Entah sudah berapa kali saya membaca cerita ini. Selalu menarik dan memberi inspirasi. Suatu hari, Nasruddin mencari jarum di halaman rumahnya yang penuh hamparan pasir. Tetangganya yang merasa kasihan, ikut membantu mencarinya. Tetapi selama sejam mencari, jarum itu tak kunjung diketemukan. Merasa penasaran, tetangganya pun bertanya, “Jarumnya jatuh dimana?” “Jarumnya jatuh di dalam rumah,” jawab Nasruddin. “Kalau jarum jatuh di dalam rumah, kenapa mencarinya di luar?” tanya tetangganya geregetan. Dengan santai Nasruddin menjawab, “Karena di dalam gelap, di luar terang.”
Entah apa obyeknya tidaklah penting. Mau jarum, koin emas, atau cincin itu hanya alat saja. Yang penting adalah pesan moral yang terkandung di dalamnya, yaitu kegemaran manusia dalam pencarian kesenangan dan keindahan hidup yang berorientasi keluar; terang, gemerlap, menarik dan menggoda. Anekdot ini seperti gambaran apik yang disampaikan Yang Maha Tinggi bahwa dihiaskan, dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Ali Imron: 14)
Jadi, memang tidak salah, jika begitu banyak perjalanan kehidupan dalam mencari kebahagiaan dan keindahan dengan cara mencarinya keluar. Sesuai perkamennya. Ditambah karena faktor peradaban, keserakahan dan factor-faktor lainnya, paradigma mencari keluar sangat relevan. Ada yang mencari bentuk kebahagiaan lewat kehalusan kulit, empuknya jabatan, kilau baju mahal, mobil bagus atau rumah indah. Tetapi kenyataannya, setiap pencarian keluar tersebut akan berujung pada bukan apa-apa. Karena semua itu, kesenangan hidup di dunia, tidak akan berlangsung lama. Kulit, misalnya, akan keriput karena termakan usia, mobil mewah akan berganti dengan model terbaru, jabatan juga akan hilang karena mutasi atau pension.
Pekerjaan rumahnya kemudian adalah merubah orientasi dari luar ke dalam. Kedua bola mata ternyata hanya mampu menangkap 1200, masih ada 2400 sisi sebaliknya yang belum kita jelajahi. Selama ini kita tinggalkan karena gelap, tidak menarik, terasa jauh, sepi, tak tertangkap oleh mata dan panca indera lainnya. Tetapi di sanalah sebenarnya letak apa yang kita cari: daerah-daerah potensi di dalam diri. Berawal dari sini, kita cari letak ‘sumur’ kebahagiaan dan keindahan yang tak pernah kering menuju keterhubungan dengan tempat kembali di sisi Allah yang abadi. Tak perlu jauh-jauh, karena ‘sumur’ itu ada di dalam diri tiap-tiap orang.
Perjalan ke dalam ‘sumur’ ini bisa dimulai dengan kegiatan sederhana yaitu “stop comparing” (berhenti membandingkan). Setiap penderitaan hidup manusia, setiap bentuk ketidakindahan, biangnya pasti dari sikap suka membandingkan. Sesuai tingkatannya, bisa membandingkan dari hal yang kecil sampai hal yang besar. Misalnya orang kaya berkulit hitam yang tidak dapat menerima kenyataan bahwa dia berkulit hitam. Dia membandingkan dirinya dengan orang kulit putih. Akhirnya hobi untuk operasi plastik, demi menyamakan tandingannya tadi. Nah, dari sini orang yang hidup dari satu perbandingan ke perbandingan lain, hidupnya kurang lebih sama dengan orang kaya tadi. Berhentilah membandingkan!
Selanjutnya, mulailah mengalir (start flowing) menuju ke kehidupan yang paling indah di dunia, yaitu menjadi diri sendiri. Apa yang disebut ‘flowing’ ini sesungguhnya sederhana saja. Kita akan menemukan yang terbaik dari diri kita, ketika kita mulai belajar menerimanya. Perlahan tapi pasti kepercayaan diri pun muncul, bersemi ke sana-sini. Kepercayaan diri ini berkaitan dengan keyakinan-keyakinan yang kita bangun sedikit demi sedikit dari dalam, dengan sabar dan penuh ketulusan. Puncaknya, sebuah hadiah mewah bahwa tidak ada kehidupan yang paling indah selain menjadi diri sendiri. Itulah keindahan yang sebenar-benarnya.
عَنْ أَبِي مَالِكٍ الأَشْعَرِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ قَالَ
كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا
Dari Abi Malik Al-Asy’ari, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda; “Setiap orang keluar di pagi hari untuk menjual dirinya, maka ada kalanya dia membebaskannya atau malah menghancurkannya.” (Rowahu Muslim).
Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang.