”Istri saya masih dirawat di rumah sakit Saudi. Berat rasanya harus pulang dan membiarkan dia berjuang di sini sendirian,” ujar Mimin lirih. Matanya berkaca-kaca.
Mimin telah 55 tahun lebih membina rumah tangga bersama istrinya, Hapiyeh Pusadi Kamar (83). Dari pernikahan langgeng itu, mereka dikaruniai sembilan anak, 66 cucu dan cicit. Hapiyeh sebenarnya sehat walafiat saat berangkat ke Makah dan Madinah lebih dari sebulan lalu. Namun pada Minggu (11/11), dia mengalami serangan jantung dan koma sehingga dilarikan ke RS King Fahd Madinah. Hingga jadwal pulang ke Pontianak tiba, Hapiyeh belum juga sadar. Inilah yang membuat Mimin sangat sedih dan kebingungan.
Dia ingin menemani sang istri di rumah sakit, tapi aturan main tidak mengizinkannya. Mimin harus pulang ke Indonesia sesuai jadwal, Jumat (16/11) sore. Dia mesti merelakan sang istri berjuang mempertahankan hidup sendirian.
”Saya tidak sampai hati. Sangat berat rasanya. Kami telah berumah tangga 55 tahun lebih, senang-susah kami lalu bersama-sama. Mengasuh anak-cucu. Saya sangat mencintainya,” ujar Mimin. Mimin tampak begitu lesu ketika mengemasi barang-barang untuk dibawa pulang ke Tanah Air, termasuk koper sang istri tercinta. Dia merasa hatinya hampa, karena persiapan yang biasanya selalu dilakukan bersama Hapiyeh, kini ditangani sendiri. Tak ada senyum lagi dari sang istri.
”Istri saya sehat. Waktu wukuf, lontar jamarat dan tawaf ifadah kuat. Kami berjalan bersama, selalu bergandengan dan saling menunggu kalau saya atau dia lelah.” Kini, Mimin hanya bisa berdoa dan berharap agar Hapiyeh segera bisa menyusulnya pulang ke Pontianak. “Mudah-mudahan pulang. Mudah-mudahan sehat lagi. Mudah-mudahan bisa sembuh,” ujar Mimin dengan suara tercekat. Mimin tak ingin cinta kasih yang dibinanya berpuluh-puluh tahun dengan Hapiyeh dipisahkan dengan cara yang menyedihkan.
”Saya ingin bersama-sama, terutama pada saat-saat tua seperti ini. Jika istri saya dipanggil oleh Allah, saya berharap bisa berada disampingnya,” katanya.
(Dep. KIM DPP LDII)