Bukan karena perbedaan sudut pandang, saya kira ini hanya masalah ekspresi belaka. Dimana saya begitu kegirangan mendapatkan bukti-bukti yang saling menguatkan satu dengan yang lainnya. Membuat cerah pemahaman. Menjadikan kokoh kaki-kaki keyakinan. Mungkin orang lain menganggap itu biasa, namun buat saya luar biasa. Karenanya, bisa disebut itu sebagai kebodohan saya. Atau keluguan, yang buat sebagian orang, tak lain juga berarti kedunguan. Tak apalah, dan inilah ceritanya.
Adalah kemuliaan dan dahsyatnya Al Quran. Semua orang sudah tahu, setiap kepala sudah faham, bagi yang telah diberi petunjukNya – sampai-sampai Allah memberikan perumpamaan untuk memperjelasnya. Allah berfirman; “Kalau sekiranya kami menurunkan Al Quran ini kepada gunung, pasti engkau (Muhammad) akan melihat gunung itu tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah.” (QS Al Hasyr: 21)
Banyak bukti seolah tersapu kabut untuk menjadi padanan ayat ini, dimana setiap yang bersentuhan dengan Al-Quran selalu menjadi istimewa. Mari kita buka satu persatu.
Kita mengenal lailatul qodar. Ia dikenal sebagai malam yang berpangkat. Malam yang lebih baik dari seribu bulan. Malam yang istimewa, dari bilangan hari dalam hitungan tahun. Kenapa ia istimewa? Jawabnya, karena di malam itulah Allah menurunkan Al Quran. “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS Al-Qadr:1) Kemudian, di bulan apakah Al Quran turun?
Semua tahu, Al Quran turun di bulan Ramadhan. Ia menjadi bulan yang istimewa melebihi bulan-bulan lainnya. Bahkan padanya diwajibkan puasa. Salah satunya, karena Al Quran turun di bulan itu. “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil)” [QS Al-Baqarah: 185]
Demikian juga dengan pembawanya? Jibril menjadi pemimpin malaikat. Disebut ruuhul quddus, sebab perannya sebagai perantara Al-Qur’an. Demikian juga dengan tempat menyimpan Al-Quran di Lauhil Mahfudh, menjadi mulia sebab Al-Qur’an.
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, ditempatkan pada kitab yang terpelihara (Lauhil Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semestaalam. Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al Qur’an ini?” (QS Al-Waqi’ah: 77- 81)
Bagaimana dengan Nabi Muhammad? Ia menjadi sayyidul anbiya walmursalin – pemimpin para Nabi dan Rasul. Namanya disejajarkan dengan nama Allah (dalam syahadat). Salah satunya, karena Nabi Muhammad SAW adalah penerima dan penyebar Al-Qur’an. Allah menegaskan; “Dan sesungguhnya kamu benar-benar di atas budi pekerti yang agung.” (QS Al-Qalam:4)
Disini, saya merasa mendapat pencerahan, bahwa Allah memberikan semua kemuliaan di atas adalah karena Al Quran. Dan apakah kita hanya tinggal diam tak melakukan apa-apa dengan kemuliaan dan keistimewaan yang dahsyat itu? Kita bisa rutin membacanya. Rajin mengamalkan isinya. Menghafal dan menjaganya, walau sedikit. Atau dengan cara yang lain untuk menjadi ahli Quran, menyenanginya dan “menggilainya”.
Jangan sampai malahan kita hancur karena Al Quran, seperti ayat di atas. Karena itu, segeralah ambil Al Quran sebagai jalan hidup kita. Insya Allah kemuliaan selalu menyertainya. (Nuansa Persada, Edisi Oktober 2018)