Menjalankan ibadah puasa di negara orang, terlebih negara tersebut memiliki empat musim, bukanlah hal yang mudah. Hal itu juga yang dirasakan oleh Afifah Mandasari, warga LDII yang merantau di Kanada, negeri yang memiliki empat musim.
Gadis asal Pekanbaru itu mengungkapkan, menjalankan ibadah puasa di Kanada, bagian paling utara benua Amerika, dibanding dengan Indonesia sangatlah jauh berbeda, “Perlu adaptasi, di antaranya adaptasi lingkungan, suhu, makanan, bahasa, dan sebagainya,” ungkapnya saat diwawancarai via chat, pada Selasa (21/3).
“Selain itu, juga menjaga kesehatan tubuh, baik itu fisik maupun psikisnya. Karena bulan puasa sebelumnya, terjadi di musim panas sehingga waktu berpuasanya 19 jam lamanya dengan suhu 30 derajat Celcius,” lanjutnya.
Untuk tahun 2023 ini, tepatnya di kota Edmonton, Alberta, Kanada sedang memasuki musim semi, sehingga waktu puasanya lebih singkat dari biasanya. “Dimulai dari jam 05.30 sampai dengan buka puasa jam 20.00 (MDT) waktu Kanada, dengan suhu 0 sampai 5 derajat Celcius. Namun waktu berbukanya, setiap hari selalu mengalami perubahan dengan beda waktu 2 menit,” cerita Afifah.
Gadis yang tergabung dalam komunitas Association Islamic Dakwah Canada (AIDC) ini juga menambahkan selain setiap harinya berubah waktu jam berbuka puasa, ternyata itu juga mempengaruhi waktu pelaksanaan salat tarawihnya. “Waktu pelaksanaannya ini menjelang tengah malam, yakni sekitar jam 22.00 (MDT) waktu Kanada,” jelasnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Sandy, generasi muda LDII asal Klaten yang merantau ke kota Ansan, Gyeonggi, Korea Selatan. Ia mengungkapkan, pertama kali menjalankan ibadah puasa di negeri ginseng ini pada tahun 2020, dan saat itu sedang memasuki musim panas.
“Lamanya berpuasa pada saat itu dimulai dari jam 03.00 sampai dengan berbuka jam 20.00 (GMT +9) dan pelaksanaan salat tarawihnya di jam 22.00 (GMT +9) waktu Korea Selatan,” ujar Sandy.
Namun untuk tahun 2023 ini, di Korea Selatan juga memasuki musim semi, yang mana waktu berpuasanya jadi lebih singkat, “Hampir mirip dengan lamanya waktu berpuasa di Indonesia, yakni sekitar 11 sampai dengan 12 jam,” ungkap Sandy.
Ia bercerita kalau menjalankan ibadah puasa jauh dari keluarga menjadi saat terberat. “Karena sedang merantau di negeri orang, saya bersama perantau lainnya hanya bisa saling menghibur serta menguatkan akan kerinduannya kepada keluarga, dengan mengisi berbagai kegiatan selama bulan Ramadan,” ujar Sandy.
Terlepas dari itu, Afifah dan Sandy tetap bersyukur, karena masyarakat lokal yang berada di negara rantauan, memiliki sikap toleransi yang baik, “Alhamdulillah untuk lingkungan sosialnya mendukung, apalagi di bulan Ramadan ini, mereka yang bukan muslim saling menghormati serta peduli satu sama lainnya,” ungkap keduanya.
Mereka juga memberikan beberapa tips kepada generasi muda LDII lainnya, supaya bisa meraih “5 Sukses Ramadan”, salah satunya, sukses puasa Ramadan di negeri empat musim, di antaranya membiasakan beradaptasi dengan menjalankan puasa sunah selain di bulan Ramadan, menjaga serta memperbanyak minum air putih, mengkonsumsi makanan yang bergizi dengan memperhatikan juga label halalnya, serta selama puasa agar melakukan olahraga ringan secara teratur.
Afifah dan Sandy berpesan kepada generasi muda LDII yang sedang melaksanakan ibadah puasa, baik di negara perantauan maupun di Indonesia, “Dalam menjalankan ibadah puasa agar tetap menjaga niat, semangat, serta tetap fokus untuk meraih “5 Sukses Ramadan”, sebab bulan Ramadan hanya datang sekali setahun untuk itu gunakan waktu sebaik mungkin,” tutup mereka. (Eva)
Masyaallah tabarakallah
Semoga Allah selalu menjaga keimanan kita di manapun kita berada, Allah berikan keamanan kelancaran dan kebarakahan untuk semua saudara seiman yg sedang merantau dan berjihad disana😇