Jakarta (20/02). Indonesia yang terdiri dari 34 Provinsi, 514 kabupaten dan kota, 7.230 kecamatan, 8.488 kelurahan dan 74.962 desa tentu memiliki konflik dan permasalahan yang berbeda-beda. Pemerintah dan masyarakat perlu bergerak bersama-sama, untuk melakukan pengawasan dan pembinaan dalam penyelesaian masalah.
Hal tersebut disampaikan Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Desa Ditjen Bina Pemerintah Desa Kemendagri, Tb. Chaerul Dwi Sapta saat menyampaikan materi dengan judul ‘Peran Pemerintah Desa untuk Mengatasi Berbagai Potensi Konflik Sosial’ dalam webinar nasional bertema ‘Sinergi untuk Kesejahteraan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh DPP LDII, Minggu (20/2).
Dalam penjelasan UU No.7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dijelaskan bahwa Konflik Sosial, yang selanjutnya disebut Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas, yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.
Chaerul menjelaskan bahwa dalam penyelesaian permasalahan di tingkat desa perlu pelibatan semua aspek masyarakat dalam menyelesaikannya, terlebih dalam masalah komunikasi.
“Dengan adanya komunikasi yang luar biasa dari semua tingkat masyarakat, semua permasalahan dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu, kemungkinan terjadinya konflik dapat teridentifikasi dan terdeteksi dini dengan baik,” ucap Chaerul.
Ia menjelaskan bahwa penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada kadang kali menimbulkan permasalahan dan konflik dalam masyarakat. “Hal tersebut tentu dapat diredam dengan melibatkan kontribusi dari pemerintahan dan masyarakat melalui organisasi kemasyarakatan, sehingga dapat meningkatkan kerukunan dan kedamaian di setiap wilayah,” jelas Chaerul.
Menjelaskan penemuannya, Chaerul menyatakan bahwa sejak pertama kalinya pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, permasalahan terkait pendapatan dan perekonomian menjadi isu utama terjadinya sebuah konflik.
“Semua stakeholder mulai dari pemerintah dan masyarakat perlu bekerjasama, untuk menyelesaikan masalah pandemi Covid-19. Selain itu, perlu adanya gotong royong dan bahu membahu di antara masyarakat agar dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan secara bersama-sama,” tambahnya.
Menurutnya setelah diberlakukannya UU No. 6 tahun 2014 Tentang Desa, pedesaan kini telah memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mengurus otonominya, “Kearifan lokal yang dimiliki masing-masing desa tentu berbeda-beda, sehingga dalam mempertahankan keaslian budaya, adat dan suku menjadi tanggung jawab dari pemerintah desa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa tersebut,” jelas Chaerul.
Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan dalam ‘Nawa Cita’ bahwa membangun NKRI yang sehat, maju, mandiri dan sejahtera dimulai dari tingkat desa dan kelurahan. Dengan tersebarnya desa dan kelurahan di seluruh penjuru Indonesia, tentunya menjadi fokus bersama untuk mendorong masyarakat agar keluar dari konflik, permasalahan dan bencana.
“Dengan diciptakannya undang-undang tentang desa, harapannya dapat melindungi persatuan dan kesatuan serta kerukunan Desa dalam keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia,” pungkas Chaerul. (Dzul/Lines)