Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Luqman 34)
Memahami kematian memang susah – susah mudah. Namun cerita getok – tular berikut, dijamin bisa menjadi pembelajaran dan persiapan kita. Al-Kisah di zaman Nabi Sulaiman, ketika sedang memimpin rapat dengan para punggawa kerajaannya, datanglah Malaikat yang menyerupai manusia ke tempat Nabi Sulaiman dan para sahabatnya berkumpul tersebut. Lalu Malaikat melihat ke salah satu sahabat Nabi Sulaiman sambil memperhatikannya. Setelah itu ia pergi.
Sahabat Nabi Sulaiman yang diperhatikan oleh Malaikat tersebut bertanya,”Wahai Nabi Allah, siapakah gerangan orang asing tersebut, mengapa memperhatikan saya terus dan langsung pergi? “
“Oh, itu Malaikat Izrail, sahabatku,” jawab Nabi Sulaiman.
Wajah sahabat Nabi Sulaiman itu langsung berubah ketakutan dan berkata; “Nabi Allah, tolong bawa saya ke puncak Himalaya dengan angin.” Lalu Nabi Sulaiman memerintahkan angin untuk membawa sahabatnya tersebut ke Gunung Himalaya.
Tidak lama kemudian Malaikat Izrail datang menemui Nabi Sulaiman, dan Sang Nabi bertanya: “Wahai Malaikat Izrail, mengapa Engkau tadi memperhatikan terus Sahabatku?”
“Pertama saya heran, saya diperintahkan Allah SWT untuk mencabut nyawa Sahabatmu di Gunung Himalaya yang jauh, sedangkan sahabatmu itu kok masih berada di sini. Tapi ternyata Engkau mengantarkan Sahabatmu ke Gunung Himalaya. Jadi, saya sekarang mengerti perintah Allah SWT.”
Allah berfirman: “Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” ( QS Al-Jumu’ah: 8 ).
Lain lagi cerita dari Sragen. Dalam suatu pengajian seorang Kiai berkata; ”Saya mau bercerita tentang siksa kubur. Tapi, saya minta semua diam dan tenang,” katanya. Senyap. Sekitar 1.000 jemaah kontan tak bercuap. Di saat hening itulah, tiba-tiba terdengar suara tangis seorang wanita. ”Sampeyan dengar? Itulah tangisan siksa kubur,” kata Kiai. Tangisan perempuan di malam Jumat Legi itu membuat orang terlarut dalam pikiran masing-masing. Siapa yang menangis dan mengapa dia menangis?
”Mari kita cari suara tangisan itu. Kita doakan bersama-sama agar siksa kuburnya diringankan Allah,” ujar Kiai. Lima orang santri pondok diminta menjadi ”penunjuk jalan” menelusuri arah tangisan tersebut. Para jamaah mengikuti dari belakang. Suara itu makin lamat-lamat, walau sumbernya jelas: dari sebuah kuburan baru di pinggir desa. Tanah kubur itu belum ditumbuhi rumput. Lalu ramai-ramai mereka jongkok, berdoa, dan terlarut dalam emosi masing-masing. Gemuruh doa itu terdengar hingga meluruhkan tangisan dari dalam kubur. Di atas kubur, justru para peziarah yang menangis. Mungkin trenyuh, mungkin menyesali perbuatan yang lalu.
Di sisi lain, terkait siksa kubur ini Allah mengingatkan: “Diminumnnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati, dan dihadapannya masih ada azab yang berat.” (QS Ibrahim:17)
Dari Cirebon lain lagi. Getok – tular dari Pantura ini sedikit membuat bulu kuduk berdiri. Seorang kerabat jauh sedang takziyah karena kakak kandungnya meninggal. Sebagai salah satu bentuk penghormatan terakhir, maka si teman tersebut ikut prosesi pemakaman sampai selesai. Bahkan dia turun ke liang lahat. Dan kegiatan pun kelar.
Sampai ketika mau balik ke tempat asal, teman tersebut merasa kehilangan sesuatu. Dompet beserta isinya lenyap. Setelah mencari ke sana – kemari tidak ketemu. Bertanya setiap orang, tidak ada yang tahu. Satu – satunya tempat yang belum terjamah, sebagai alibi, tak lain adalah tempat pemakaman saudaranya. Dengan berbagai pertimbangan dan diskusi panjang, akhirnya diputuskan untuk membongkar kuburan. Cangkul dan sekop pun disiapkan.
Dengan sedikit kerja keras dompet beserta isinya kembali didapat. Dan posisi ditemukannya sampai ke dasar lubang kubur. Bahkan sampai membuka papan penutup mayatnya. Karena itulah beberapa mata terbelalak. Ketika menyaksikan jasad si mayat dalam keadaan duduk bersimpuh dengan bersimbah darah di sana – sini. Maka, segera dikembalikan ke posisi semula dan ditutup sebagaimana adanya.
Sering kita mendengar kalimat hikmah, ”Ziarahilah kubur, karena itu akan mengingatkanmu akhirat. Mandikanlah orang yang mati, karena mengurus jasad yang tidak bernyawa merupakan pelajaran yang sangat berharga.”
Mati adalah sebuah keniscayaan. Tak bisa dihindari. Celoteh di atas hanyalah cerita. Yang terpenting, sudah siapkah kita menyambutnya, tatkala dia datang tanpa undangan?
Oleh : Faizunal Abdillah