Rasanya ada sesuatu yang spesial di bulan puasa kali ini. Dan semua kita tahu, bahwa di sela – sela puasa ada perayaan hari kemerdekaan negeri kita tercinta. Tepatnya tanggal 17 Agustus. Dan seperti terpampang banyak di pinggir – pinggir jalan, di gedung – gedung, di gapura gang – gang tersebut bahwa tahun ini adalah hari jadi ke 65 NKRI. Menilik usia, jika diibaratkan dengan perjalanan seorang anak manusia adalah usia senja. 65 adalah usia mendekati ajal. Tetapi tidak dengan perjalanan sebuah negeri. Ia bisa seperti seumur jagung untuk meraih kejayaan dan kemakmuran. Tetapi, bisa juga sebuah tahun kehancuran jika kita sebagai anak bangsa tidak mengisinya dengan baik dan benar.
Pada sebuah acara pelatihan kepribadian yang diberikan kepada para sopir taksi diumumkan bahwa dalam rangka penghematan semua peserta diharapkan membawa bekal makan siang masing – masing. Pelatihannya sendiri bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang – yang sering disebut servise excellence. Hadirlah para sopir dengan antusias. Mereka membawa bekal terbaik dari rumah masing – masing. Para istri menyediakan kudapan favorit buat para suaminya. Bekal yang enak. Maklum kepala keluarga yang harus dimulyakan. Namun ketika acara tengah berlangsung dan tiba makan siang, sang instruktur memberikan komando agar semua bontot yang dibawa dari rumah harap diletakkan di atas meja masing – masing. Selanjutnya, silahkan tukarkan, saling tukar bekal dengan teman sebelahnya. Suasana pun jadi riuh – rendah. Kebanyakan para peserta pelatihan menyesal dan berat hati memberikan bekal terbaiknya ke teman sebelahnya. Itulah kesan di hari pertama.
Mengantisipasi kejadian di hari pertama, para peserta pelatihan berkeluh kesah panjang – lebar suasana pelatihan kepada isterinya, seraya berpesan agar dibawakan bekal apa adanya. Bekal yang nggak enak, tentunya. Sebab buat apa bawa yang enak – enak toh yang menikmati orang lain, bukan untuk dirinya. Itulah penjelasan yang diberikan kepada sang isteri. Dan suasana pelatihan pun berjalan seperti biasanya, sampai waktu yang ditunggu – tunggu tiba, yaitu makan siang. Namun, apa yang terjadi, instruktur memerintahkan untuk memakan bekal yang dibawa masing – masing. Bukan diberikan kepada yang lain. Banyak peserta yang nggrundel lagi dengan keadaan yang ada, karena tidak sesuai dengan harapan mereka. Situasinya laksana senjata makan tuan.
Di hari terakhir pelatihan, semua peserta baru sadar, atau tepatnya terpaksa sadar dengan keadaan yang ada – dan memerintahkan kepada isterinya untuk membawa bekal terbaik. Kalaulah nanti dibagikan seperti hari pertama, dia bisa memberi yang terbaik buat orang lain. Namun jika tidak, maka dia bisa menyantap hidangan terbaik buat dirinya. Ada perasaan “merdeka” dalam diri mereka menyambut segala keadaan yang ada. Sebab sudah menyiapkan hal terbaik yang mereka bisa. Itulah inti service excellencenya.
Mumpung, di bulan suci mari sucikan hati. Mumpung di bulan puasa, mari meretas asa. Hidupkanlah kemerdekaan diri ini dalam hal yang bersahaja. Tak perlu memikirkan negara. Tak perlu memikirkan politik. Tak perlu memikirkan tetangga dan masyarakat pada umumnya. Tak perlu muluk – muluk. Cukup merdekakanlah diri sendiri ini seperti cerita singkat di atas tadi.
Kita sudah lama merdeka. Sudah 65 tahun. Tapi apa yang kita lakukan sampai saat ini untuk mengisinya. Banyak orang yang belum merdeka dari hawa nafsunya. Banyak orang yang belum merdeka dari keterikatannya. Banyak orang yang belum merdeka menyambut kehadiran teman atau sekelilingnya. Yang ada hanya persaingan dan pertengkaran yang terus mendera. Buat apa merdeka, kalau kita tidak memiliki kemerdekaan diri yang sebenarnya. Yaitu, mampu memberikan yang terbaik kepada orang lain seperti memberi yang terbaik kepada diri sendiri. Banyak orang yang menganggap memiliki kemerdekaan tetapi merampas kemerdekaan orang lain. Dalam lapar yang dalam dan menuju arti merdeka sesungguhnya renungkanlah kembali ayat berikut ini.
Allah berfirman: “Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Al – Baqoroh 267)
Dan untuk menghilangkan rasa dahaga diri patut didalami kembali ayat yang penuh makna ini, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya“. (QS. Ali Imron: 92)
Dalam hening puasa kali ini, renungkanlah kembali diri masing – masing. Saat yang pas untuk reorientasi pemahaman dan pengertian, sampai di mana diri ini melangkah, demi hal mendasar dalam diri ini. Kemerdekaan bukan hanya pasang bendera. Kemerdekaan bukan sekedar upacara. Kemerdekaan boleh datang dan pergi, tetapi ketika telah memiliki kemerdekaan hakiki, yang ada hanya keindahan dan kebahagiaan yang melampaui kemerdekaan itu sendiri. Dan itu akan benar – benar berarti ketika setiap diri berhasil mengabdikan yang terbaik buat negeri dan orang lain seperti berbuat baik terhadap diri sendiri. Akhir kata, dirgahayu RI ke 65 dan dirgahayu bagi diri yang telah memiliki kemerdekaannya.
Oleh :Ustadz.Faizunal Abdillah