Oleh Faizunal A. Abdillah, Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang
Berbahagialah yang mempunyai suara indah. Selain merupakan berkah, ia bisa berkembang dan berbuah sempurna sebagai anugerah. Lihatlah acara pencarian bakat yang booming sekarang. Hampir setiap negara mengadakan acara dengan tajuk idol, got talent dan lain-lain acara pencarian bakat untuk mencari bibit-bibit bersuara indah. Terlepas dari aspek bisnis, semua itu adalah bukti berkah mempunyai suara indah lagi khas.
Pada suatu momen, saya sangat senang menyaksikan proses seleksi salah satu reality show itu. Ada pelajaran indah dan menyentuh dari sana. Bukan masalah suaranya, juga bukan kelucuan yang ditimbulkannya ataupun perjuangan dan histeria keberhasilannya, tetapi interaksi antara dewan juri dan calon pesertanya. Ketika itu, saya dibuat kaget dimana salah seorang peserta bisa membuat salah satu juri menangis karenanya. Awalnya, kontestan itu jelek nyanyinya, kemudian disuruh menyanyikan ulang lagunya, sembari dibumbui komentar: “Coba kamu nyanyi lagi, tapi lebih dihayati. Bayangkan perjalanan hidupmu sesuai dengan lagu itu.” Saya lupa lagunya apa, tapi kontestan itu pun mengulangi untuk kedua kali.
Tak disangka, penghayatannya berhasil mengekspresikan karakternya yang kuat. Suaranya menggema indah memenuhi ruangan. Gelombang vibrasinya menyentuh lembut relung sanubari. Bahkan salah satu juri dibuatnya menitikkan air mata. Berkali-kali dia mengusapkan tisu menyeka air mata. Yang lain termangu mengaguminya. Komentarnya; “Suaramu indah, sungguh indah dan kamu menyanyikan dengan penghayatan yang sempurna.” Retorika itu membuat saya merasa aneh. Menjadi aneh. Sebab, saya tidak merasakan apa-apa. Apalagi menangis. Biasa saja tanpa makna.
Situasi ini menggiring saya mengulik kembali kisah menarik sahabat Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib. Dia adalah ahlul quro – ahli baca quran, dimana Nabi pernah menangis ketika mendengar bacaannya. Bukan hanya karena artinya, tapi juga karena suara merdunya.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ قَالَ لِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ” اقْرَأْ عَلَىَّ ”. قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ آقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ قَالَ ” نَعَمْ ”. فَقَرَأْتُ سُورَةَ النِّسَاءِ حَتَّى أَتَيْتُ إِلَى هَذِهِ الآيَةِ {فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيدًا} قَالَ ” حَسْبُكَ الآنَ ”. فَالْتَفَتُّ إِلَيْهِ فَإِذَا عَيْنَاهُ تَذْرِفَانِ.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi ﷺ berkata kepadaku, “Bacalah Al Qur’an untukku.” Maka aku menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku membacakan Al Qur’an untukmu, sedangkan Al Qur’an diturunkan kepadamu?” Nabi ﷺ bersabda, “Aku suka mendengarnya dari selainku.” Lalu aku membacakan untuknya surat An Nisaa’ hingga sampai pada ayat, “Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka semua itu.” (QS. An Nisa’: 41). Beliau berkata, “Cukup untukmu sekarang.” Maka aku menoleh kepada beliau, ternyata kedua mata beliau dalam keadaan bercucuran air mata.” (Rowahul Bukhari)
Jangan menganggap sepele urusan menangis. Kekurangan manusia yang mudah meneteskan air mata memang banyak, hanya saja ia memiliki sebuah kelebihan yang sulit dimiliki orang kebanyakan, yakni kepekaan yang membuat terhubung secara lebih dengan vibrasi-vibrasi yang lebih tinggi. Bagi siapa saja yang sering merasakan vibrasi rasa, ia memiliki dua ciri: mudah menyentuh dan mudah tersentuh. Walau berbeda, dua contoh di atas relatif mewakilinya. Sayang, saya belum masuk di dalamnya, walau ingin memilikinya. Banget.
Mungkin kita masih ingat bergetarnya hati, seperti yang disampaikan Allah dalam firmannya:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal: 2)
Atau tautan gemetarnya hati dalam sebuah refleksi luar biasa yang disebut menangis, tersedu.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم “ لاَ يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ حَتَّى يَعُودَ اللَّبَنُ فِي الضَّرْعِ ” . قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Dari Abi Hurairah, dia berkata; bersabda Rasulullah ﷺ ; “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai air susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke putingnya.” (Rowahut Tirmidzi).
Air mata bukan wakil kelemahan, apalagi kecengengan, ia sejenis air mata kejernihan. Ia menetes tidak mewakili kesedihan, tetapi perpanjangan tangan dari getaran-getaran rasa. Masihkah kita punya getaran-getaran rasa dan kepekaan yang memotivasi vibrasi-vibrasi jiwa yang pada akhirnya kita menjadi makhluk (manusia) yang mudah menyentuh dan mudah tersentuh? Dan jika sudah memiliki kualitas hati yang mudah tersentuh, maka tidak butuh bantuan orang lain untuk menyentuhnya. Dan kita bisa menginduk hadits keutamaan 7 golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat, dimana salah satunya adalah karena menangis
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ “ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ ….، ورَجُلٌ ذَكَرَ اللَّه خالِياً فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Dari Abi Hurairah dari Nabi ﷺ bersabda; “Ada 7 golongan yang Allah memberi naungan kepada mereka pada Hari Kiamat, yaitu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah….Seorang lelaki yang mengingat Allah dalam keadaan sendirian lantas berlinang air matanya.” (Rowahul Bukhari)
Allahul Musta’an – Kepada Allah kita mohon pertolongan.