Jakarta (26/11). DPP LDII bekerja sama dengan Kementerian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggelar webinar Pencegahan Stunting dan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN), pada Sabtu (26/11).
Kegiatan tersebut merupakan wujud dukungan LDII kepada program pemerintah, untuk pembangunan berkelanjutan. Acara digelar secara hybrid dari Pondok Pesantren Minhajurrosyidin, Jakarta Timur.
Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso mengatakan, webinar ini merupakan tindak lanjut edukasi, yang utamanya ditujukan kepada para calon ibu, untuk pengenalan pencegahan stunting. Sekaligus mendukung dan siap berpartisipasi dalam program pemerintah.
“Ini merupakan upaya pencegahan stunting jangka panjang serta berkesinambungan,” ujarnya. Ia berharap warga LDII terutama para pengurus, dapat berperan aktif hingga ke lingkup akar rumput mencegah stunting. “Sehingga target penurunan angka prevalensi stunting sebesar 14,4 persen dapat tercapai, juga mencetak individu yang unggul untuk Generasi Emas 2045,” ujar KH Chriswanto.
Sementara itu di tempat yang sama, aktivitas lainnya terkait acara tersebut adalah kegiatan mewarnai yang diikuti para siswa TK/RA binaan LDII, sosialisasi pengolahan ikan yang diikuti para guru pondok pesantren, serta Bimtek pembiayaan UMKM untuk usaha produk perikanan yang diikuti para mahasiswa STAIMI.
Cegah Stunting Sejak Sebelum Menikah
Pencegahan stunting dimulai dari hulu adalah sejak pernikahan. Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (BKKBN) Nopian Andusti mengatakan, pemeriksaan kesehatan perlu dilakukan sejak dini yang ditindaklanjuti dengan pendampingan.
“Stunting bukan penyakit tapi kondisi pertumbuhan pada anak-anak yang tidak memenuhi standar. Standar stunting perlu diturunkan,” katanya.
Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian Andusti mengatakan stunting bisa dilakukan deteksi sejak dini sebelum menikah. Foto: LINES.Anak dengan stunting memiliki koneksi otak yang rendah dan volume otaknya berbeda. Kondisi stunting ini bisa terjadi sampai dewasa. “Kualitas manusianya tentu jadi menurun seiring dengan naiknya grafik stunting,” ujar Nopian.
Angka prevalensi stunting yang tadinya 27,7 persen sejatinya menurun dalam perkembangan terakhir yakni sebesar 24 persen. Target yang harus dicapai adalah penurunan hingga 14 persen pada 2024.
Untuk mencegah stunting, calon pasangan usia subur harus dipastikan dalam kondisi sehat ketika menikah. “Sayangnya saat ini masih memprihatinkan. Kondisi kesehatan tidak memenuhi standar dan tinggi badan juga berkurang,” kata Nopian.
Kehamilan di usia remaja Nopian mengatakan sebisa mungkin dihindari. Menurunkan angka perkawinan anak juga perlu dilakukan. Hal ini menghindari resiko adanya nutrisi yang terbagi antara ibu bayi dengan bayi yang dikandung.
Untuk mempermudah screening kesehatan, BKKBN telah mengembangkan sistem aplikasi siap nikah untuk para calon pengantin. Para calon hanya perlu input hasil kesehatan. Sistem yang akan menampilkan ketentuan ideal memiliki keturunan dari hasil screening tersebut.
BKKBN juga membentuk TPK atau tim pendamping keluarga yang bekerja di lingkup kelurahan dalam melakukan pendampingan dan bimbingan terkait program ini. “Keluarga juga dapat konsul langsung dengan tpk tersebut melalui aplikasi,” katanya.
Nopian berharap adanya sinergi dan koordinasi dengan para ormas dan lembaga, informasi pencegahan stunting ini diteruskan ke masyarakat langsung, “Melalui LDII dapat dilakukan advokasi kebijakan yg belum berjalan.”
Sejalan dengan Nopian, Ketua Tim Kerja Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja, Direktorat Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes, Inti Mujiati mengatakan peningkatan SDM yang berkualitas dan berdaya saing menjadi tantangan besar.
Dua hal penyebab stunting kata Inti, asupan makanan bukan dari sisi jumlah tapi juga kualitasnya. Ia mengapresiasi penerapan langsung LDII melalui gerakan memasyarakatkan makan ikan. Yang kedua, infeksi atau sakit juga akan mempengaruhi status gizi.
Penyebab tidak langsung seperti pola asuh, pemilihan makanan, sanitasi, serta pelayanan kesehatan umum.
Stunting menjadi hal penting karena ada masalah perkembangan yang berpengaruh pada kesehatan. Gangguan kognitif metabolik hal ini menjadi dampak penyakit tidak menular namun berat.
“Menilik bonus demografi, usia produktif potensial lebih tinggi dari yang tidak produktif. Jika tidak diperbaiki menjadi dampak bagi pembangunan nasional,” ujarnya. Secara ekonomi akan rugi karena berpengaruh pada beban negara menanggung dana kesehatan.
Terkait hal tersebut, Plt. Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ishartini mengatakan inisiasi program GEMARIKAN sebagai penanganan masalah gizi buruk, termasuk penurunan angka stunting.
Serapan konsumsi ikan indonesia termasuk besar. Dengan meningkatkan konsumsi ikan, akan meningkatkan kesejahteraan nelayan di hulu dan industri pengolah ikan di hilir. “Bahan baku ikan sudah banyak masuk menjadi industri kuliner. Banyaknya produksi terserap, golnya meningkatkan kualitas SDM,” katanya.