Akhir – akhir ini saya ‘merasakan’ kebiasaan baru. Suatu ketika, di saat malam dating menjelang, pasti mencuri – curi waktu mendongak ke atas untuk mencari dan melihat – lihat bulan. Tidak setiap malam memang, tetapi dalam 30 hari bisa dipastikan saya melakukannya. Apakah sekarang bulan mati, berbentuk sabit, lingkaran tak sempurna atau bulat penuh, tanda purnama. Selain mengasyikkan, bermain mata di langit, melihat suasana bintang – gemintang malam, ada kesejukan tersendiri. Tentunya teringat masa indah di waktu kecil di kampung tempo dulu. Bermain di bawah sinar bulan purnama, bersama kawan – kawan. Lupakan sejenak apa itu belajar. Mari keluar rumah, sambut purnama dengan gembira. Sebab hanya saat purnama itulah malam menjadi terang. Selain purnama, tentu tak bisa petak umpet, bentengan, dan berbagai mainan anak lainnya. Karena gelap.
Sekarang berbeda. Malam begitu terang. Lampu bertebar di mana – mana. Bahkan kehidupan berlangsung 24 jam. Tak ada matinya. Orang banyak disibukkan dan jarang lagi menikmati indahnya malam. Indahnya langit. Senyuman bintang dan tarian bulan. Dan kebanyakan dilalaikan tentang ayat – ayat Allah ini. Sedikit yang ingat. Dan saya mencoba menjadi anggota yang sedikit itu, walau mungkin teramat kecil untuk bisa dibanggakan. Namun sebagai bagian dari ulil-albab, mari nikmati bulan pemberian Allah ini.
Kalender islam, atau yang lebih dikenal dengan kalender hijriah, dihitung berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi. Beruntung, sekarang masih ada ahlinya, hingga masih kita jumpai kalender ganda ini. Yaitu kalender masehi, tetapi juga dilengkapi dengan kalender hijriah. Biasanya yang masehi dicetak dengan angka – angka besar, sedangkan kalender hijriah dicetak kecil – kecil di sampingnya. Beberapa kalender yang saya punya bahkan tak ada lagi kalender hijriahnya. Untuk alasan inilah saya lakukan kebiasaan itu. Jadi saya tidak saja berhitung dengan bulan – bulan masehi, tetapi rajin menyimak pergantian bulan – bulan hijriah. Apa pentingnya?
Ternyata, kehidupan beragama kita – mau tak mau, suka nggak suka – masih ditentukan banyak oleh peredaran bulan ini, selain juga oleh matahari. Saat datangnya puasa ramadhan, saat hari raya, kapan masuk waktu haji dan kapan muharam ditentukan dengannya. Bukan dengan matahari. Matahari memang penting juga sebagai ukuran waktu sholat. Nah, sadar dengan hal ini, maka tak ada salahnya, kita lebih mengapresiasi diri dengan mengenal lebih jauh tentang bulan ini. Dan ternyata saya menemukan satu alasan lagi kenapa saya sering melihat bulan. Yaitu untuk menjalankan puasa sunah 3 hari dalam sebulan. Kadang ya ngepasi, pas bulan putih, tanggal 13, 14, 15, tetapi kadang sekenanya. Yang penting dapat 3 hari dalam sebulan. Amalan yang remeh bukan? Ya, begitulah pastinya. Banyak yang beranggapan seperti itu. Itu kecil. Namun, begitulah. Itu yang terjadi.
Dari Abu Huroiroh r.a, dia berkata, ”Kekasihku SAW mewasiatkan kepadaku tiga perkara, agar aku berpuasa tiga hari setiap bulan, melaksanakan sholat dhuha 2 rekaat dan melaksanakan sholat witir sebelum tidur.”[Rowahu Al-Bukhory (Kitaabu al-Jumu’ati), Muslim ( Kitaabu Sholaati al-Mufaasiriina wa qoshrohaa), Abu Dawud (Kitaabu As-Sholaah), at-Tirmidzi (Kitaabu as-Shoumi) dan an-Nasa’i (Kitaabu as-Shiyaami)].
Atau hal senada yang diriwayatkan dari Abu Darda’, dia berkata, “Kekasihku SAW mewasiatkan tiga perkara kepadaku, aku tidak akan meninggalkannya selama aku hidup; yaitu puasa tiga hari setiap bulan, sholat dhuha dan agar aku tidak tidur sebelum sholat witir.” (R. Muslim, Abu Dawud dan an-Nasa’i).
Jujur, dua hadits inilah yang menjadikan saya melakukan itu semua. Menjadi komunitas “pencinta bulan”. Asyik dan mengasyikkan. Nggak muluk – muluk, cuma berharap wal hasanatu bi asyri amtsaliha – kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh kalinya.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW ditanya, ”Amalan apakah yang dicintai oleh Allah?” Beliau bersabda, ”Amalan yang terus – menerus walaupun hanya sedikit”. (HR. Bukhori dan Muslim)
Dari Aisyah ra, dia mengatakan, ‘Rasulullah memiliki tikar, ketika malam dijadikan sebagai bilik/kamar untuk sholat di atasnya, sedangkan kalau siang dijadikan sebagai hamparan tempat duduk. Kemudian manusia menjadikan tempat berkumpul di sisi Nabi SAW lalu sholat dengan mengikuti sholatnya Nabi sampai jumlah mereka menjadi banyak. Lalu Rasulullah menghadap kepada mereka dan bersabda, “Wahai manusia, ambillah amal yang kalian mampu, karena sesungguhnya Allah tidak akan pernah bosan (menerima dan memberi pahala) sampai kalian bosan (mengerjakannya). Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang terus – menerus (kontinyu) meskipun hanya sedikit.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Sekali lagi, mohon maaf, bukan pamer amalan yang remeh – temeh ini. Hanya ingin berbagi dan mengajak peduli semesta dengan mengenal bulan dan puasa tiga hari dalam sebulannya. Ayokkk….! Bagi yang bisa lebih seperti puasa Senin – Kamis, ya disyukuri saja, tinggal menjaganya.
Oleh:Ustadz.Faizunal Abdillah