“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqoroh 257)
Ketika membaca ayat ini terlintas cerita singkat berikut. Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, ‘Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?’
Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, ‘Betul, Dia yang menciptakan semuanya’.
‘Tuhan menciptakan semuanya?’ Tanya professor sekali lagi.
‘Ya, Pak, semuanya,’ kata mahasiswa tersebut.
Profesor itu menjawab, ‘Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan.’
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.
Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, ‘Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?’
‘Tentu saja,’ jawab si Profesor. Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, ‘Profesor, apakah dingin itu ada?’
‘Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?’ Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
Mahasiswa itu menjawab, ‘Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata ‘dingin’ untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.”
Mahasiswa itu melanjutkan, ‘Profesor, apakah gelap itu ada?’
Profesor itu menjawab, ‘Tentu saja itu ada.’
Mahasiswa itu menjawab, ‘Sekali lagi anda salah Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.’
Akhirnya mahasiswa itu bertanya, ‘Profesor, apakah kejahatan itu ada?’
Dengan bimbang professor itu menjawab, ‘Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.’
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, ‘Sekali lagi Anda salah, Pak. Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, ‘kejahatan’ adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.’
Profesor itu terdiam. Konon menurut cerita, nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.
Sepintas, cerita di atas bisa menginspirasi kita menginterpretasi kondisi zaman sekarang. Banyak berita buruk, sadis dan memuakkan beredar di layar kaca. Menjadi konsumsi sehari – hari. Dan dialog di atas sedikit banyak bisa menjadi jawaban. Atas dasar bujuk rayu syaitanlah, akhirnya manusia keluar dari cahaya menuju kegelapan. Bukan karena tidak ada Tuhan, atau Dia sudah pindah alamat. Kita manusialah yang tergoda dengan dunia dan meninggalkanNya. Atau kita manusia menempuh jalan yang salah. Bagaimana bisa menemukanNya?
Di sisi lain, banyak orang berbondong – bondong mencariNya. Dan mereka merasa nyaman, bahkan mengklaim telah menemukanNya. Sayang mereka hanya menemukan kasihNya. Belum menemukan keridhoanNya. Jalan menuju keharibaanNya, bertemu denganNya di surga sana. Bahkan yang di dalam cahaya pun meradang, kegelisahan. Entah apa yang dicari? Mungkin seperti gambaran ayat berikut ini.
Allah berfirman dalam Surat Hajj ayat 11, “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi keraguan; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”
Ragu adalah awal penolakan, sebelum benar – benar jauh meninggalkan menuju ketiadaan cahaya, koreksilah kembali langkah –langkah kaki kecil ini.
Oleh: Faizunal Abdillah