Tokyo (13/9). Selepas kuliah, umumnya orang memasuki dunia kerja. Tidak terkecuali seorang anak muda LDII asal Tangerang, Dyah Sri Utami, yang pernah memenangkan kompetisi ilmiah di Jepang.
Gadis yang biasa dipanggil Tami itu, kini bekerja sebagai konsultan di perusahaan Nissaku Co., Ltd yang bergerak di bidang konsultasi air dan geoteknik. Perusahaan tersebut berlokasi di Saitama-Shi, Omiya, Jepang. Sebelumnya, ia menamatkan pendidikan magister di Tokai University dengan gelar Master Engineering dan poin nilai 3.80 dari skala 4.00.
Setelah lulus, ia melamar kerja melalui agensi bernama ASEAN Career dan mengikuti seminar dari berbagai perusahaan di Jepang. Seminar itu mengenalkan profil perusahaan hingga tata cara melamar sesuai karakter perusahaan tersebut. Selanjutnya, pelamar akan diarahkan ke bagian internship atau pengenalan perusahaan secara mendalam dengan mengunjungi langsung perusahaan tersebut.
“Jadi setiap perusahaan itu berbeda jenis internship-nya. Kebanyakan intershipnya itu seperti pengenalan pekerjaan meliputi di kantor atau lapangan, yakni dalam satu hari mengerjakan apa saja. Untuk durasinya tergantung dari masing-masing perusahaan itu sendiri,” ujarnya ketika diwawancarai via chat, Senin (5/9). Menurut Tami, mencari kerja di Indonesia dengan di Jepang berbeda.
“Di Indonesia, pelamar yang mencari informasi job fair (tempat yang mewadahi perusahaan-perusahaan untuk bertemu dengan pencari kerja) dan kemudian mendaftar. Namun di Jepang, para agensi yang mencari pelamar melalui seminar,” ujar Tami. Pengalamannya sendiri, proses Warga Negara Asing (WNA) yang ingin melamar pekerjaan di Jepang, dilakukan dengan tiga cara yakni melalui bantuan dari pihak universitas, agensi umum, atau agensi khusus.
“Kalau universitas-universitas di Jepang, sistemnya itu satu tahun sebelum kelulusan sudah ada imbauan tentang adanya kunjungan dari berbagai perusahaan untuk melakukan presentasi. Dan apabila mahasiswa itu tertarik pada salah satu perusahaan tersebut, pihak universitas akan membantu proses selanjutnya,” ungkap Tami.
Sedangkan untuk agensi umum yakni sebuah situs pencari kerja, seperti: Rikunabi, MyNavi ini dapat digunakan oleh Warga Jepang maupun WNA dalam melamar pekerjaan di perusahaan Jepang. Namun proses perekrutannya disetarakan dengan Warga Jepang. Dan ini yang menurutnya lebih sulit karena level bahasa yang digunakan pada saat ujian tes masuk menggunakan level bahasa Jepang asli.
Berbeda dengan agensi khusus, seperti Ryukatsu, ASEAN Career yang diperuntukkan untuk WNA yang ingin melamar pekerjaan pada perusahaan di Jepang dan ini lebih mudah karena saingannya hanya orang-orang asing saja serta level bahasa Jepang yang sering digunakan orang asing pada umumnya.
Bekerja Sekaligus Memahami Budaya Negara
Tami bercerita, pekerjaannya berhubungan dengan eksperimen tanah dan pencegahan bencana, “Tetapi ini semua tergantung permintaan klien,” ujarnya. Di departemennya, ia banyak menangani proyek dari pemerintah tingkat provinsi atau kota setiap tahunnya, seperti pengukuran stabilitas lereng, pengukuran ketinggian permukaan air tanah, dan lain-lain.
“Jadi di Jepang ini selalu ada namanya pengukuran pencegahan alam, meskipun setiap tahunnya tidak ada pergerakan sama sekali, seperti gempa, longsor, dan sebagainya. Pemerintah Jepang harus mempunyai data tiap tahun dari masing-masing perkotaan,” ujarnya.
Setelah lima tahun tinggal di Negeri Sakura, ia harus menyesuaikan diri dengan kompleksnya budaya Jepang sambil bekerja. Seperti contoh saat bekerja, pekerja di Jepang memiliki karakter loyal terhadap perusahaan. Sehingga jarang menemui karyawan yang pulang tepat waktu, umumnya melewati batas jam kantor.
Selain itu masyarakat Jepang sangat mengapresiasi budaya leluhur mereka, “Kami sebagai orang asing, diwajibkan untuk berbicara bahasa Jepang selama berada di negara tersebut,” ungkapnya.
Untuk itu Tami berpesan, setidaknya menguasai bahasa Jepang jika punya niat bermukim atau bekerja di sana, karena itu memudahkan komunikasi. Namun, jika ingin bekerja di lingkungan yang budayanya multikultur, sebaiknya mencari perusahaan internasional.
“Biasanya perusahaan internasional lebih banyak memakai bahasa Inggris dalam bekerja, baik itu komunikasi, penulisan laporan, dan lain-lain. Dan karyawannya juga dari berbagai negara, tidak hanya orang Jepang saja. Jadi, lingkungan kerjanya lebih berwarna,” tutupnya.
Menarik sekali baca informasi tentang warga LDII yg diluar negeri, baik tentang personalnya ataupun perkembangan warga LDII itu sendiri.
Info ini sangat bermanfaat apalagi yg punya keluarga di luar negeri, kebetulan anak sy juga sedang belajar Shizuoka di Jepang.
Terima kasih Alhamdulillah jazakumullahu khoiro