Jakarta (22/5). Di tengah peringatan Hari Kebangkitan Nasional, DPP LDII menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) mengenai peningkatan kualitas guru dan tenaga pendidik pada 21 Mei 2016. Kegiatan ini merupakan bagian dari sejumlah FGD, yang digelar DPP LDII untuk persiapan musyawarah nasional (munas).
Acara yang dihelat di aula Kantor DPP LDII di Patal Senayan ini, dihadiri 60 peserta dari kalangan guru, ulama, pengurus ponpes, dan pengurus majelis dari berbagai wilayah. FGD itu menghadirkan Bejo Suyanto ketua Ikatan sarjana Manajemen pendidikan Indonesia (ISMAPI) sekaligus mantan rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Ibnu Muhammad Guru Besar Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Ketua DPP LDII Prasetyo Sunaryo yang juga Direktur Paradigma Institut memprovokasi kesadaran para peserta dengan mempertanyakan bagaimana seorang guru seharusnya. Pasalnya, guru sebagai pendidik memiliki rekam jejak yang hebat dalam menentukan masa depan bangsa.
“Membangun negara artinya membangun pendidikan. Meski kurikulum beribah-ubah, jika gurunya tidak disiapkan, kita akan sulit mencapai keberhasilan,”ujar Prasetyo Sunaryo. Bila melihat negara tetangga, pada awal kemerdekaan mereka melakukan konsolidasi politik, selanjutnya adalah konsolidasi ekonomi dan pendidikan. Namun di Indonesia, kebijakan untuk mengatasi masalah pendidikan masih jauh akibat terlalu berkutat dalam masalah politik.
Dunia pendidikan di Indonesia selalu bergejolak. Mulai dari demo guru, sertifikasi guru, permasalahan kurikulum, dan sebagainya. “Jika guru sampai berdemo, berarti ada yang salah dengan sistem pendidikan nasional kita,”papar Prasetyo. Bangsa ini harus memiliki kesadaran kolektif dan memiliki harapan yang besar, untuk membentuk generasi penerus yang lebih baik dari generasi sekarang. Pendidikan harus melahirkan generasi yang canggih, karena tantangan ke depan kian kompleks dan berat.
Dalam buku Karanga Li Lian Qing, Education for 1,3 Bilion terdapat penjelasan yang rinci, mengenai negara bisa maju bila rakyatnya menghormati guru. Pendidikan tidak butuh gedung-gedung mewah, pendidikan butuh guru yang terhormat dan hebat. Bahkan di Papua sendiri, status guru sangat dihormati. Ketika terjadi perang antar suku, guru tidak akan dilukai.
Dalam kesempatan yang sama, Bejo Suyanto menegaskan kepada para peserta, dalam pengajaran jangan terpaku terhadap kurikulum. Menurutnya Kurikulum hanya berisi empat bagian; tujuan, konten, metode, dan evaluasi. Apapun kurikulumnya guru memiliki tugas yang mulia. Menurutnya, menjadi guru professional artinya memiliki dampak yang luar biasa. Tidak semua orang bisa menjadi guru. Guru harus memiliki ilmu pendidikan dan pengajaran dengan empat kompetensi nasional guru, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.
“Hidup kita adalah hasil pemikiran kita. Kita melatih anak murid agar menjalani hidup seperti apa yang dipikirkannya di masa depan,” kata Bejo. Menurutnya para pendidik harus menaburkan pikiran kepada murid-murid, maka akan menuaikan tindakan atau kebiasaan. “Maka taburkanlah hal yang baik. Tindakan yang baik akan membentuk karakter yang baik bagi anak-anak,” ujarnya.
Dalam mengajar Bejo berharap para peserta selalu antusias. Antusiasme dalam mengajar sangat penting. Lalu sikap kreatif, dinamis, dan produktif serta tidak mengenal menyerah, merupakan sikap positif yang membedakan dengan yang gagal. Maka untuk mencapai hal itu memerlukan ketekunan.
“Risiko apapun kita tanggung dan tidak perlu takut. Namun kita harus mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan. Sikap kita harus teguh, konsisten, akan mengantarkan kita untuk menjelajah hidup lebih jauh,” ujar Bejo menambahkan .
Sementara itu pemateri yang lain, Ibnu Muhammad mengajak LDII membangun kompetensi guru berdasarkan perspektif Islam. Menurutnya, pendidikan berdasarkan perspektif Islam, bertujuan untuk mensucikan jiwa. Ia kembali menegaskan mengenai peran guru. Guru tidak hanya sekedar mengajar, tapi bisa memberikan inspirasi. Peran guru dalam pendidikan sebagai fasilitator, mendorong kreatifitas dan inovasi, motivator, eksplorasi anak, bahkan bisa menjadi dakwah.
“Perkembangan teknologi kini memudahkan untuk mengajar. Lalu pengetahuan apalagi yang harus dimiliki guru? maka mindset guru, dari eksplisit knowledge (ilmu) ke tacit knowledge (hikmah) sebagaimana tertera dalam Alquran yang mewariskan ilmu dan hikmah. (Khoir, Lenciana/LINES)