan lokasi sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di RT 013/03 bukannya tanpa alasan. Wilayah RT terbilang teladan, karena bersih dari asap rokok dan kekeluargaan warganya sangat kuat, saban tiga bulan sekali mereka berkumpul makan bersama untuk menguatkan kekeluargaan. Selain itu wilayah yang berlokasi di ujung Jakarta Selatan ini kerap melakukan swadaya dan gotong royong seperti perbaikan jalan, dll, karena jarang mendapat bantuan pemerintah.
Menurut Camat Pondok Labu, Ajat Sudrajat, warga RT 013 adalah contoh masyarakat yang memiliki kecerdasan sosial. “Masyarakat tidak hanya membutuhkan kecerdasan ilmu pengetahuan, akan tetapi kecerdasan sosial, untuk meningkatkan kerekatan masyarakat,” ujar Ajat. Banyak manusia yang cerdas namun memiliki egoisme yang tinggi. Kecerdasan sosial dapat digambarkan seperti semangat saling memberi tanpa pamrih, satu sama lain, dan saling mengenal. Jika tak saling mengenal akan menimbulkan konflik. Egoisme inilah yang menyebabkan konflik berskala nasional kerap terjadi.
Biem Benjamin menegaskan Pancasila tak memberikan ruang kepada egoisme. Pancasila bukanlah yang sakral, namun mengubah Pancasila sama halnya mengubah Indonesia. “Pancasila terdapat dalam pembukaan UUD 1945, Pancasila merupakan pondasi yang fundamental. Sekarang banyak gerakan separatis seperti Organisasi Papua Merdeka dan adanya forum-forum internasional yang menginginkan Papua merdeka,” ujar Biem Benjamin dalam pemaparannya.
Menurut Biem Pancasila adalah pemikiran luar biasa Bung Karno, yang mampu merangkum nilai-nilai kemanusiaan ternaik, yang ada di dalam setiap suku bangsa di Indonesia. Inilah yang membedakan Pancasila dengan ideologi negara-negara lain di Indonesia. Pancasila, menurutnya, adalah jati diri bangsa Indonesia itu sendiri. (Khoir/LINES)